Kasus Ferdy Sambo di Tubuh Polri Dalam Prespektif Agama dan Pendidikan

×

Kasus Ferdy Sambo di Tubuh Polri Dalam Prespektif Agama dan Pendidikan

Bagikan berita
Kasus Ferdy Sambo di Tubuh Polri Dalam Prespektif Agama dan Pendidikan
Kasus Ferdy Sambo di Tubuh Polri Dalam Prespektif Agama dan Pendidikan

Menarik sekali "jargon" di organisasi Polri saat ini, bacalah: Transformasi menuju Polri yang presisi, dapat kita tangkap makna mendalam bahwa Polri terus melakukan perbaikan/perubahan/ revormasi untuk ketepatan dan keakuratan (presisi), ya.. tepat dalam menindak, tepat dalam upaya preventif, tepat dan akurat dalam menangani berbagai kasus pelanggaran hukum dan gangguan KANTIBMAS, tepat dan akurat dalam memberantas mafia narkoba, berbagai bentuk perjudian tanpa terlibat sebagai beking, dan penerima setoran dan lainya sekali lagi presisi atas segala SOP penegakkan hukum, nah kasus Brigadir J dan Ferdy Sambo kiranya menjadi "triger" untuk Polri bersih-bersih diri dan menjadi institusi yang dihormati,disegani dan beribawa kedepanRevormasi dan transformasi ditubuh Polri menjadi ekspektasi besar masyarakat Indonesia saat ini, betapa tidak?, citra polisi masih sangat buram dimata banyak orang meskipun hal tersebut dapat dikatakan olah oknum namun fakta empiris yang diungkapkan banyak orang yang berurusan dengan polisi mengesankan sesuatu yang masih banyak negatifnya, sebagai contoh saat terjadi kasus kecelakaan dan kendaraan ditahan, banyak orang menyatakan mesti pakai uang, atau mengurus jasa raharja juga mesti memakai pelicin sehingga keluar laporan polisi, adanya pengakuan seorang mantan Kapolres AKBP Dalizon dihadpan hakim bahwa mesti menyetor ratusan juta bahkan sampai 500 jt kepada atasan (Detik.sumut,7/9), ungakapan pengamat kepolisian dari ISESS Bambang Rukminto yang meminta Kapolri mengusut dan membubarkan konsorsium 303 (Kompas.com, 21/9) dan pernyataan ketua Indonesian Police Watch(IPW) Segeng Teguh Santoso yang menyebut Ferdy Sambo dan Robert terlibat dalam judi online konsorsiun 303 (tempo.co,21/9)

Dari berbagai kasus tersebut yang terjadi yang mengemuka di tengah media dan barangkali juga ada yang tidak terekspos secara akadamik menarik untuk dicermati dan dianalisis apakah memang oknum atau terjadi suatu sistem yang kurang baik sehingga oknum berpeluang untuk melakukan pelanggaran kode etik, untuk itu tulisan ini menganalisis persoalan tersebut dalam prespektif pendidikan dan mencoba menawarkan solusi akselerasi (baca :percepatan) revormasi untuk presisi di tubuh PolriDari kaca mata pendidikan, keunggulan dalam proses pendidikan mestilah bermula dari suatu proses yang baik, mulai dari baiknya sistem rekrutmen, baiknya proses pendidikan dan juga baiknya sistem pengawasan dan terlahirnya pribadi anggota Polri yang baik, yang memiliki integritas/keimanan dan ketaqwaan serta taat pada Tuhan yang Maha Esa sebagai komitmen yang dipatri pada TRI BATRA yang berbunyi "Kami Polisi Indonesia : (1)Berbakti kepada nusa dan bangsa dengan penuh ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa.(2)Menjunjung tinggi kebenaran, keadilan dan kemanusiaan dalam menegakkan hukum negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar 1945.

(3)Senantiasa melindungi, mengayomi Dan melayani masyarakat dengan keikhlasan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban" dan CATUR PRASETYADalam ilmu pendidikan, menurut Noeng Muhajir(2003, hal 2) bahwa pendidikan sebagai ilmu normatif setidaknya memiliki tiga syarat pertama memiliki "living valuaes dan practice values" yaitu nilai hidup yang dapat diterima sebagai nilai hidup yang baik, kedua memiliki perkembangan dan pertumbuhan subjek yang apabila diuji memang baik atau disebut "Conduct" ( prilaki terpuji) dan "Virtues"(watak terpuji) dan ketiga memiliki alat untuk mencapai tujuan atau disebut "instrumental values", instrumental values sebagai alat dalam pemilihanya mesti cocok dengan nilai hidup dan tidak bertentangan dengan hakikat perkembangan subjek/peserta didik

