Dengan merevolusi paradigma tersebut, kita dapat melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas dan kreatif, tetapi juga memiliki keberanian untuk menantang dogma dan ortodoksi.
Generasi yang mampu berpikir secara otodidak dan inovatif, bukan hanya menghafal dan mengulang-ulang pengetahuan yang sudah basi.
Melalui reformasi ini, kita harus memprioritaskan pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, serta menciptakan ruang dialog yang luas bagi siswa untuk mengeksplorasi ide-ide baru dan mempertanyakan asumsi-asumsi yang sudah mapan.
Dengan demikian, siswa dapat menjadi agen perubahan yang mampu menganalisis dan mengevaluasi informasi dengan baik, serta memiliki kemampuan untuk berpikir secara mandiri dan kreatif.Jadi, apa yang harus dilakukan untuk menggebrak sistem pendidikan Islam? Jawabannya sederhana: kita harus berani menguak pikiran di luar kotak, dan menciptakan ekosistem pembelajaran yang lebih inklusif, toleran, dan berorientasi pada pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Dengan demikian, kita dapat menciptakan generasi yang lebih cerdas, lebih kreatif, dan lebih berani berpikir.(*)