Surau, Silek, Lapau dan Anak Milineal (Gen Z)

Foto Marzul Veri
×

Surau, Silek, Lapau dan Anak Milineal (Gen Z)

Bagikan opini

Tantangan kehidupan semakin besar seiring dengan perubahan sosial di tingkat daerah, nasional dan global. Perkembangan dunia yang demikian pesat dalam bidang teknologi informasi telah menembus dinding geografis, sosial, budaya dan agama. Penggunaan sarana telekomunikasi seperti telepon seluler dan smartphone di era global ini sudah hampir menjangkau seluruh wilayah dan juga seluruh usia.

Tak ada lagi batasan tua dan muda, kampung atau kota, dalam hitungan detik semua mendapatkan informasi yang sama. Bahkan kini standar nilaipun sudah tak lagi jadi penyaring informasi dan berita. Tugas berat kementerian komunikasi dan informatika dalam menghadapi era kini. Hanya mereka yang mampu dan memiliki kewenangan bersama instansi terkait lainnya untuk mengatur lalu lintas informasi.

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, di antara kita juga telah lahir dan membaur generasi muda yang diistilahkan dengan anak milenial (gen Z) atau generasi Z. Mereka lahir, tumbuh dan berkembang di saat booting teknologi informasi. Mereka telah dibentuk dan terbentuk dari alam sosial dan budaya yang berbeda dengan generasi kita.

Mengingat itu, kita mesti berpikir kembali bagaimana relevansi kehidupan mereka dengan tradisi sosial, budaya dan keagamaan kita. Katakanlah di Sumatra Barat yang mayoritas suku Minangkabau yang memiliki beberapa cara pewarisan nilai-nilai sosial, budaya dan agama. Di antaranya melalui tradisi "basurau, basilek, dan ka lapau".

Baca juga: Listrik Mati

Surau merupakan dasar pendidikan agama dan tauhid ala orang Minangkabau..Dimana surau menjadi tempat belajar membaca Alquran, belajar agama dan belajar tentang tauhid dalam berbagai tingkatan "kaji" dan pemahaman. Saya mencoba memperdalam tentang "surau" di Minangkabau dan bertemu dengan guru-guru mengaji yang sudah "masak" serta guru-guru tarikat. Setelah betul-betul mendalami dan menimba ilmu dengan mereka, saya berkesimpulan inilah salah satu yang menyebabkan surau betul-betul jadi tempat "mematangkan" jiwa dan agama orang Minangkabau, tampek mendalami dan "mamutuih kaji".

Sedang "silek" merupakan warisan tradisi orang Minangkabau yang juga dianggap sebagai sebuah proses belajar pembentukan watak dan sikap anak-anak Minang, terutama di masa anak-anak dan remaja. Silek yang kaya dengan filosofis disertai pengembangan dan penguatan mental "anak sasian" atau murid. Dengan belajar silek anak-anak muda Minangkabau dulunya punya mental atau "mantagi" untuk pergi merantau dan menghadapi kehidupan yang banyak tantangan dan ujian.

Satu lagi yang juga berperan dalam kehidupan orang Minangkabau yaitu "lapau". "Lapau" merupakan wadah untuk mendapatkan informasi terutama tentang perkembangan lingkungan, nagari, rantau dan informasi lainnya. Selain lapau juga untuk bersosialisasi. Tak jarang di masa-masa pemilu, "lapau" juga jadi tempat untuk mendapatkan simpati masyarakat atau pemilih.Sejak beberapa tahun yang lalu saya bersama kawan-kawan mencoba membuat gerakan revitalisasi lapau sebagai wadah sosialisasi dan saling berbagi informasi serta pengetahuan. Saya sebut gerakan atau kegiatan itu dengan "Sikola Lapau".

Sementara perubahan sosial yang seperti air bah telah membawa generasi muda kita, khususnya yang disebut Gen Z ke dalam pusaran dunia maya atau digital. Semua orang asyik terutama generasi Z dengan media sosial dan game online Masih mungkinkah generasi Z ini bisa menerima warisan sosial budaya kita. Jangan sampai mereka hanya terbawa arus global. Inilah tantangan besar kita sekarang dan selanjutnya. Kita memang harus lebih lihai dalam mengemas pewarisan kekayaan tradisi kita. Kita masih percaya kekuatan nilai-nilai tradisional Minangkabau masih mampu membentuk karakter unggul orang Minang. (*)

Bagikan

Opini lainnya
Terkini