Sebagaimana substansi dari sebuah daur pendidikan yaitu adanya input, proses dan out put, dan selanjutnya komponen pokok pendidikan adalah tujuan, pendidik (guru), peserta didik, materi, metode dan evaluasi. Dari sisi imput pemilihan calon anggot Polri sangatlah ketat dengan pesyaratan dan beberapa tahapan, seharusnya dengan seleksi yang demikian akan menghasilkan calon anggota Polri yang terpilih dan terbaik dari anak bangsa Indonesia namun walau bagaimanapun baiknya proses seleksi apabila masih adanya suap/pungli jadilah ibarat kata pepatah gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga, oleh karena itu proses seleksi yang bersih dan transparan menjadi "entri point" baiknya organisasi Polri dan suskesnya sebuah revormasi ditubuh Polri, bayangkan jika seorang oknum calon perwira Polri lolos dengan membayar puluhan bahkan ratusan juta tentulah ia akan berfikir mengembalikan uang yang banyak tersebut meskipun akan menghalalkan segala caraDitinjau dari proses pendidikan dalam masa pendidikan calon Perwira Polri diyakini telah cukup sempurna baik sisi kurikulum, tenaga pendidik yang profesional dan sarana serta prasarana pendidikan yang handal, hanya saja yang perlu barangkali ditingkatkan adalah porsi pendidikan dan penanaman nilai-nilai spritualitas (spritual question) sebab profesionalitas dan spritualitas adalah dua sisi mata uang (two site of the coin) yang harus sama-sama terbangun dalam pribadi seseorang apapun jabatan dan profesinya apalagi anggota polisi agar kelak bisa menjadi aparat pengayom masyarakat yang dapat menjadi figur teladan

Betapa tidak, seorang anggota Polri adalah penegak aturan yang bersenjata dan suatu saat akan memimpin institusi yang menjadi penjaga dan pemelihara tegaknya hukum ditengah masyarakat dan pemerintahan, jika seorang perwira POLRI yang menjabat jabatan strategis seperti Kapolres, Kapolda apalagi sekelas KADIV PROPAM tidak memiliki iman dan taat pada agamanya dan dengan integritas yang rendah, bagaimana ia akan menegakkan kedisiplinan dan keteladanan ditengah anggota Polisi yang lain, maka tidak tertutup kemungkinan ia akan membangun dinasti mafia kejahatan tersembunyi didalam institusinya karna merasa tidak ada yang akan memeriksa dan mengawasi karna merekalah aktornyaTerjadinya kasus Irjen Ferdy Sambo yang menewaskan Brigade Yosua(J) dimana seorang Ferdy Sambo adalah seorang Kadiv Propam yang bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi pertanggung jawaban profesi dan pengamanan internal termasuk penegakan disiplin dan ketertiban di lingkungan Polri. PROPAM sebagai institusi polisinya polisi yang menegakkan disiplin dan moralitas anggota polisi, institusi yang menampung segala pengaduan masyarakat terkait pelanggaran yang dilakukan anggota Polri malah yang melakukan pelanggaran hukum dan kode etik tidak hanya sendiri tetapi bergerak bersama yang melibatkan puluhan anggota Polri bahkan, oknum Ferdy sambo tidak bisa lagi sebut oknum tetapi telah melibatkan institusi dimana 97 orang anggota Polri yang diperiksa dan 35 dinyatakan melanggar kode etik dengan rincian Irjen Pol 1 orang, Brigjen Pol 3 orang, Kombes Pol 6 orang, Kemudian AKBP 7 orang, Kompol 4 orang, AKP 5, Iptu 2, Ipda 1, Bripka 1, Brigadir 1, Briptu 2, Bharada 2 (tempo.co,24/8)pertanyaanya apakah yang salah di Polri adakah berjalan pendidikan keagamaan dan pembinaan iman dan taqwa di tubuh Polri?

Jika sorang perwira tinggi Polri tidak memiliki integritas yang tinggi kosong iman dan taqwa sementara ia memimpin dan menguasai posisi strategis dan memiliki anak buah/prajurit yang banyak maka ia akan membangun dinasti kejahatan tersembunyi dan tidak salah banyak pengamat mengatakan bahwa ada mafia ditubuh Polri, hal tersebut pernah disampaikan ketua KOMNAS HAM Ahmad Taufan Damanik (Sindonews.com,5/9), anggota polisi yang kewajiban menumpas kejahatan malah menjadi pelaku dan berkonspirasi dengan kejahatan yang kita sebut dengan mafia jadi dalam prespektif pendidikan bisa kita sebut Sambo yang harusnya sebagai guru/pendidik yang wajib memberikan teladan dan pendidikan kepada muridnya(anggota Polri) malah yang menjadi pelaku kejahatan dan menyuruh anggotanya berlaku jahat.Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai ketuhanan yang Maha Esa dan keimanan sesuai dengan agama masing-masing sangatlah penting, mendesak dan perlu dilakukan secara kontiunitas dalam tubuh Polri, terutama yang beragama Islam pendidikan agama Islam dan pembinaan kerohaian Islam perlu terus dilakukan kegiatan Pembinaan rohani dan mental (BINROHTAL) pada anggota Polri haruslah selalu ditingkatakan, seorang anggota Polri yang beriman akan berani berkata kebenaran dihadapan atasan, seorang anggota Polri yang bertaqwa akan mampu menolak perintah komandan yang melanggar hukum dan menginjak nilai kemanuasiaan dan keadilan, seperti kasus Sambo, KM 50 6 laskar FPI yang meninggal, kasus ACT yang tidak memenuhi rasa keadilan publik karna oknum pengurus yang berbuat tapi institusinya yang dibubarkan, pembubaran FPI termasuk kriminalisasi para ulama yang memperlihatkan hukum tumpul keatas dan tajam kebawah, sementara penista Agama yang telah sering dilaporkan dan buzzer tidak mudah tersentuh hukum, hal-hal demikian kiranya menjadi transformasi pada intitusi Polri menuju presisi, Semoga

Wallahua'lam bissawabNb. Penulis adalah Mahasiswa S3 Program Doktor PAI UIN SMDD Bukittinggi dan anggota DPRD Agam

Editor : Eriandi
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini