Nestapa Warga Tanjung Jajaran; Tujuh Anak Rosmaini Meninggal, Dua Kali Melahirkan dalam Perjalanan

Foto Harian Singgalang
×

Nestapa Warga Tanjung Jajaran; Tujuh Anak Rosmaini Meninggal, Dua Kali Melahirkan dalam Perjalanan

Bagikan opini

PADANG - Beratnya medan yang dilalui membuat warga Tanjung Jajaran, Nagari Galugua, Kecamatan Kapur IX, Limapuluh Kota harus menerima kenyataan pahit. Kampung mereka dikungkung alam beringas bersama kebun gambir yang terisolasi.Jorong Tanjung Jajaran berada pada jarak 249 kilometer dari Kota Padang. Satu nagari dengan tiga jorong lainnya di Kenagarian Galugua, Kapur IX, Limapuluh Kota.

Sama dengan Jorong lainnya, Tanjung Jajaran adalah daerah penghasil gambir. Bedanya jorong ini lebih dekat dengan Rokan Hulu, Riau. Mereka hanya dipisahkan oleh Sungai Kampar yang akan jinak ketika musim kering. Ada 150 kepala keluarga yang bermukim di lereng tebing-tebing cadas tersebut.Rosmaini, 55 warga Tanjung Jajaran Kenagarian Galugua menjadi saksi terisolirnya jorong ini. Bahkan dia merasakan pahitnya memiliki kampung yang dikepung jalan terjal dan jurang yang mengancam.

Matahari yang terik membuatnya santai di balai-balai rumahnya yang semi permanen. Rumah itu hanya berjarak 50 meter dari bibir sungai Batang Kampar.Dua cucunya baru saja selesai mandi. Cucunya yang tua sudah melangkah menuju jalan tanah di tepat di halaman rumahnya. Bedaknya masih belepotan di pipi dengan kulit sawo matang. Sementara cucunya kedua bergelayut dengan anaknya. 

"Itu anak kakak," kata Rosmaini tersenyum.Ternyata cucunya itu bukan lahir dari anak kandungnya, tapi dari anak kakak Rosmaini. Anaknya kakaknya, ada tujuh orang.

Sementara dia sendiri juga pernah melahirkan 7 orang anak. Tapi tak satupun anaknya yang hidup mendampingi hingga umur sekarang. Mereka pergi lebih cepat meninggalkan ibunya, paling lama umur anaknya hanya 3 hari. Anak surga."Semua anak saya meninggal," kenangnya.

Gadih Panak, begitu dia biasa disapa. Sapaan itu didapatnya karena tubuhnya yang sedikit pendek. Dia memiliki cerita pahit akibat jalan parah di daerahnya itu. Karena anaknya lahir dan meninggal di jalan menuju rumah bersalin.

"Disini tidak ada bidan desa, kalau mau berobat harus ke Sialang atau ke Muaro Paiti," katanya lagi.Dengan sedikit berat, Rosmaini mengenang bagaimana dia buru-buru menuju Sialang untuk bersalin. Karena sudah waktunya melahirkan, sudah bukaan dua tapi belum pecah ketuban.

Dia kemudian menuju Sialang. Namun, jalan yang dilewatinya bukan jalan yang landai dan rata. Tapi jalan terjal dan lobang-lobang besar menganga. Jika salah langkah akibatnya fatal.Karena jalan yang sulit, baru separuh jalan. Tepatnya Batu Jonjang, anaknya sudah lahir. Dengan perlengkapan seadanya dia melakukan persalinan di sebuah kedai.

"Di Batu Jonjang namanya, dulu kan ada kedai. Saya melahirkan disitu, ternyata tidak lama. Setelah melahirkan, anak saya ternyata sudah meninggal. Saya balik lagi pulang. Anak saya dikubur," kenangnya.Anaknya yang lain juga lahir di jalan. Kali ini dia memilih jalan lain, tidak melewati Batu Janjang, tapi melalui Segol. Rosmaini belum beruntung. Kali ini anaknya juga lahir dalam perjalanan.

"Itu juga meninggal. Anak saya semuanya meninggal, paling tua umurnya hanya 3 hari. Itu dulu kan jalannya parah sekali. Sekarang juga begitu," ujarnya.

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini