Masuk Akalkah Kelangkaan Elpiji Terjadi?

Foto Harian Singgalang
×

Masuk Akalkah Kelangkaan Elpiji Terjadi?

Bagikan opini

Oleh: Defiyan Cori(Ekonom Konstitusi)

Ada apakah dengan isu kelangkaan LPG (Liquefied Petroleum Gas)/elpiji 3kg kembali terjadi di sejumlah daerah Indonesia. Fenomena aneh memang, yang kembali berulang dan sampai saat ini tidak tahu penyebab ujung dan pangkalnya.Padahal, Presiden pun telah bolak balik mengeluhkan besarnya beban subsidi energi (termasuk elpiji 3kg) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang jumlahnya hingga Rp502,4 triliun? Ada apakah gerangan dengan permasalahan ini. Sementara, para pengusaha elpiji menaikkan harga elpiji 3kg subsidi tersebut tanpa memperhatikan kaidah dan ketentuan dalam per-Undang-Undangan yang berlaku, yangmana harganya sampai ke tangan konsumen mencapai antara Rp22.000-Rp27.000.

Sebelum kejadian kelangkaan elpiji 3kg bersubsidi ini terjadi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (MESDM) telah mengusulkan penambahan kuota gas subsidi, LPG 3 kilogram (kg) pada tahun 2024 sebesar 8,3 juta metrik ton (MT). Lalu, pertanyaan penting yang harus diklarifikasi kepada publik, khususnya juga dialamatkan kepada Presiden Joko Widodo yang selama ini mengeluhkan bengkaknya subsidi energi, mengapa tidak ada korelasi antara keluhan beban subsidi dengan penambahan kuota itu? Setelah itu, kenapa elpiji 3kg bersubsidi tiba-tiba langka di tengah masyarakat?Tidak hanya itu, alokasi dan realisasi subsidi energi selalu berbeda-beda jumlahnya, justru malah terjadi peningkatan selama 5 (lima) tahun terakhir, atau rata-rata di atas Rp100 Triliun. Realisasi subsidi tertinggi terjadi pada Tahun 2018, yaitu Rp145,1 Triliun yang terdiri dari masing-masing, subsidi BBM dan LGP tabung 3 kg sebesar Rp97 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp48,1 triliun. Untuk itulah publik juga harus punya perhatian serius (concern) atas membengkaknya realisasi subsidi energi yang mencapai Rp502,4 Triliun (bahkan Kementerian Keuangan menyebutkan angka Rp650 triliun tahun 2022) dan siapakah penerima manfaat yang sebenarnya.

Selain itu, yang lebih penting dipertanyakan adalah apakah LPG 3kg ini hanya dikonsumsi oleh kelompok masyarakat RT miskin atau juga kelompok masyarakat kaya? Sebab, potensi penyimpangan alokasi dan realisasi konsumsi subsidi LPG 3kg sangat terbuka karena oleh 2 faktor, yaitu Pertama ketiadaan peraturan pemerintah (regulasi) yang membatasi pembelian LPG 3kg oleh hanya kelompok masyarakat RT miskin. Kedua, adanya disparitas harga LPG 3kg bersubsidi dengan LPG 12kg non subsidi yang dijual Rp200.000 lebih. Oleh karena itu, peraturan tentang kelompok sasaran masyarakat konsumen RT miskin inilah yang lebih mendesak (urgent) disiapkan segera oleh MESDM melalui kewenangan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dibandingkan usulan penambahan kuota.Akankah ketidaklogisan keluhan Presiden Joko Widodo, kebijakan alokasi subsidi energi, dan "permainan" kelangkaan elpiji 3kg ini akan terus dipertahankan dan dibiarkan tanpa adanya perbaikan Peraturan Presiden? Apakah masuk akal keluhan beban alokasi subsidi di APBN yang bengkak, lalu penyelesaiannya penambahan kuota? Benarkah kelangkaan elpiji 3kg tersebut sesuatu yang wajar terjadi atau sebaliknya ada kepentingan lain? (*)

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini