“Amerika, Are You Ok?”

×

“Amerika, Are You Ok?”

Bagikan berita
Foto “Amerika, Are You Ok?”
Foto “Amerika, Are You Ok?”

Kalau ada acara “cerdas cermat” dan ditanyakan 3 hal tentang Amerika saat ini, jawaban saya akan cepat. Pertama, korban Covid-19nya tertinggi di dunia; kedua ekonominya tidak cerah; dan ketiga terjadi kerusuhan sosial yang meluas.Tiga-tiganya memang tak sedap untuk didengar. Tapi itulah yang terjadi.

Mungkin ada juga yang menyangkal bahwa tidak benar kalau Amerika saat ini kedodoran. Dia bisa berkata “America remains great”. Mungkin ditambahkan “We are oK. We will be fine”. Benarkah?Sebenarnya saya ingin fokus ke soal kerusuhan dan keamanan publik di Amerika, namun bagaimanapun perlu disinggung sedikit tentang pandemi dan ekonomi negara itu. Mungkin ada baiknya. Paling tidak bisa jadi bahan pelajaran bagi kita.

Meskipun pandemi global ini belum berakhir, masih berlangsung, namun rapor awal sudah kelihatan. Ketika artikel ini saya tulis, 3 Juni 2020, jumlah kasus Covid-19 di Amerika mencapai lebih dari 1,87 juta kasus. Sedangkan jumlah yang meninggal lebih dari 108 ribu orang. Ini merupakan angka tertinggi di dunia.Kalau ada yang “usil” bisa saja dia bertanya, apakah ada yang keliru dalam penanganan pandemi di negara ini. Tidakkah Amerika punya segalanya?

Amerika memiliki kemampuan intelijen dan deteksi dini terhadap kemungkinan penyebaran Covid-19 ke negaranya. Punya sistem pelayanan kesehatan yang cukup maju dan mapan. Ekonominya kuat sehingga memungkinkan untuk mengeluarkan dana stimulus yang besar. Jumlah dokter, ahli pandemi dan ilmuwan yang dimiliki segudang. Teknologi yang dimiliki juga sangat maju.Lantas apa?

Apakah ada persoalan dengan kohesi politik, misalnya tidak solid? Apakah kurang akur antara para pemimpin politik dan ilmuwan ahli pandemi? Apakah dukungan publik terhadap kebijakan pemerintah kurang? Apakah ada permasalahan dengan kepemimpinan Presiden Trump?Tapi, soal ini kita serahkan saja kepada bangsa Amerika.  Biarlah sejarah yang akan menulisnya kelak. What went right and what went wrong.

Berikutnya tentang ekonomi.Sebenarnya, cerita tentang kejatuhan dan krisis ekonomi akibat pandemi ini sudah menjadi milik dunia. Artinya, bukan hanya Amerika yang mengalami resesi dan guncangan ekonomi ini. Namun, ketika ini terjadi di sana ~ ekonomi terbesar dunia ~ tetap saja memiliki arti penting.

Apalagi dunia tahu bahwa Trump sangat membanggakan prestasi dan capaian ekonominya 3,5 tahun terakhir ini. Misalnya, tentang pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pengangguran yang rendah. Nah, ketika fundamental yang dibanggakan ini runtuh, isunya akhirnya bukan hanya soal ekonomi semata, tetapi juga lari ke sosial dan politik. Sebagai contoh, bisa ditelusuri apakah penjarahan (looting) yang terjadi di banyak kota ini karena faktor rasial (racism), atau faktor ekonomi. Jangan-jangan karena kesulitan ekonomi yang dialami oleh golongan bawah akhirnya memaksa mereka melakukan penjarahan itu.Dua isu ini saja mestinya membuat para pemimpin Amerika pusing ~ pandemi yang banyak korbannya dan belum masuk zona hijau, serta situasi ekonomi yang kelam. Apalagi ditambah dengan goncangan sosial dan keamanan publik pasca tewasnya George Floyd, yang kini menjadi simbul perlawanan rakyat, utamanya komunitas kulit hitam. Sekarang saya akan fokus ke urusan ini.

Amerika Pasca George Floyd, Apa yang akan Terjadi?Lebih dari satu minggu ini media internasional menyiarkan dan memberitakan terjadinya aksi-aksi unjuk rasa yang masif di Amerika. Termasuk tayangan kekerasan, kerusuhan, vandalisme dan bahkan penjarahan yang terjadi di banyak kota.  Akan berkembang ke manakah gerakan sosial ini dan seperti apa pula akhirnya ...... belum bisa ditebak.

Ada sejumlah skenario yang menurut saya bisa terjadi.Skenario pertama, dengan penanganan yang tepat (paduan antara persuasi dan law enforcement) akhirnya aksi-aksi sosial yang cenderung rusuh itu bisa diredakan. Dugaan saya, ini skenario terbaik yang diinginkan oleh pemerintahan Trump. Saya kira mayoritas rakyat Amerika juga menginginkan demikian. Skenario ini tak memerlukan konsesi apapun yang mesti diberikan oleh pemerintah.

Skenario kedua, unjuk rasa makin meluas. Gabungan unsur polisi, National Guard dan elemen tentara federal (misalnya polisi militer) tak mampu menghentikan atau meredakannya. Para gubernur dan walikota dengan resources yang ada tak juga bisa mengatasi keadaan. Pemerintah Federal “terpaksa” melakukan negosiasi dengan elemen perlawanan masyarakat dengan pemberian konsesi tertentu.Saya membayangkan negosiasinya tentu tak mudah. Konsesi (deal) apa yang bisa dicapai juga tak semudah yang dibayangkan. Apalagi sulit diyakini bahwa Trump punya pikiran dan bersedia untuk melakukan kompromi dengan mereka yang menuntut keadilan itu.

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini