Baru-baru ini saya membaca sebuah artikel yang menarik. Pertama soal resesi sek yang terjadi di beberapa negara belakangan ini.Kedua soal hutle culter yang mulai dikeluhkan kaum milenial di negara China akhir-akhir ini.
Sebelum mengupas lebih jauh tentang dua hal itu, sebaiknya dipahami arti atau makna dari keduanya.Resesi sek adalah istilah yang belum terlalu populer dan baru muncul belakangan ini.
Sebelumnya krisis yang akrab dikenal adalah krisis anggaran, krisis sosial, krisis keuangan, krisis multidimesional dan beberapa krisis lainnya.Resesi sek yang istilahnya baru
dimunculkan itu bermakna bahwa pada suatu kurun waktu tertentu (nanti), maka jumlah peduduk di suatu negara akan terus berkurang atau penduduk akan tumbuh rendah, disebabkan orang makin ingin hidup tanpa lembaga pernikahan dan generasi berusia (subur) enggan untuk menikah atau kawin dan memiliki keturunan.Tentu saja ini mengkhawatirkan, karena akan menghambat keberlanjutan pebangunan yang bertumpu pada Sumberdaya manusi.
Sementara istilah Hustle culture dimaknai sebagai gaya hidup seseorang yang terus bekerja dengan waktu panjang dengan istirahat yang singkat.Dengan mencuplik dua artikel yang bersifat KELUHAN itu, maka sesungguhnya saat ini ada masalah yang terjadi atau akan terjadi dimasa datang.
Disatu sisi, ada sejumlah orang yang tak mau di "bebani" masalah hidup berkeluarga yang di katakan mereka ribet, memusingkan dan mengekang kebebasan dan mending hidup sendiri sebagai lajang yang dapat menentukan apa maunya diri tanpa ada yang membatasi, dan dilain sisi sebagian orang di negara industri mengeluh dengan gaya hidup sangat banyak bekerja dan minim istirahat, lalu menyerah .Sekitar tahun 80 an, saya mendengar cermah Duta Besar Indonesia untuk negara Jepang, Letjen (purn) Sayidiman.Beliau menceritakan bagaiman masyarakat jepang yang sangat disiplin itu menjadi masyarakat yang "gila kerja" atau workaholic.Setelah perang dunia kedua berakhir dan Jepang kalah oleh sekutu di tahun 1942, mereka tak meratap panjang, tapi segera bangkit dari kehancurannya dengan menggerakkan sumberdaya manusianya secara maksimal.
Dalam waktu yang singkat, akhirnya Jepang kembali tampil sebagai negara industri yang maju di dunia.Semenjak tahun 70 an, ketika indutrialisasi dan teknologi mulai berkembang pesat di dunia, masyarakat dunia pelan pelan bergeser menjadi masyarakat gila kerja atau workaholic.
Di jepang, kata Sayidiman, laki laki kalau pulang kerja lebih cepat, merasa malu dengan keluarganya. Karena di anggap sebagai orang yang tak terpakai.Akibat gila kerja, banyak orang di jepang tidur di hotel kapsul karena sudah letih bekerja dan jarak ke rumah yang jauh.
Demikian gila kerjanya masyarakat jepang, hingga negara mengkampanyekan cuti untuk rakyatnya, bahwa cuti bukan dosa. Bahkan ada yang memberi insentif bagi karyawannya untuk cuti.Di beberapa negara lain, sekarang sedang di lakukan uji coba untuk bekerja 4 hari dalam seminggu, dengan moto 100 zarro 100, artinya, dengan perencanaan yang sempurna, istirahat yang cukup, akan menghasilkan kinerja bernilai sempurna.