Yang Rajin dan Vokal yang tak Terpilih

Foto Harian Singgalang
×

Yang Rajin dan Vokal yang tak Terpilih

Bagikan opini

Pemilu legislatif telah usai, penghitungan suara resmi KPU juga sudah. Bagaimana hasilnya menurut Anda? Tentu kita seharusnya memiliki penilaian pribadi untuk hasilnya. Toh pemilu legisltif ini adalah memilih wakil kita. Maka wajar kita berharap dan menilai.Secara pribadi saya tidak segan mengungkapkan kekecewaan untuk hasil pemilu legislatif kali ini, terutama untuk DPRD Sumatera Barat (Sumbar). Alasan saya sangat sederhana, bahkan bisa dinilai naif bagi sebagian pembaca tulisan ini.

Kenapa? Karena sebagian besar petahana yang gagal duduk kembali adalah mereka yang saya nilai rajin menjalankan tugas dan kewajibannya.Sebagai wartawati yang sering mengikuti rapat paripurna di DPRD Sumbar, saya melihat sangat jarang kursi dewan penuh dihadiri. Bahkan untuk 75 atau 80 persen saja jarang.

Sesuai aturan rapat sah untuk dilaksanakan jika telah memenuhi kuota kehadiran sebanyak 50 persen plus satu dari total anggota dewan.Di DPRD Sumbar periode 2019-2024 ada 65 dewan. Maka rapat tetap sah dilaksanakan jika yang hadir hanya 34 orang.

Berdasarkan pantauan saya, jumlah anggota dewan hadir kurang dari 45 orang sangat sering terjadi. Sisanya lainnya berhalangan hadir dengan berbagai alasan.Para petahana yang gagal duduk kembali sebagian besar adalah mereka yang paling jarang absen pada rapat paripurna. Sebutkan saja beberapa namanya, seperti M. Nurnas, Hidayat, Arkadius Dt. Intan Bano, Maigus Nasir, Syamsul Bahri, Supardi, Ali Tanjung.

Di kala mereka rajin, sementara yang lain ada yang tidak menghadiri dua kali bahkan tiga kali rapat paripurna berturut-turut. Namun tetap masih berhasil duduk kembali.Memang benar bahwa rapat paripurna hanyalah satu dari sekian banyak tugas anggota dewan. Namun bagi saya rapat paripurna adalah agenda penting dalam proses jalannya roda pemerintahan. Gubernur atau wakil gubernur juga hadir. Rapat ini penting karena ketuk palu setuju dalam rapat akan menghasilkan kebijakan baru untuk masa depan Sumbar.

Kita sederhanakan saja pola kita berpikir, karyawan wajib menyertakan keterangan pasti (salah satunya surat dokter) jika tidak bekerja selama tiga hari berturut-turut. Mahasiswa absen lebih dari 4 kali, mata kuliah gagal. Kehadiran siswa diperhitungkan dalam menentukan nilai rapor. Maka kita artikan sesuai norma bahwa kehadiran adalah penting pada lembaga apapun.Lalu bagaimana dengan agenda lain? rapat komisi dengan mitra kerja, rapat pansus, rapat pembahasan, rapat dengar aspirasi (hearing), rapat alat kelengkapan dewan (AKD) dan beberapa rapat lainnya?

Kondisinya tidak jauh berbeda dengan rapat paripurna. Ada yang selalu rajin hadir, ada yang sesekali hadir, ada yang terbilang jarang, bahkan ada yang terlihat hanya sesekali dalam satu tahun.Apakah ini tidak menyalahi? Sesuai aturan tidak. Apalagi jika ada alasan logis untuk absen itu. Sesuai aturan, memang rapat masih bisa dilaksanakan tanpa lengkapnya dewan yang hadir.

Sebagai contoh, rapat hearing masih bisa dilaksanakan walau hanya dihadiri satu dua orang dewan. Rapat AKD masih absah jika dihadiri salah satu pimpinan dan beberapa anggota.Ini bukan isu baru yang saya publikasikan. Tahun 2023 lalu, pada salah satu agenda rapat paripurna, beberapa dewan sempat menginterupsi rapat. Dalam interupsi itu ada yang menyebutkan tentang rekan yang sering alpa hadir. Ada yang tiga kali berturut-turut tidak hadir. Ada anggota fraksi A, B, C sering absen rapat komisi atau akd lain. Ini bukti bahwa masalah kehadiran bahkan telah lantang dibuka pada rapat yang terbuka untuk umum itu, yang juga saya hadiri.

Terlepas dari apakah boleh oleh aturan, saya lebih suka memakai kalimat, apakah ini etis? Apa yang kita harapkan dari anggota dewan yang sering absen? Apakah kita tidak kecewa wakil kita suka alpa hadir? Jika kita logis memilih tentu saja kita lebih suka pada mereka yang rajin.Lalu, mari kita bicarakan tentang tugas lembaga legislatif lainnya, pengawasan. Apakah semua anggota dewan memahami setidaknya hal-hal yang telah ditetapkan lembaga itu?

Apakah mereka semua membaca naskah ademik ranperda, apakah mereka memahami perda yang telah disahkan? Apakah mereka membaca buku-buku APBD yang setebal 5 cm itu? Lalu bagaimana dengan dokumen RPJMD, RPJPD? Apakah mereka membaca agar bisa optimal mengawasi?Apakah mereka meninjau jalan-jalan rusak di masing-masing daerah pemilihan? Apakah mereka memasang telinga lebar-lebar untuk menangkap keluhan dan aspirasi konstituen mereka, masyarakat? Lalu mencarikan solusi dan memperjuangkannya? Inilah serentetan pertanyaan selanjutnya.

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini