Gubernur 7% dan Manajemen Fiskal Daerah

×

Gubernur 7% dan Manajemen Fiskal Daerah

Bagikan berita
Foto Gubernur 7% dan Manajemen Fiskal Daerah
Foto Gubernur 7% dan Manajemen Fiskal Daerah

Pertanyaannya, apakah APBD yang dikelola oleh pemerintah provinsi dan kabupaten kota se Sumatera Barat mampu memberikan effort yang luar biasa terhadap pertumbuhan ekonomi Sumbar? Apakah APBD tersebut sudah mencerminkan konsep Value for Money?

Penulis pernah berdiskusi dengan Walikota Padang Panjang dan Walikota Pariaman mengenai pemborosan yang terjadi dalam pengelolaan APBD, kedua Walikota tersebut menemukan hal yang sama seperti contoh tentang anggran perjalanan dinas yang sudah dianggarakan dalam sekretariat namun kemudian juga dianggarkan dalam kegiatan atau program begitupun juga dengan pembelian alat tulis dan kantor, hal ini bisa juga terjadi di daerah lain.Pemborosan ini jika luput dari pengawasan kepala daerah selaku yang mempunyai otoritas tertinggi dalam pengelolaan keuangan daerah akan menjadi bom waktu dimana APBD tidak memberikan daya dorong terhadap kesejahteraan masyarakat dan peningkatan pertumbuhak ekonomi yang berkualitas. -----> lanjut halaman 4

Kapasitas Fiskal Daerah yang Terbatas

Pemerintah daerah saat ini dihadapkan pada tingginya kebutuhan fiskal daerah yang tidak diiringi oleh kapasitas fiskal yang mumpuni sehingga terjadi fiscal gap dalam pengelolaan anggran daerah Hal ini seringkali diakali oleh pemerintah daerah dengan mengekploitasi penerimaan PAD yang secara tidak langsung akan membebani masyarakat dan menjadi salah satu hambatan pertumbuhan ekonomi. Ini, karena pemerintah daerah biasanya akan menerbitkan retribusi dan pajak daerah.Gubernur Sumbar 7% yang akan datang harus mampu melakukan sinergi, kolaborasi dan transformasi dalam pengelolaan fiskal daerah bersama bupati dan walikota se Sumbar. Peluang fiskal yang bisa dilakukan adalah menerbitkan pinjaman/obligasi daerah untuk memacu pertumbuhan ekonomi di tengah terbatasnya fiskal dan permodalan perbankan.

Pinjaman/obligasi daerah ini memiliki beberapa keuntungan antara lain:

  1. Mempercepat Pembangunan di daerah, kemampuan keuangan daerah di Indonesia yang umumnya terbatas dalam pelaksanaan program pembangunan akan tertolong dengan penerbitan obligasi daerah. Kenapa? Karena obligasi daerah ini di dalam aturannya harus dipakai untuk pembiayaan sarana prasana yang menyangkut kepentingan publik yang kemudian masyarakat dikenakan biaya atas pembangunan sarana prasana tersebut. Ini sesuai dengan Pasal 42 Peraturan Pemerintah no 30 tahun 2011 ditegaskan bahwa “Penerbitan Obligasi Daerah hanya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan atau sarana dalam rangka Pelayanan Publik yang menghasilkan penerimaan bagi APBD yang diperoleh dari pungutan atas penggunaan prasaran dan atau sarana tersebut.
  2. Adanya Prinsip Berkeadilan, sarana prasana pelayanan publik yang biasanya berupa infrastruktur yang dibangun oleh pendanaan yang bersumber dari obligasi akan dinikmati oleh generasi mendatang yang kemudian juga ikut membayar cicilan hutang dan bunga. Proyek-proyek yang dibiayai harus mempunyai nilai jangka panjang.
  3. Investasi Langsung dari masyarakat, obligasi daerah pada prinsipnya adalah menyerap dana dari masyarakat yang kemudian berinvestasi kepada pemerintah daerah dan dalam jangka waktu tertentu masyarakat mendapatkan pengembalian sekaligus dengan bunga obligasi daerah yang telah diterbitkan.
  4. Naiknya Potensi Pendapatan Daerah, efek ekonomi dari pembiayaan sarana prasaran pelayanan publik seperti infrastruktur, pembangunan kawasan wisata secara langsung ataupun tidak langsung akan menghasilkan pendapatan bagi daerah Akan muncul daerah ekonomi baru yang diakibatkan dari pelaksaanan pembangunan tersebut.
Menurut penulis gubernur/wakil gubernur akan datang yang bisa mencapai pertumbuhan ekonomi 7% harus memiliki kapasitas manajemen fiskal yang mumpuni.(**)

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini