Oleh Khairul JasmiUlama dunia paling berpengaruh di nusantara awal abad lalu, tak lain Syekh Ahmad Khatib al Minangkabawi, yang tiga muridnya mendirikan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama serta Persatuan Tarbiyah Islamiyah. Nama imam besar Masjidil Haram inilah yang akan dipakai untuk Masjid Raya Sumatera Barat.
“ Insya Allah sebelum tutup tahun, penamaan itu akan diresmikan oleh Presiden Jokowi,” kata Gubernur Mahyeldi di Gubernuran, Padang, seusai bertemu dengan Khalid, cicit buyut dari Syekh Ahmad Khatib al Minangkabawi, Ahad (22/10) malam. Khalid terbangd dari Jeddah bersama istrinya untuk melihat kampung halamannya, Balai Gurah dan Koto Gadang. Ahmad Khatib anak Aminah, warga Jorong Koto Tuo, Balai Gurah, Ampek Angkek, Canduang. Sedang ayahnya, Abdul Latief Khatib Dinagari, berasal dari Koto Gadang, Ampek Koto, Agam. Ayahnya ini, adalah adik dari kakek Agus Salim, serta Baay Salim, ayah Emil Salim dan masih bakarik berkerabat dengan Ruhana Kuddus.Saya hadir dalam pertemuan itu, sebab saya sudah hampir setahun belakangan berkomunikasi dengan Khalid, guna meminta bahan-bahan untuk penulisan novel biografi Syekh Ahmad Khatib, yang segera dialihbahasakan ke Arab. Kepastian ini disampaikan Yasser, saudara kandung Khalid kepada saya, di Jakarta (26/9).
Masjid RayaMasjid Raya di Jalan Khatib Sulaiman, Padang, terbesar di Sumbar. Luasnya 4.430 meter. Pembangunan dimulai Desember 2007. Kehadiran masjid dipicu oleh sebuah peristiwa pada salah satu hari Jumat, Januari 2006. Kala itu terjadi pertemuan bilateral antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Perdana Menteri Malaysia, Abdullah Ahmad Badawi atau Pak Lah di Bukittinggi. Karena tidak ada masjid yang pas di Padang, maka Shalat Jumat dilaksanakan di Masjid Agung, Tangah Sawah, Bukittinggi.
Pemicu sebenarnya sindiran Wapres Jusuf Kalla, ia membandingkan Makassar yang diislamkan oleh orang Minang dengan Padang. Tak ada masjid besar di Padang. Wapres mendesak Gubernur Gamawan Fauzi untuk segera membangunnya. Maka kemudian, masjid dibangun tiga lantai dan diresmikan pada 4 Januari 2019, yang memakan biaya sekitar Rp330 miliar. Ide awal diluncurkan kabarnya oleh Gubernur Zainal Bakar, baru dikerjakan Gamawan Fauzi, diselesaikan oleh Irwan Prayitno, dijaga oleh Mahyeldi.Masjid mantap ini, mengadopsi bentangan kain tatkala empat kabilah Suku Quraisy berbagi kehormatan ketika memindahkan Hajar Aswad. Puncak-puncak masjid meniru gaya rumah gadang.
Desain masjid merupakan hasil sayembara yang dimenangkan tim yang diketuai arsitek Rizal Muslimin beranggotakan Muh. Yuliansyah, Ropik Adnan, dan Irvan P. Darwis. Rizal adalah arsitek dari kantor konsultan arsitektur Urbane Ridwan Kamil Bandung. Masjid ini menjadi satu dari 7 di dunia yang meraih Penghargaan Abdullatif Al Fozan untuk Arsitektur Masjid periode 2017–2020. Masjid kebangaan itulah yang akan dinamai, Masjid Raya Sumatera Barat, Syekh Ahmad Khatib.Khalid dan Yasser
Buku novel biografi berjudul Syekh Ahmad Khatib al Minangkabawi, Guru Para Ulama Nusantara dicetak Republika Penerbit 2023, ada satu bab tentang ulama besar itu tak mewariskan satu lembar foto pun. Saya akhirnya tak mengambil lukisan yang diklaim sebagai ulama tersebut. Khalid kepada saya menuliskan: “Kami tak punya fotonya.”Siapa Khalid? “Ibuku adalah Nadia. Ayahnya adalah Fouad. Kakekku itu, putra Abdul Hamid, putra Shikh Ahmed Al Khatib." Jadi Khalid adalah generasi keenam. Ia bersaudara dengan Yasser. Jumlah anak cucu Ahmad Khatib di Saudi dan Mesir saat ini, sekitar 2000 orang.Salah seorang murid Syekh Ahmad Khatib adalah ayah Buya Hamka,Karim Amrullah mencatat seperti ini: Tuan Ahmad Khatib gagah perkasa, mukanya jernih, di keningnya terdapat kesan sujud, janggutnya lancip.Penjelasan keturunannya di Saudi Arabia bahwa mereka tidak punya satupun foto kakek buyutnya, sebenarnya bisa dipegang agar siapa saja tak usah lagi memasang foto ulama lain untuk diri Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, karena menyesatkan.
Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi adalah orang Minangkabau tulen. Rumah saudaranya juga masih ada di Koto Tuo, Balai Gurah, nagari yang melahirkan banyak ulama beken. Rumah dan keturunan bakonya di Koto Gadang, juga masih ada. Jika foto Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi tidak ada, tapi foto anak-anaknya tentu ada bahkan banyak dari mereka yang memiliki dokumentasi yang lengkap.Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi lahir di Koto Tuo pada 1860 dan meninggal di Mekkah 1916. Ulama-ulama besar Minangkabau adalah murid langsungnya. Juga di Malaysia, Turki dan banyak pula negara-negara Timur Tengah.
Cicit buyut ulama inilah, Khalid yang diterima Gubernur Mahyeldi. Waktu itulah, disampaikan kepada saya, “segera akan dinamai Syekh Ahmad Khatib.” Memang, sebenarnya masjid itu belum bernama. Masjid Raya Sumatera Barat, bukanlah nama tapi status.Dalam pertemuan di Gubernuran itu hadir sejumlah pihak, antara lain ustad dan pengasuh Ponpes Ahmad Khatib Balai Gurah, Agam, Buya Afdhil Fadli. Hadir juga dunsanak Khalid dari Koto, Balai Gurah yang bermukim di Jakarta, Yufimar Ali.
Komunikasi saya terbangun dengan Khalid sejak awal tahun lalu, ketika buku akan ditulis. Kontaknya bisa didapat lewat saudaranya yang lain, yang dimiliki oleh ustad Muslim Mulyadi.Di Gubernuran Khalid menyerahkan kaligrafi untuk Gubernur Mahyeldi. Dalam pertemuan itu hadir sekitar 25 orang. Khalid pada Senin akan ke Koto Tuo, Balai Gurah daerah asal Ahmad Khatib. Selain itu juga ke Koto Gadang, kampung bako Ahmad Khatib.