Pilkada, Timbangan Air Demokrasi Indonesia dan Peranan Polri

×

Pilkada, Timbangan Air Demokrasi Indonesia dan Peranan Polri

Bagikan berita
Foto Pilkada, Timbangan Air Demokrasi Indonesia dan Peranan Polri
Foto Pilkada, Timbangan Air Demokrasi Indonesia dan Peranan Polri

Ya, semua lini harus diawasi Polri. Setiap tindak tanduk pelanggaran Pilkada, ranahnya dioper dulu ke sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), sebagai salah satu piranti pendukung jalannya pesta demokrasi.Kembali ke pola operasi pengamanan  Pilkada yang bersandikan "Mantap Praja",   Kepolisian Negara Republik Indonesia juga mengawasi dan memastikan, agar kotak suara dapat bergeser ke tempat pemungutan suara (TPS) dari gudang logistik dengan aman.

Kotak-kotak itu, dikawal dengan amat ketatnya. Bahkan di ujung-ujung pulau di Indonesia, kerap viral foto-foto polisi mendistribusikan kotak suara dengan berenang, naik sampan, lalu masuk rimba dan menyisir hutan. Berat memang.Pengamanan yang dilakukan Polri dalam mengawal alek demokrasi, dari tahun ke tahun, mengalami tingkat  kesibukan dan kerumitan yang cukup tinggi.

Apalagi sekarang, saat Mantap Praja 2018 dilangsungkan, berbarengan pula dengan Operasi Ketupat Idul Fitri 1439 Hijriyah. Belum lagi, kesiapan pengamaman Asean Games yang memerlukan personil ekstra.Ketatnya pengawasan dan pengamanan Polri, menyesuaikan potensi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) yang kadang kebablasan dalam menikmati pesta demokrasi.

Hingga berpotensi membuka ruang artikulasi politik yang ekstrim. Seperti halnya liberalisme, radikalisme, fundamentalisme, sekterianisme, terorisme, serta ajaran-ajaran yang bertentangan dengan ideologi pancasila.Sehingga jadilah, Pilkada 2018 dengan rincian 17 Pemilihan Gubernur, 39 Pemilihan Walikota dan 115 Pemilihan Bupati pada 27 Juni, tidak hanya paling ramai semenjak dihelat serentak pada 2015 silam.

Lebih dari itu, Pilkada yang kurang setahun berjarak dengan Pemilu (Pilpres serta Pileg), membuka celah bagi kelompok-kelompok tertentu, untuk memanaskan mesin isu dari sekarang.Mujur-mujur, kalau parpol opisisi dan pro Pemerintah, berkoalisi pula di daerah. Bagi yang tidak, suasananya tentu akan lebih rumit. Kusut-kusut bulu ayam.

Selain di sendi-sendi kehidupan masyarakat, ragam isu yang berpotensi mengundang konflik,  juga ditiup-tiupkan di sosial media seperti FB, twitter dan pada grup-grup WA.Praktik hitam ini, diawasi khusus oleh Polri dengan melakukan patroli cyber crime. Persoalan SARA, jelas menjadi kajian serius polisi, dalam menangkal konflik di tiap Pilkada.

Pilkada SumutBeberapa waktu lalu, Mabes Polri bahkan sengaja membentuk tim khusus dan memerintahkan perwira tingginya, turun mengawal Pilkada serentak 2018 di beberapa Provinsi yang rentan terpecah belah.

Diantaranya, Sulawesi, Kalimantan dam Papua. Untuk pulau Sumatera, Polri  punya perhatian khusus dengan Pilgub Sumatera Utara, sebagai jantung Sumatera Tengah.Sekalipun, parpol pengusung dua pasang kandidat cagub-cawagub di Sumut juga bercampur aduk antara yang pro Pemerintah dan oposisi. Pemilih di Sumut sesuai data KPU setempat, ada sekitar 9,2 juta jiwa.

Tapi, isu SARA rentan bermain di Sumut. Termasuk, indikasi adu kuat dua ormas besar di sana. Pemuda Pancasila (PP) dan Ikatan Pemuda Karya (IPK). Ini sangat rawan gesekan.Sekedar mengingatkan, di Sumut, akan berlaga pasangan Edy Rahmayadi- Musa Rajekshah dengan Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus.  Mereka akan memperebutkan suara di 33 Kabupaten dan Kota.

Edi-Musa Rajekshah, diusung dan didukung Gerindra, PKS, Golkar, Hanura, NasDem, Demokrat dan Perindo. Sementara, pasangan Djarot-Sihar atau Djoss, diusung PDI Perjuangan dan PPP.Ini dua-duanya partai pro Pemerintah. Persoalannya, Pilkada di Sumut, rentan diseret ke wajah Jokowi dan Prabowo.Apalagi, elite partai dan tokoh politik nasional, tiap sebentar saja turun ke Sumut.

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini