Kinerja BUMN yang Sehat Landasan Pemerintahan Mendatang yang Kuat

Foto Defiyan Cori
×

Kinerja BUMN yang Sehat Landasan Pemerintahan Mendatang yang Kuat

Bagikan opini

Tidak banyak publik mengamati bahwa kinerja pemeriksaan lembaga tinggi negara, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dan rekomendasi hasil temuan BPK RI yang ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) telah menuju arah yang positif meskipun belum sepenuhnya memuaskan. Setidaknya, langkah Kejagung RI tersebut telah memberikan secercah harapan kepercayaan publik atas keseriusan pemerintahan Presiden Joko Widodo menegakkan hukum atas penyimpangan yang terjadi dalam pengelolaan keuangan negara, baik itu pada pemerintah (pusat dan daerah maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Bersih-bersih ini harus didukung publik atau rakyat Indonesia dan terus dilakukan oleh aparat hukum karena merupakan bagian dari janji dan komitmen Presiden dalam penanganan tindak pidana korupsi.

Yang mutakhir dan patut mendapatkan apresiasi yang tinggi dari publik, yaitu BPK RI menemukan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan PT Indofarma Tbk dan anak perusahaannya yang mengakibatkan adanya indikasi kerugian negara sejumlah Rp371,83 miliar. BPK RI menduga kuat kasus penyimpangan itu terdapat tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dan telah melaporkannya ke Kejagung RI. Temuan BPK RI tersebut dipaparkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif terkait Pengelolaan Keuangan PT Indofarma Tbk, Anak Perusahaan (AP), dan Instansi Terkait Lainnya Tahun 2020 hingga 2023 yang diserahkan oleh Wakil Ketua BPK Hendra Susanto kepada Jaksa Agung Prof. Sanitiar Burhanuddin (ST Burhanuddin) di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Hari Senin, 20 Mei 2024.

Selain penyerahan hasil pemeriksaan investigatif terkait kasus BUMN Indofarma, BPK RI juga telah menyerahkan kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada Ahad, 5 Mei 2024 berupa Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Negara (LHP PKN) atas Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk kepada PT Linkadata Citra Mandiri Tahun 2016 hingga 2019. Dan, berdasarkan hasil pemeriksaan itu, BPK RI menyimpulkan terdapat penyimpangan-penyimpangan yang berindikasi kuat adanya tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam perkara dimaksud dan mengakibatkan kerugian negara pada BUMN PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sejumlah Rp120,14 miliar.

Tindak Lanjut Temuan BPK

Tentu saja dukungan publik akan semakin kuat atas kinerja positif BPK RI yang tengah didera oleh adanya kasus hukum seorang anggotanya, Achsanul Qosasi. Kasus hukum anggota BPK tersebut akan sirna dimata publik, apabila BPK RI juga menindaklanjuti temuan pemeriksaannya di berbagai BUMN lainnya dengan jumlah penyimpangan dan kerugian negara lebih besar. Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2023 (IHPS I 2023) yang telah disampaikan oleh Ketua BPK Isma Yatun pada rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI) pada Selasa 5 Desember 2023 juga perlu menjadi dasar tindaklanjut Kejagung RI menyidikinya Laporan itu, tidak saja memuat 134 hasil pemeriksaan dengan 80 opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan 1 Wajar Dengan Pengecualian (WDP), serta 1 Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) dengan opini WTP.

