Sehangat Kopi Aceh, Seramai Kafe-kafe Mereka

×

Sehangat Kopi Aceh, Seramai Kafe-kafe Mereka

Bagikan berita
Kafe-kafe di Aceh yang  ramai
Kafe-kafe di Aceh yang ramai

Banda Aceh— Saya tiba di Solang Koffee, Banda Aceh, pada senja yang basah, Minggu (19/5/2024). Tapi, suasananya sehangat kopi aceh. Ramai. Ada 60 meja berkursi empat. Atas bawah. Penuh.

Di kota ini setidaknya ada 300 kedai kopi, yang menghidangkan kopi racikan sendiri dari rimba-rimba mereka, dari hutan dekat rumah, dari ladang-ladang penduduk dan kebun-kebun sendiri.

Kopi saya belum datang, sedang diracik. Agak lama, padahal sebentar lagi Magrib tiba. Kafe ini, tutup order 15 sampai 20 menit, demikian tiap waktu shalat tiba. Sehabis Isya, buka lagi kemudian sampai malam menancap kuat dalam gelap.

Dan kopi itu pun datang. Sero ternyata. Saya menyaksikan seorang gadis belia ditemani ayah bundanya menikmati hidangan di kafe ini, juga sejumlah pria yang asyik bercerita sesama. Ada rombongan semeja panjang, beserta beberapa anak kecil.

Rizki Maulana pegawai di sini, seorang mahasiswa USK, memperlihatkan bubuk kopi Solong dalam kemasan kepada saya. Ada banyak varian dan aroma.

Kafe ini punya 10 karyawan, terletak di Pangoh Raya, Banda Aceh. Kota dengan jumlah penduduk 259.538 jiwa ini, luasnya 61,36 Km2, adalah kota yang homogen, yang penduduknya akrab serta suka melayani tamu. Sopir yang membawa saya, Fachrul, asli Banda Aceh, selepas dari kafe ini, akan mengantar saya ke Masjid Raya Baiturrahman. Magrib hampir tiba.

Gerimis masih jatuh satu-satu, jalanan basah, lampu jalan sudah menyala. Saya sekarang di sini, untuk kedua kalinya. Pertama saat GAM, ketika ditugaskan Berita Buana pada 1992. Hendak hati akan meliput, ternyata hanya mutar- mutar di kota Banda Aceh naik motor wartawan Serambi. Lalu wawancara dengan Kapolda.

Saya memang harus pergi, meninggalkan kafe Solong nan ramai. Kafe terkenal ini, punya kebun sendiri, bukan kopi gayo. Kafe dengan satu kafe pertama dan 6 cabang itu, masih saja ramai. Saya pergi bergerak ke masjid ikonik dan bersejarah Aceh. Masjid yang dilamun amukkan tsunami pada 2004 tapi tak rusak, seolah berkata, “tsunami jangan sentuh saya.”

Aceh yang baik, tak menyeramkan seperti bayangan saya.

“Izin saya pergi dulu,” kata saya tadi sebelum meninggalkan kafe.

Editor : yoserizal
Bagikan

Berita Terkait
Terkini