Sejarah panjang harga gabah di Indonesia bisa diibaratkan seperti sinetron yang tak kunjung tamat —penuh drama, intrik, dan kejutan di setiap episodenya. Tapi tahun ini, kita akhirnya sampai pada plot twist yang cukup mencengangkan: harga pembelian gabah dipatok Rp6.500/kg tanpa syarat, dalam kondisi apa pun.
Ini bukan sekadar kebijakan biasa, melainkan sebuah revolusi dalam tata niaga beras nasional yang membahagiakan banyak pihak. Yang paling sumringah tentu saja para petani. Setelah bertahun-tahun hidup dalam ketidakpastian harga, akhirnya mereka memiliki jaminan bahwa hasil panen mereka dihargai secara layak.
Tak peduli apakah gabah itu basah, kering, berdebu, atau masih ada sekamnya, Bulog tetap wajib membelinya seharga Rp6.500/kg. "Ini seperti mimpi yang jadi kenyataan!" ujar seorang petani di Pati, sambil tersenyum lebar. Komentar serupa datang dari berbagai daerah.
Tak heran para petani merasa lega, sebab selama ini harga gabah sering dipermainkan oleh tengkulak. Musim panen tiba, harga jatuh. Musim paceklik, harga naik. Kini, mereka bisa tidur nyenyak tanpa dihantui bayang-bayang permainan harga ala mafia gabah.
Di sisi lain, tengkulak jelas bukan penonton yang bahagia dalam drama ini. Jika sebelumnya mereka bisa membeli gabah murah dari petani yang terdesak, kini ruang gerak mereka semakin sempit. Pemerintah pun tak tinggal diam.
Untuk memastikan tidak ada tengkulak nakal yang mencoba membeli gabah di bawah HP, Presiden Prabowo mengambil langkah tegas dengan melibatkan TNI. Ini menjadi sinyal bahwa pemerintah serius melindungi petani dari praktik perdagangan yang merugikan mereka. Jika semua berjalan lancar, kita mungkin akan menyaksikan era baru di mana petani tak lagi menjadi korban sistem yang timpang.Pemerintah semula mengatur harga pembelian gabah melalui Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 2 Tahun 2025. Isinya, menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah Kering Panen (GKP) sebesar Rp6.500/kg dengan kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen.
Namun, hanya dalam dua pekan, aturan ini direvisi melalui Keputusan Bapanas Nomor 14 Tahun 2025, yang menghapus ketentuan rafaksi, sehingga Bulog wajib membeli gabah dengan harga tersebut dalam kondisi apa pun.
Langkah ini dipandang sebagai keberpihakan nyata terhadap petani, tetapi juga menimbulkan tantangan baru dalam sistem logistik beras nasional. Jika petani bersorak gembira, Bulog mungkin pusing. Sejak aturan ini diterapkan, mereka harus menyerap gabah dalam kondisi apa pun, termasuk yang berkualitas di bawah standar ideal.
Guru Besar IPB University, Dwi Andreas Santoso, mengingatkan bahwa kebijakan ini bisa berujung pada bencana logistik. Jika stok beras Bulog nantinya didominasi oleh beras berkualitas rendah, apakah stabilitas harga beras di pasar bisa terjamin?