Hati-hati Atur Regulasi, Modantara: Jangan Sampai Aplikator Tutup, Mitra Menganggur

×

Hati-hati Atur Regulasi, Modantara: Jangan Sampai Aplikator Tutup, Mitra Menganggur

Bagikan berita
Hati-hati Atur Regulasi, Modantara: Jangan Sampai Aplikator Tutup, Mitra Menganggur
Hati-hati Atur Regulasi, Modantara: Jangan Sampai Aplikator Tutup, Mitra Menganggur

JAKARTA - Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara) yang menaungi pelaku industri mobilitas dan pengantaran berbasis platform digital di Indonesia memahami semangat gotong royong serta menghargai perhatian pemerintah terhadap Mitra platform digital dalam mendukung Wacana Bantuan Hari Raya (BHR) di Hari Raya, dan Status Pekerja Tetap untuk Mitra Platform Digital.

Namun, perlu diingat jika kebijakan yang diatur tidak berimbang maka berpotensi menimbulkan dampak ekonomi serius bagi industri berkembang yang memiliki ekosistem bisnis yang unik, dibandingkan sektor konvensional. Dalam praktiknya, pelaku industri on-demand masih menghadapi berbagai tantangan dalam mengusahakan pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.

Demikian pernyataan resmi Modantara, Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia, Agung Yudha selaku Eksekutif Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara) adalah organisasi bagi perusahaan mobilitas dan pengantaran berbasis digital di Indonesia kepada hariansinggalang.co.id di Jakarta, Rabu (26/2).

"Saat ini, sektor platform digital (aplikator) telah memberikan akses bagi jutaan individu untuk memperoleh penghasilan alternatif dengan fleksibilitas tinggi, sebuah karakteristik utama yang menjadi daya tarik industri ini," ujar Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies, Yose Rizal menanggapi Wacana Bantuan Hari Raya (BHR) di Hari Raya, dan Status Pekerja Tetap untuk Mitra Platform Digital.

Ia menyebutkan, berdasarkan data ITB (2023), model kerja fleksibel ini bahkan telah berkontribusi pada 2% dari PDB Indonesia pada tahun 2022. "Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diterbitkan tidak justru menghambat pertumbuhan atau bahkan membatasi manfaat yang telah diberikan kepada para Mitra," tandas Yose Rizal.

Selain itu, lanjutnya, berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) BPS, Indonesia memiliki 84,2 juta pekerja informal, dengan 41,6 juta di antaranya sebagai pekerja gig. Dari jumlah tersebut, sekitar 1,8 juta atau 4,6% bekerja di layanan ride-hailing seperti ojek dan taksi online. Artinya, regulasi yang kurang tepat pasti dapat berdampak pada jutaan individu yang menggantungkan hidupnya pada industri ini.

Sebagai informasi, jelas Yose Rizal, selama ini pelaku industri on-demand di Indonesia telah menjalankan berbagai inisiatif, antara lain bantuan modal usaha, beasiswa pendidikan bagi anak Mitra, serta pemberian paket bahan pokok dan perawatan kendaraan dengan harga khusus, sebagai bagian dari upaya untuk menjaga pendapatan Mitra.

Menurutnya, dengan diberlakukannya kebijakan baru terkait Bantuan Hari Raya (BHR) ini berpotensi membuat pelaku industri harus melakukan berbagai penyesuaian bisnis yang dapat berdampak pada pengurangan program kesejahteraan jangka panjang yang selama ini telah diberikan untuk Mitra.

Prinsip dasar hubungan “Kemitraan” adalah memberikan kebebasan pada Mitra untuk berusaha termasuk antara lain menentukan jam bekerja mereka, jenis pekerjaan, serta apakah pekerjaannya merupakan pekerjaan lepas atau pekerjaan tetap. "Hubungan ini diperjelas, khususnya untuk platform ride-hailing, dalam Pasal 15 Ayat (1) Peraturan Menteri Perhubungan No. 12 Tahun 2019, yang menyatakan bahwa hubungan antara perusahaan aplikasi dengan pengemudi merupakan hubungan kemitraan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan," ungkap Yose Rizal.

Editor : Eriandi
Bagikan

Berita Terkait
Terkini