Kendari, Bila Malam Telah Tiba...

Foto Harian Singgalang
×

Kendari, Bila Malam Telah Tiba...

Bagikan opini

Teluk Kendari, atau yang dikenal dengan Kendari Beach, adalah kisah tentang laut nan tenang.Bila malam telah tiba, lampu-lampu warna warni menguasai tepian dan teluknya.

Saya duduk di Universal Cafe, tempat nongkrong dua lantai, yang selah satu sisinya tak berdinding.Pelanggan dengan leluasa bisa menatap laut yang berlampu. Di sini, Senin (7/2) sudah pukul 22.00 WITA lewat, tapi kerlap-kerlip lampu itu akan terus ada sampai suara azan subuh berkumandang dari masjid terapung, Al Alam di teluk itu.

Masjid terapung tersebut, adalah ikon Kendari.Saya, Widya Navies dan Syaiful Husen dari Singgalang, mencoba berbenta-benta di Kendari. Tak jelas hendak kemana. Yang pasti, putar-putar saja, tapi bukan raun panik. Yang panik mungkin sopir yang membawa kami, sebab ia datang dari Makassar, 10 jam jalan darat. Kami tak tahu Kendari, dia juga tidak. Podo.

Tapi tidak. Ia tak panik, sebab ia bukan belum pernah ke sini, namun tak sering. Ia membawa kami berkeliling membelah malam. Jalan-jalan oke, masker juga oke. Saya pasang dua lapis.Kendari, bila malam telah tiba, maka teluknya adalah halaman depan bagi warga kota tersebut. Teluk itu, tenang, setenang hari warganya. Teluk itu, indah, seindah cakap warganya.

Teluk seluas kira-kira 11 Km bujur sangkar itu, terhampar dengan panjang garis pantai 23,85 Km. Pasirnya hitam, sehitam rambut gadis-gadisnya.Teluk ini, adalah tempat singgah pelaut-pelaut ulung. Juga tempat timbunan sejarah dan kisah peradaban. Apalagi cinta.

Dan malam ini, memang ada yang memadu kasih disaksikan riak laut yang mengirimkan irama pada pantai Jalan Ir H. Alala itu. Memang di depan pantai membentang jalan By Pass, untuk memperlancar arus barang dan orang.Di lantai dua Wash Caffe tersusun bebepa meja dan kursi yang rancak. Kami mengambil satu meja beralaskan karpet biru. Di sini, kami leluasa memandang ke teluk tatkala sebagian besar dari 350 ribu warga kota sudah tidur.

"Tak ada pusat kota Pak, ya beginilah Kendari," kata sopir, Kahar.Hampir tak ada bangunan bertingkat tinggi. Jalan jalur dua. Jika siang, trotoar terlihat kusam. Di sini baik siang atau malam, tak saya lihat yang jongkek-jongkek. Yang bersua, dimana ada kafe di sana ada mushalla dengan kran-kran air yang memadai.

Kota ini kecil saja. Mirip-mirip Bengkulu. Saya menyaksikan banyak ekskavator, mungkin untuk keperluan penambangan. Kota datar ini, memang agak sepi, sekarang ramai oleh wartawan peserta HPN.Malam telah takluk dalam gulita, pasrah ke tangkai waktu. Saya kembali ke hotel. AC menderu tapi tak dingin. TV menyala namun siaran nyaris tak ada. Saya berlalu bersama malam menuju pagi dalam tidur di kota nan jauh, di kali depan Celebes.(*)

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini