Vaksin Buatan Indonesia Didaftarkan ke WHO

Foto Harian Singgalang
×

Vaksin Buatan Indonesia Didaftarkan ke WHO

Bagikan opini

JAKARTA - PT Bio Farma (Persero) segera memproduksi 2 vaksin dalam negeri, yaitu Vaksin BUMN dan Vaksin Merah Putih. Persiapan tengah dilakukan agar dapat diproduksi mulai pada pertengahan tahun ini atau Juli 2022.Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir menjelaskan, saat ini pelaksanaan uji klinis tahap dua terhadap kedua vaksin targetnya akan dilakukan pada April 2022. Namun untuk Vaksin BUMN, saat ini telah di daftarkan ke WHO agar diketahui oleh masyarakat seluruh dunia.

"Vaksin BUMN ini juga sudah kita daftarkan di WHO, karena agar dunia juga tahu bahwa ada perkembangan vaksin di belakang," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, Senin (24/1/2022).Dirut Bio Farma itu berharap pada Juli 2022 pihaknya sudah mengantongi otorisasi penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk kemudian dilakukan proses produksi. Adapun kapasitas produksi yang disiapkan sebanyak 250 juta dosis per tahun.

"Jika semua lancar Juli 2022 semua sudah bisa dapat EUA yang akan segera kami produksi secara massal di kapasitas produksi Biofarma. Kami sudah menyiapkan total kapasitas itu adalah 250 juta dosis per tahun," sambungnya.Sebagai informasi vaksin Merah Putih merupakan hasil kerja sama perseroan dengan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan PT Biotis Pharmaceutical Indonesia. Sebaliknya, Vaksin BUMN dikerjasamakan antara Bio Farma dan Baylor College of Medicine, Amerika Serikat.

Menurutnya Vaksin Merah Putih atau formula satu sudah melewati uji klinis tahap satu terhadap orang dewasa dan lansia pada awal Desember 2021. Sedangkan Vaksin BUMN atau formula dua, baru akan memulai uji tahap satu pada awal Februari 2022. Uji klinis tahap dua dan tiga bagi kedua jenis vaksin tersebut ditargetkan pada April 2022 untuk kemudian mengantongi EUA pada Juli 2022.Honesti menerangkan Bio Farma sengaja mengembangkan dua jenis vaksin yang berbeda mengingat akan ada ketidakpastian keberhasilan riset selama keseluruhan proses berlangsung.

"Untuk setiap tahapan itu pasti ada risiko kegagalannya. Pernah ada satu vaksin yang dikembangkan oleh pengembang di Jerman, pada saat selesai uji tahap tiga ternyata tidak memenuhi standar WHO dan harus mengulang dari awal," pungkasnya. (okezone)Artikel Asli

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini