Srikandi Politik dalam Pilkada 2024: Perspektif Komunikasi Politik dan Persepsi Publik

Foto Dr. Elva Ronaning Roem, M.Si
×

Srikandi Politik dalam Pilkada 2024: Perspektif Komunikasi Politik dan Persepsi Publik

Bagikan opini

Pilkada serentak tahun 2024 menjadi arena politik yang sangat dinantikan, terutama karena semakin tingginya partisipasi kandidat perempuan, atau yang dikenal sebagai "Srikandi Politik." Pada Pilkada sebelumnya, data menunjukkan bahwa partisipasi perempuan sebagai calon kepala daerah terus meningkat, dan pada Pilkada 2024, tren ini diprediksi akan terus berlanjut. Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pada Pilkada 2020, sebanyak 10,5% dari calon kepala daerah adalah perempuan, dan angka ini diperkirakan akan terus bertambah pada kontestasi politik berikutnya.

Namun, keberadaan kandidat perempuan dalam kontestasi politik lokal tidak bisa dipisahkan dari tantangan terkait bagaimana mereka berkomunikasi dan bagaimana mereka dipersepsi oleh masyarakat. Di tengah pandangan tradisional yang masih ada, strategi komunikasi politik yang efektif menjadi kunci untuk mendobrak stereotip gender yang masih membatasi mereka.

Komunikasi Politik: Tantangan dan Peluang bagi Kandidat Perempuan

Baca juga: Batik Tanah Liek

Di era digital ini, komunikasi politik telah berevolusi dengan cepat, dan media sosial kini memainkan peran penting dalam strategi kampanye politik. Para kandidat perempuan dalam Pilkada 2024 memiliki peluang besar untuk memanfaatkan Komunikasi Politik Digital dengan memaksimalkan platform seperti Instagram, Twitter, dan YouTube untuk mendekatkan diri pada pemilih. Platform-platform ini memungkinkan mereka untuk mengendalikan narasi kampanye mereka, menonjolkan sisi humanis, serta menyampaikan program-program yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Strategi komunikasi perempuan sering kali berfokus pada komunikasi empatik. Kandidat perempuan cenderung menyoroti isu-isu yang terkait dengan kesejahteraan sosial, pemberdayaan perempuan, pendidikan, serta kesehatan. Ini adalah bagian dari taktik untuk menarik perhatian pemilih perempuan yang merasakan keterhubungan emosional dengan program-program yang ditawarkan.

Sementara itu, kendala terbesar yang dihadapi adalah pengelolaan citra di hadapan publik yang sering kali terpengaruh oleh stereotip gender. Dalam konteks ini, Teori Konstruksi Sosial Realitas sangat relevan untuk memahami bagaimana media, dalam berbagai bentuknya, membentuk pandangan masyarakat terhadap kandidat perempuan. Media memiliki kekuatan untuk menciptakan persepsi tertentu yang dapat memperkuat atau justru menghancurkan citra para kandidat.

Salah satu masalah yang terus menghantui kandidat perempuan adalah persepsi publik yang sering kali terperangkap dalam stereotip gender. Kandidat perempuan dianggap kurang tegas atau terlalu emosional, padahal kualitas kepemimpinan mereka tidak seharusnya diukur berdasarkan gender. Teori Kognitif Sosial menjelaskan bagaimana masyarakat menginternalisasi stereotip ini dan menggunakannya sebagai dasar penilaian terhadap kandidat.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran publik mulai berubah. Laporan Komnas Perempuan 2023 mencatat peningkatan dukungan terhadap kepemimpinan perempuan, terutama di kalangan pemilih muda. Generasi milenial dan generasi Z cenderung lebih terbuka terhadap ide kesetaraan gender dan bahkan mendukung perempuan yang membawa perubahan sosial melalui kebijakan yang inklusif.

Media dan Pembangunan Citra

Bagikan

Opini lainnya
Terkini