HARI ini kita memperingati Kebangkitan Nasional yang dicetuskan oleh para pendiri bangsa 116 tahun yang lalu, kita berharap bukan hanya memperingati sekedar seremonial yang kemudian berlalu dan dilupakan untuk diperingati lagi ditahun depan. Hari ini merupakan momen penting bagi kita warga negara untuk melakukan refleksi,
bagaimana kita memaknai dalam bentuk tindakan dan sikap positif yang mendukung kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Menjadi warga negara yang bertanggung jawab adalah cara terbaik untuk menghormati perjuangan para pendiri bangsa dan melanjutkan cita-cita mereka.
Tulisan ini pernah saya tulis pada tahun 2022, namun pada hari kebangkitan nasional ini, rasanya sangat relevan jika kembali saya tulis ulang berharap dibaca,menjadi renungan ataupun menjadi bahan diskusi dalam keluarga dan lingkungan kita masing-masing.
“Jika jiwa atau karakter warga semakin memburuk, maka biaya dampak perilaku makin besar harus disediakan olehPemerintah”.
Ketika bencana terjadi saat ini, kita merenung apakah ini cara Allah mengingatkan kita, agar masing-masing kita menjadi manusia lebih bertanggung jawab?
Dimedia sosial masalah kemaksiatan, lebih dasyat lagi LGBT menjadi topik yang cukup viral menjadi bahan komentar, diskusi dan perdebatan bahkan juga alat politik
untuk menyerang pihak lain. Hampir semua postingan sepertinya melupakan bagaimana peran keluarga, bagaimana peran suku dan mamak, bagaimana peran lingkungan. Arah telunjuk lurus kepada pemerintah.Akibatnya apa? orang tua dan mamak (jika di Minangkabau) dan lingkungannya yang menjadi benteng utama terhadap masalah ini justru merasa ini bukan tanggung jawabnya, opini yang sudah terbangun ini tugas pemerintah, its ok pemerintah melalui penegak hukum dan ketertiban seperti polisi, satpol PP dan instansi terkait pasti akan atasi ini dengan semua program yang tentu berujung kepada alokasi anggaran.
Jika kita lihat sampah, sudut pandang kitamenyatakan wuah mana petugas nih, dinasnya ngapain aja, kok tidak dibersihkan. Akhirnya yang buang sampah merasa benar karena penegakan hukum juga diterapkan
dalam perspektif yang berbeda, sebab jika yang buang sampah orang nggak mampu maka ketika didenda pasti dibela, akibatnya yang buang suka suka nggak ada yang menegur, toh nanti kan ada petugas yang bersihkan.