LHP tersebut juga mengungkap 9.261 temuan yang mencakup kelemahan sistem pengendalian intern, ketidakpatuhan yang dapat mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan, serta ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan (3E) dengan nilai keseluruhan sebesar Rp18,19 triliun. Disamping itu, pada pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) diantaranya juga ditemukan penyimpangan pendapatan, biaya, dan investasi pada 11 BUMN atau anak perusahaannya. Permasalahan signifikan antara lain pemberian uang muka perikatan perjanjian jual beli gas (PJBG) tidak didukung mitigasi risiko dan jaminan yang memadai. Hasil temuan lainnya, yaitu tarif layanan khusus sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) kepada pelanggan premium belum sepenuhnya diterapkan oleh BUMN PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Selanjutnya, Kejagung RI semestinya secara paralel juga menindaklanjuti hasil temuan BPK RI pada BUMN lainya, salah satunya adalah terkait kerjasama strategis (strategic partnership) PT. Pertamina International Marketing and Distribution, Pte. Ltd. (PIMD) dengan perusahaan minyak dan gas bumi asal Filipina Phoenix Petroleum Corporation (PPC) pada September 2020 lalu. Pasalnya kerjasama tersebut sangat mencurigakan jika mendasarkan pada rekam jejak PPC dalam industri migas yang dilansir dari harian bisnis Philippine Daily Inquirer memberitakan bahwa PPC telah berulang kali berurusan dengan pengadilan setempat terkait permasalahan hukum. Atas tindakan penyimpangan yang dilakukan PPC itu, maka pengadilan telah membekukan utang PPC sejumlah Peso157 juta atau senilai Rp42,7 miliar (kurs 1 Peso= Rp272). Lalu, layakkah PIMD melanjutkan aksi korpirasinya melakukan jual-beli Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar atas data dan fakta PPC tersebut!?

Selain itu, terdapat pula kasus-kasus tunggakan utang perbankan dan masalah perpajakan yang masuk ke lembaga penegak hukum di Filipina. Kejagung RI atas LHP BPK RI itu harus menyelidiki kelayakan perusahaan yang bermasalah secara hukum dan keuangan tersebut, namun tetap diajak bekerjasama strategis oleh BUMN Pertamina. Mengacu pada kasus ini, tepatkah logika hukum yang disampaikan oleh mantan Wakil Presiden RI M. Jusuf Kalla dan guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana bahwa aksi korporasi BUMN tidak bisa dipidanakan? Pernyataan keduanya diungkapkan terkait proses hukum yang dijalani oleh mantan Direktur Utama (Dirut) BUMN Pertamina, Karen Agustiawan, namun tanpa melihat dasar permasalahan manajemen resikonya. Bahwa, terdapat penyimpangan yang terjadi secara faktual, normatif-obyektif sebagai aksi korporasi serta tidak bisa diabaikan secara hukum begitu saja sehingga menjadi preseden buruk bagi BUMN lainnya di masa datang.

Apalagi BPK RI melalui pemeriksaannya telah menemukan adanya kerugian negara atas kasus kerjasama PIMD dan PPC ini membutuhkan tindaklanjut investigasi yang sama halnya dengan kasus BUMN Indofarma Tbk. Untuk itulah, mendesak Kejagung RI memanggil pihak-pihak yang bertanggungjawab atas dugaan sangat kuat potensi ketidakmampuan PPC untuk membayar kewajibannya terhadap PIMD dan BUMN Pertamina terkait putusan Badan Arbitrase Internasional Singapura pada Nopember 2023 lalu. Sangat mungkin terjadi tindak pidana korupsi dilakukan para pihak serta bertambah besarnya potensi kerugian negara yang awalnya hanya Rp1,3 triliun lebih berdasar temuan IHP I 2023 BPK RI. Kerugian negara ini terjadi akibat kelalaian, ketidakhati-hatian dan kenekatan dewan manajemen PIMD dan BUMN Pertamina memilih rekan kerjasama bisnis strategisnya!

Oleh karena itulah, mendukung sepenuhnya langkah BPK dan Kejagung RI dalam upaya menindaklanjuti temuan kerugian negara berindikasi penyimpangan hukum dan tindak pidana korupsi atas aksi korporasi BUMN sebagai landasan kuat bagi pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Dengan pemberlakuan tindakan hukum yang adil dan obyektif oleh aparat hukum atas aksi korporasi BUMN yang tidak mengikuti kaidah manajemen profesional dan bahkan aspek hukum, maka akan memulihkan tingkat kepercayaan publik pada lembaga/institusi negara. Termasuk menjadi modal yang kuat bagi partisipasi publik dalam mensukseskan pembangunan negara menuju INDONESIA EMAS 2045 melalui tata kelola pemerintahan dan BUMN yang baik dan bersih (good and clean government and corporate governance). (*)

Bagikan

Opini lainnya
Terkini