Padang – Pernyataan mantan Direktur HAM pada Jampidsus Kejaksaan Agung RI, Yuspar, menuai sorotan publik setelah melontarkan kritik terhadap keberadaan hakim ad hoc dalam sistem peradilan tindak pidana korupsi.
Ucapan Yuspar yang disampaikan dalam acara "Advokat Sumbar Bicara" di Padang TV itu dinilai kontroversial dan telah memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk mantan hakim ad hoc, Mardefni Zainir.
Mardefni, yang kini kembali berprofesi sebagai advokat, menanggapi pernyataan tersebut dengan tegas. Menurutnya, pernyataan Yuspar sangat menyesakkan hati dan menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu di lingkungan peradilan tindak pidana korupsi. Ia menyebut bahwa Yuspar telah menyampaikan pandangan tanpa dasar hukum yang jelas.
“Pernyataan tersebut tidak berdasar. Saya menyarankan agar beliau kembali mempelajari sistem peradilan tipikor, terutama terkait peran dan keberadaan hakim ad hoc,” ujar Mardefni, Rabu (23/4/2025).
Mardefni menegaskan keberadaan hakim ad hoc diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Ia merujuk pada Pasal 26 ayat (1) dan (2) yang menjelaskan bahwa majelis hakim tipikor terdiri dari dua hakim karier dan satu hakim ad hoc.
“Memang ada fleksibilitas dalam praktik, namun prinsipnya sudah jelas di undang-undang. Dalam kondisi tertentu bisa saja terdapat dua hakim ad hoc dalam satu majelis, tergantung pada kebutuhan pengadilan masing-masing,” katanya.Sebagai mantan hakim yang pernah bertugas di Pengadilan Tipikor Ternate dan Banda Aceh, Mardefni juga menjelaskan bahwa kehadiran dua hakim ad hoc dalam satu majelis tidak pernah memengaruhi objektivitas dan independensi hakim karier. Ia menampik tudingan bahwa hakim ad hoc dapat mengganggu integritas putusan pengadilan.
Lebih lanjut, Mardefni menyebut bahwa kualifikasi hakim ad hoc tidak bisa dipandang sebelah mata. Ia menegaskan bahwa untuk menjadi hakim ad hoc, seseorang harus memiliki pengalaman minimal 15 tahun di bidang hukum, sebagaimana ditetapkan oleh Mahkamah Agung.
"Mahkamah Agung tentu tidak sembarangan dalam memilih. Hanya mereka yang benar-benar berpengalaman dan kompeten yang bisa lolos seleksi,” ujarnya.
Mardefni juga menilai bahwa pernyataan Yuspar berpotensi menyesatkan publik dan menurunkan kepercayaan terhadap peran hakim ad hoc dalam sistem peradilan. Ia menyayangkan bahwa narasi seperti ini masih bisa mendapat ruang di media.
Editor : Eriandi