KUD Mina Sinar Laut, Bukti Nelayan Berdaya dengan Koperasi

×

KUD Mina Sinar Laut, Bukti Nelayan Berdaya dengan Koperasi

Bagikan berita
Foto KUD Mina Sinar Laut, Bukti Nelayan Berdaya dengan Koperasi
Foto KUD Mina Sinar Laut, Bukti Nelayan Berdaya dengan Koperasi

Dengan perkembangan yang cukup baik, KUD Mina Sinar Laut sering mendapat apresiasi dan reward, baik dari Kementerian Koperasi maupun dari Pemkab Padang Pariaman. Di antaranya dengan diajak studi banding ke sejumlah daerah di Indonesia serta mengikuti acara-acara di Kementerian Koperasi serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat pun pernah berkunjung ke KUD Mina Sinar Laut. Dalam kunjungannya Februari 2017 lalu, Anggota Komisi III DPRD Sumatera Barat, Sitti Izzati Aziz memuji KUD Mina Sinar Laut dan mengatakan bahwa KUD itu patut menjadi acuan bagi koperasi-koperasi lainnya di Sumbar. KUD Mina Sinar Laut dinilai jeli dalam melihat prospek usaha yang akan digeluti. Karena, banyak koperasi yang sudah tidak aktif lagi karena tidak mampu menangkap peluang usaha yang akan digarap sehingga usahanya tidak berjalan baik. KUD Mina Sinar Laut juga tidak terlalu

mengandalkan bantuan dan permodalan, kecuali bantuan mesin dan pembangunan pabrik.Sementara itu, di Sumatera Barat, data dari Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Barat per Desember 2017, tercatat sebanyak 3549 koperasi, turun dari tahun sebelumnya sebanyak 4047. Namun, dari jumlah itu, hanya 2744 koperasi aktif dengan jumlah koperasi yang sudah melakukan RAT sebanyak 1391. SHU rata-rata Rp148 ribu.

Menurut Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Sumbar, Zirma Yusri, Dinas Koperasi UMKM terus melakukan pendampingan dan pembinaan agar koperasi yang sudah ada dapat berjalan normal. Monitoring terhadap koperasi terus dilakukan karena koperasi merupakan salah satu upaya dalam mengangkat perekonomian masyarakat.

Kendala Cost Besar Dengan produksi 700 batang es balok sehari, KUD Mina Sinar Laut bisa mencapai omzet sekitar Rp150 juta sebulan. Diakui Ali Marten, jika omzet dibawah Rp100 juta, maka koperasi bisa merugi. Karena, biaya operasional cukup tinggi di samping perawatan mesin akibat penyusutan setelah dipakai hampir 12 tahun.

Untuk biaya operasional, pengurus harus mengeluarkan gaji karyawan, membeli garam 2 ton sebulan senilai sekitar Rp7 juta, amoniak 75 kilogram senilai Rp3,6 juta dan biaya listrik. Yang paling besar adalah biaya untuk listrik. Sejak tak ada lagi subsidi listrik, cost produksi sangat terbebani oleh pembayaran listrik.Jika sebelum tahun 2013 biaya listrik paling hanya Rp36 sampai Rp40 juta sebulan, saat ini tagihan listrik bisa mencapai Rp88 juta sebulan. “Kami sudah coba minta keringanan pada PLN untuk minta subsidi karena ini adalah koperasi nelayan, tapi tak bisa. Ini yang menjadi kendala saat ini, cost listrik yang sangat besar. Tak pandai saya mencari jalan keluar sampai saat ini,” keluhnya.

Kendala lainnya adalah jika cuaca sedang badai. Dalam setahun, biasanya ada dua atau tiga bulan yang sering badai. Jika itu terjadi, maka pendapatan bisa minim. Sebagai gambaran, katanya, biaya operasional pabrik sehari rata-rata Rp3 juta. Jika pendapatan kurang dari itu, tentu akan rugi.“Dulu listrik murah, belum naik. Mesin masih baru. Sekarang sebaliknya. Penyusutan mesin pun cukup banyak. Sementara, tak mungkin kita dibantu terus. Tapi Alhamdulillah, pabrik masih stabil sampai kini. Di daerah lain, sudah banyak yang tak bisa dipakai,” bebernya.

Meski demikian, pengurus berusaha semaksimal mungkin untuk menjalankan pabrik dan koperasi dengan baik. Rapat Anggota Tahunan (RAT) koperasi selanjutnya akan diadakan pada Maret 2019. Sisa Hasil Usaha (SHU) pun tetap lancar bagi anggota, di samping rencana untuk membangun kantor baru.

“Kita dari pengurus tentu berharap koperasi tetap berjalan dengan bagus. Karena, ada 4 karyawan yang bergantung hidup di sini. Kalau tidak ada pabrik, kemana mereka cari makan? Selain itu, nelayan tentu akan kesulitan lagi mencari es balok. Orang pusat pun selalu menekankan agar pengelolaannya tetap bagus dan jangan sampai macet,” ujarnya.Malahan, katanya, Kementerian Koperasi pernah menawarkan pula bantuan untuk membuat es kristal. Tapi, pengurus menolak karena khawatir tidak bisa jalan. Pasalnya, di samping cost yang besar, kebutuhan masyarakat di sana yang kebanyakan nelayan adalah es balok, bukannya es kristal.

KUD Mina Sinar Laut adalah salah satu bukti bahwa nelayan pun bisa berdaya. Walaupun banyak yang mengatakan kalau nelayan adalah kelompok yang rawan karena kehidupan mereka tergantung dengan alam dan rawan akan jeratan rentenir dan kemiskinan, tapi KUD Mina Sinar Laut berusaha semampunya untuk hidup dari anggota dan untuk kesejahteraan anggota yang notabena adalah nelayan. KUD Mina Sinar Laut juga menjadi bukti bahwa koperasi menjadi kekuatan yang benar-benar nyata bagi pergerakan ekonomi rakyat, termasuk masyarakat nelayan. (Eriandi wartawan harian singgalang)

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini