Bukan Guru yang Terbuang

×

 Bukan Guru yang Terbuang

Bagikan berita
Foto  Bukan Guru yang Terbuang
Foto  Bukan Guru yang Terbuang

Artinya, ketika ada kebijakan pemerataan penyebaran guru-guru dimaksud, seyogyanya memang harus dipilih pula guru hebat yang punya komitmen dan terpenting memiliki jiwa pengabdian. Sekalipun, sebetulnya, bila mereka seorang ASN, tak ada istilah memilih atau menolak tugas. Sebagai abdi negara, mereka harus mau bekerja, ditugaskan di mana saja. Namun demikian, memilih guru yang punya pengabdian ini dinilai cukup penting dan menjadi salah satu variabel yang menentukan suksesnya mereka dalam memperluar akses dan mengangkat mutu pendidikan, sesuai harapan kita semua.Ya, jasa mereka terasa akan berlipat-lipat tatkala sebagai seorang guru atau kepala sekolah, mau mengabdi di sekolah yang benar-benar membutuhkan mereka. Tak ada label  atau  istilah ‘guru yang terbuang’, untuk sebuah pengabdian.

PercontohanSatu lagi, akan halnya penempatan Guru Garis Depan (GGD) yang mendapat perhatian pemerintah dengan memberikan tunjangan yang cukup menjanjikan, seyogyanya kebijakan pemerintah daerah dalam penempatan guru-guru berprestasi ke daerah terpencil, harus pula diiringi dengan memberikan tunjangan daerah yang sepadan. Tak perlu berbasa-basi, pemberian tunjangan yang signifikan juga akan menjadi magnet bagi guru untuk mau mengabdi di kampung-kampung.

Seperti diketahui, sejak beberapa tahun terakhir, Kemdikbud sudah punya program GGD. Kini, untuk mensinergikan program tersebut, saya kira pemerintah kabupaten/kota  dan provinsi diminta lebih kreatif. Tidak hanya mengandalkan program dari pusat, tapi harus disokong kebijakan daerah yang ujung-ujungnya bisa bermuara pada peningkatan mutu dan pendidikan yang berkeadilan. Akan halnya selain menyebar guru-guru hebat, tak ada salahnya setiap kabupaten/kota memiliki semacam sekolah percontohan (pilot project) untuk diangkat mutunya.Misalkan, sebuah SD atau SMP yang terletak di perkampungan, memiliki cukup siswa, namun dari segi fasilitas, mobiler, hingga tenaga SDM guru, masih kekurangan. Caranya, pemerintah harus menempatkan kepala sekolah dan beberapa guru berprestasi di sekolah bersangkutan dalam jangka beberapa tahun. Dengan harapan mereka bisa semacam master teacher untuk mentransfer ilmu mereka kepada rekan-rekan sama mengajar.

Berikutnya, pemerintah daerah harus pula memastikan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selain Dinas Pendidikan, diplot memiliki program/kegiatan untuk mendorong aksesibilitas lingkungan sekolah menjadi lebih terbuka, mudah dijangkau. Misalnya Dinas Pekerjaan Umum (PU) punya program memperbaiki infrastruktur jalan jika memang jalan ke sekolah tersebut belum baik. Begitu juga instansi lainnya, termasuk lembaga swasta  sekalipun, seperti membuka akses adanya jaringan internet. Bagaimanapun kemajuan teknologi setali tiga uang dengan peningkatan mutu pendidikan itu sendiri. Intinya, sekolah tersebut harus ‘dikeroyok’ untuk diangkat mutunya.Bila program sekolah percontohan itu -- sementara sebut saja namanya program Sekolah Terpencil Mengejar Mutu (STMM) atau nama lainnya -- ada di setiap kecamatan, kontan anak-anak emas yang ada di setiap desa (baca; nagari di Sumbar) yang masih terbilang tertinggal, akan bisa tersenyum menatap masa depannya. Seperti kita, misalnya anak-anak Katiagan (Kabupaten Pasaman Barat), Garabak Data (Kabupaten Solok) atau Limau-limau (Kabupaten Pesisir Selatan) yang jauh dari hiruk-pikuk perkotaan, ternyata mereka juga punya mimpi. Mimpi untuk mengenyam pendidikan yang layak, adil dan ingin menjadi generasi hebat.  (*)

  

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini