Sawahlunto - Kereta Api Tambang Hindia Belanda karya penulis Gerard W. de Graaf di launching Museum Kereta Api Kampung Teleng, Sawahlunto, Sumbar.
"Hampir saya lihat, tidak ada penulis dan jurnalis yang menulis dan mengupas tentang kereta api tambang dan kereta industri," ujar Penulis Buku Kereta Api Tambang Hindia Belanda Gerard W. de Graaf kepada Singgalang, Rabu (2/10).
Disebutkannya, jurnalis dan penulis lebih suka mengupas dan menulis tentang kereta api penumpang. Pertama kali ke Indonesia melihat kereta api di pabrik gula di 1989. Lalu, semakin tertarik dengan kereta api Indonesia dan kereta api industri secara khusus.
Diceritakan Gerard, menyusun buku Kereta Api Tambang Hindia Belanda setebal 414 halaman ini butuh waktu 19 tahun meneliti, sejak 2000 hingga 2019. Sedangkan penulisan naskah berlangsung dari 2008 hingga 2020. Buku itu tulis dalam tiga cetakan, Bahasa Belanda, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Di 2021, pertama kali buku ini diluncurkan di KBRI Den Haag dalam Bahasa Belanda. Apalagi, KBRI punya kerjasama baik dengan Museum Stoomtrein Kallberg, Leiden.
Lebih jauh diceritakannya, keinginan kuat menulis Kereta Api Tambang setelah membeli kartu pos tua dari Sawahlunto dengan logo listrik kecil dan foto. "Saya penasaran dan berpikir apa itu. Lalu, saya mulai mengembangkan ide untuk membuat buku dan melakukan penelitian," tutur Gerard.Menurut penulis buku berkebangsaan Belanda itu, banyak pihak berpendapat mustahil buku ini bisa diwujudkan karena butuh biaya agak mahal. Namun semua itu bisa dibuktikan.
"Saya dapat bantuan banyak pihak dan banyak orang di dalam melakukan penelitian di Indonesia, seperti dari Arsip Nasional, di Sawahlunto, Tanjung Enim. Bantuan dari orang lokal di seluruh Indonesia untuk melihat sisa-sisa Tambang Batubara. Bagi saya buku itu adalah hadiah atau oleh-oleh untuk orang Indonesia dengan sejarah anda," tutur Gerard. (201)