Membaca Peta Pendidikan Sumbar (1); Ranah Minang Seolah Keluar dari Buku Sejarah

×

Membaca Peta Pendidikan Sumbar (1); Ranah Minang Seolah Keluar dari Buku Sejarah

Bagikan berita
Membaca Peta Pendidikan Sumbar (1); Ranah Minang Seolah Keluar dari Buku Sejarah
Membaca Peta Pendidikan Sumbar (1); Ranah Minang Seolah Keluar dari Buku Sejarah

Oleh Khairul Jasmi

Diam-diam, Ranah Minang seolah keluar dari buku sejarah, seperti senja pamit pada siang. Lantas, kemudian tenggelam sendiri dalam romantisme masa lalu. Segala sesuatu yang dulu akrab dalam masyarakat komunal, berangsur ikut pergi. Tapi, kemudian, tak ada upaya untuk menjemputnya kembali, yang ada, menyesali lalu mencemooh satu- sama lain.

Muncul pertanyaan besar, “mana lagi kehebatan Minangkabau dulu?” Tak ada upaya untuk menjawab. Tak ada upaya riset, kenapa masa lalu begitu indah dan sekarang tidak lagi. Kita hanya menyimpan nama-nama Bapak Bangsa asal Minang dalam memori dan kemudian mengisahkannya.

Dalam satu kesempatan saya di hadapan musyawarah Gebu Minang di Padang menyatakan, Minang bisa menciptakan kembali generasi hebat masa lampau di zaman sekarang, jika saja perguruan tinggi di Sumbar, menyeleksi tiga sampai lima orang saja mahasiswanya untuk digodok menjadi orang hebat. Jika tidak ada biaya, menurut saya, Gebu Minang, bisa membiayai.

Ada anak-anak dari Keluarga Berencana (KB) terbaik dari rumah tangga, ada anak-anak yang dari keluarga sederhana tapi sukses dalam pendidikan. Pemerintah, kita semua, membiarkannya saja dan menunggu anak sukses itu, menjadi dewasa dan tua tanpa memberi sentuhan.

Grendel

Dalam tulisan terpisah, di koran ini, saya membuat grendel pendidikan Minang zaman lampau. Saya sebutkan, ilmu boleh berbeda tapi mestilah pandai menulis, gemar membaca, pintar berpidato dan tenang dalam berbedat. Inilah antara lain, grendel kenapa orang Minang doeloe menjadi hebat.

Sebab lain jadi hebat tentu karena sekolah. Bisa sekolah disebabkan kemauan dia, orangtua dan lingkungan. Transportasi dengan kereta api lancar dari desa ke kota. Juga jalan raya. Madrasah atau sekolah umum. Jalan kereta api, membantu sangat banyak dalam kelancaran anak Minang menuju sekolah di kota. Rel itu dibuat untuk keperluan batubara di Sawahlunto, tapi kemudian relnya bercabang-cabang guna membawa hasil bumi ke Emmahaven, atau Teluk Bayur. Lantas kemudian muncul kereta penumpang.

Apapun sekolahmu, waktu itu, semua membaca buku terbitan Belanda, Batavia, Mekkah dan bacaan puluhan majalah dan suratkabar. Mereka harus membaca kalau tidak, ketinggalan. Ini, karena isu-isu kemerdekaan, aliran-aliran pemikiran besar, berkembang; demokrasi, sosialisme dan komunisme. Gerakan Pan Islam, perdebatan amat sengit kaum tua dan muda, memaksa mereka harus membaca.

Di madrasah, santri wajib bisa berpidato. Materinya dari bahan ajar. Soal agama, politik dan nasib rakyat. Karena mesti berpidato, mereka mesti membaca. Pidato juga melahirkan generasi Minangkabau yang paham filsafat, hukum-hukum adat dan tradisi. Ini didapat dari pidato adat yang panjang, adu argumentasi dan mengasyikan.

Editor : Eriandi
Bagikan

Berita Terkait
Terkini