Masyarakat Sumatera Barat dikagetkan dengan berita korban pemerkosaan ayah tiri di Kabupaten Padang Pariaman. Gadis yang berinisial (K) ini diusir warga kampung setelah melahirkan seorang anak setelah diperkosa oleh ayah tirinya. Hal ini disampaikan langsung oleh Pimpinan Rumah Perlindungan Sosial Anal (RPSA) Pariaman. Hingga saat ini, ayah tiri yang merupakan pelaku pemerkosaan terhadap (K) masih belum tertangkap (25/02/2025).
Hal ini menunjukkan betapa terpuruknya korban kekerasan seksual. Tidak hanya mengalami trauma dan melahirkan sebelum waktunya, korban bukannya mendapat dukungan dan perlindungan, malah dikucilkan bahkan ditolak masyarakat sekitar. Seluruh lapisan masyarakat memiliki peran yang besar terhadap pemulihan dan perlindungan korban kekerasan seksual yang sering kali mendapatkan perlakuan tidak adil.
Memberikan sanksi sosial dan melaporkan ke aparat berwenang kepada pelaku pemerkosaan merupakan hal yang tepat dilakukan, namun ironisnya hal ini juga diterapkan pada korban permerkosaan. Korban pemerkosaan merupakan individu yang mengalami hubungan seksual secara paksa, tanpa persetujuan, bukan individu yang terlibat dalam tindakan perzinahan yang merupakan aib yang sangat dibenci masyarakat. Melindungi korban kekerasan seksual merupakan tanggung jawab bersama, bukan tanggung jawab individu.
Penelitian yang dilakukan Resty Maudina Septiani (2017) menunjukkan bahwa novel Speak Up merepresentasikan kontribusi masyarakat, baik teman, keluarga, institusi, serta warga sekitar terhadap kecenderungan anak yang mengalami kekerasan seksual untuk tetap diam dan makin terpuruk. Hal ini tidak lepas dari tanggapan atau reaksi yang diberikan masyarakat terhadap korban kekerasan seksual.
Meskipun penelitian ini dilakukan di tahun 2017, kejadian yang sama masih terulang hingga saat ini. Seorang siswi di Kota Bitung mengalami depresi dan tidak ingin melanjutkan sekolah kembali akibat dikucilkan teman-teman sekolahnya setelah diketahui menjadi korban pemerkosaan oleh guru matematika di sekolahnya (25/02/2025). Bukannya berempati dan merangkul temannya yang menjadi korban pemerkosaan, teman-teman korban malah mengucilkan dan memperburuk kondisi dan trauma yang dialami korban.
Tak hanya itu, ayah sebagai kepala keluarga yang diharapkan pelindung pertama malah merupakan pelaku pemerkosaan. Kasus pemerkosaan oleh anggota keluarga sampai saat ini masih sering terjadi. Ayah yang diharapkan dapat melindungi, malah merupakan pelaku pemerkosaan. Ibu yang sering tidak peka ataupun telalu sibuk tidak sadar bahwa anaknya menjadi korban pemerkosaan ayah kandung ataupun ayah tirinya sendiri. Remaja di Palembang telah diperkosa ayahnya selama 9 tahun. Korban tak melaporkan karena ancaman ayahnya (20/11/2024).Kasus terungkap karena akhirnya korban memberanikan diri mengumpulkan bukti dengan merekam kejadian terakhir dan melaporkannya ke polisi. Jaka ditelusuri kembali, kasus siswi SD (13) di Baubau, Sulawesi Tenggara yang menjadi korban pemerkosaan oleh 26 orang pria (24/06/2024) tidak hanya menyebabkan korban putus sekolah akibat malu, tetapi korban juga dikucilkan oleh warga sekitar rumah kakeknya. Bukannya berempati, korban dikucilkan dan terpaksa dibawa oleh tantenya untuk tinggal bersama tantenya.
Tentunya kita masih ingat kasus kakak (17) dan adik (15) di Purworejo yang diperkosa oleh 13 pria yang merupakan tetangga sendiri (30/10/2024). Bukannya berempati, beberapa tetangga malah beramai-ramai memanfaatkan keadaan ayahnya yang meninggal dan ibunya yang mengalami keterbelakangan mental dan memperparah trauma yang dialami korban yang tak berdaya dengan tak hanya memperkosa bergantian selama berbulan-bulan tetapi juga mencekoki korban dengan miras serta mengancam akan menyebarkan video mereka.
Bukannya berempati, dilaporkan diduga ada upaya menutupi kasus yang dilakukan oleh perangkat desa setempat. Bahkan ironisnya, salah satu korban melahirkan dan dipaksa nikah siri. Tentunya kita masih ingat siswi SMP (15) korban pemerkosaan pengurus panti (53) di Bangka Belitung yang diduga dicabuli tersangka polisi Brigpol AK saat melapor ke Mako Polsek Tanjung Pandan terhadap kasus pemerkosaan yang dialaminya (17/07/2024). Bukannya berempati dan melindungi masyarakat sebagai aparatur sipil, Brigpol AK memperdalam trauma dan ketakutan yang dirasakan korban. Jika ditelusuri lebih lanjut, kasus yang sama juga terjadi pada tahun 2022, Iptu M Tapril dimutasikan karena kasus dugaan pemerkosaan terhadap korban yang hendak membuat laporan pemerkosaan (19/11/2022).
Sebagai bagian dari masyarakat, kita memiliki tanggung jawab untuk melindungi korban kekerasan seksual agar tidak mengalami trauma berkepanjangan dan kehilangan generasi penerus bangsa. Perlindungan terhadap teman atau kerabat yang mengalami kekerasan seksual dapat mencegah terjadinya kasus serupa. Tak hanya itu, memberi dukungan, mendengarkan, serta memantau laporan kepada aparat yang berwenang memberikan rasa aman dan secara tidak langsung mendorong korban kekerasan seksual yang lain untuk berani melawan dan melaporkan tanpa adanya rasa malu ataupun rasa takut dikucilkan, diabaikan, disalahkan, dihakimi, ataupun kembali dijadikan korban kekerasan seksual. Seluruh masyarakat diharapkan mengingat bahwa mereka ini adalah korban pemerkosaan yang perlu dilindungi, bukan individu yang terlibat aib perzinahan yang harus diberi sanksi sosial. (***)