Musibah Galodo Bagaimana Akal Lagi

Foto Khairul Jasmi
×

Musibah Galodo Bagaimana Akal Lagi

Bagikan opini
Ilustrasi Musibah Galodo Bagaimana Akal Lagi

Apa solusi jangka panjang pemerintah untuk kampung-kampung kita yang dihantam galodo? Para ahli ada solusi? Bukankah sudah berbulan-bulan debu kepundan Marapi menumpuk berton-ton. Apa tak tahu jika hujan, akan jadi bencana? “Kita akan ke kita akan saja pemerintah ini.”

Makanya kemudian, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengakui pemerintah lengah dalam menangani bencana banjir bandang lahar dingin di Sumatera Barat, sebagaimana dilansir CNN.

Lalu adakah solusi? Adalah, tapi apa bisa atau kapan dieksekusi? Jalan rusak saja dibiarkan. Jembatan kecil berkaki empat, membuktikan secara akurat dua kali rakyat kena galodo dalam waktu berdekatan. Kafe di tepi Batang Anai itu, alamak.

Galodo memang mengerikan. Tiba-tiba saya teringat galodo Marapi 1979, tapi yang 2024 ini lebih parah dan luas. Istilah galodo memang dikenal luas sejak akhir 70-an itu karena pemberitaan surat kabar.

Banyak nagari di kaki Marapi sudah merasakan galodo dan di kaki Singgalang, juga. Sementara daerah lain seperti di kaki Sago dan Kerinci, mengalami hal yang sama.

Pemerintah mencatat jumlah korban dan kerugian. Sayang, belum mengelola kehidupan dan pemukiman di alam yang indah permai ini. Di pantai, danau, sungai, lembah dan gunung. Belum sampai program ke sana, tapi bencana tak menunggu hal itu.

Dalam pola pemukiman tradisional, rakyat mendirikan rumah sepanjang jalan, atau sepanjang sungai. Makin ramai penduduk, kian berlapis rumah ke belakang. Lalu, kian tak beraturan. Berpuluh tahun lamanya, anak sungai dari gunung, tak ada masalah, tiba-tiba sekarang terjadi. Itulah musibah datang sedundun dengan letusan gunung.

Kasus Lembah Anai, lain lagi, itu kesalahan. Yang juga salah, membangun jembatan kecil berkaki empat di Bukit Batabuah. Kesalahan atau kelalaian berikutanya pemerintah tidak membaca dengan cermat peringatan dini dari BMKG. Akibatnya, info penting itu tak terkomunikasikan secara berjenjang ke bawah. Dalam istilah saya, "sudah berdaun," muncung orang BMKG mengingatkan.

Bencana alam ini, merenggutkan kenyamanan kampung-kampung kita, sekaligus menimbulkan kesadaran dan solidaris bersama. Musibah yang sama menyisakan banyak kisah, apalagi tentang kematian sia-sia. Juga tersisa emas yang disimpan dalam kaleng biskuit yang dihanyutkan galodo 2024, tapi kemudian ditemukan kembali. Beda dengan 1979, kabarnya ada rupiah emas disimpan dalam senter, hanyut dan tak bertemu lagi. Entah iya entah tidak.

Yang pasti, galodo menimbulkan korban manusia, harta benda. Juga menggerus sisi kemanusiaan kita. Musibah ini lampu merah bagi pemerintah, mengurus rakyat tidaklah gampang, apalagi membantu mereka terhindar dari bencana alam.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini