Menilik Kampanye Hitam sebagai Istilah Hukum

Foto Harian Singgalang
×

Menilik Kampanye Hitam sebagai Istilah Hukum

Bagikan opini

Tiap kali pemilu istilah kampanye hitam (black campaign) selalu populer karena memang kegiatan yang terkandung dalam istilah tersebut diwanti-wanti untuk tidak dilakukan peserta pemilu meski tetap saja ada yang melakukannya. Sebagai istilah politik, kampanye hitam sepertinya sudah mapan. Namun, sebagai istilah hukum, apakah istilah tersebut sudah kokoh?  Persoalannya, istilah kampanye hitam belum didefinisikan dalam undang-undang.

Wirdyaningsih dalam artikel “Permasalahan Black Campaign” (law.ui.id, 2014) mengklaim bahwa tidak terdapat suatu definisi pun yang mengatur atau mendefinisikan kampanye hitam walaupun secara tersirat, penegakan hukum kampanye hitam dapat ditafsirkan secara luas (extensive legal interpretation).

Dalam Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dinyatakan bahwa KPU menyusun Peraturan KPU untuk setiap tahapan pemilu, yang salah satu norma di dalamnya tentang larangan kampanye hitam.

Selain itu, Pasal 12 huruf l mengatakan bahwa KPU dapat melaksanakan tugas lain dalam penyelenggaraan pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang salah satunya mengenai penafsiran terhadap ketentuan-ketentuan hukum dari peraturan perundang-undangan yang dimaksud untuk mencari landasan bagi larangan kampanye hitam.

Dalam Undang-Undang Pemilu (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023) bahkan tidak disebut istilah kampanye hitam.

Meskipun demikian, secara tersirat dalam undang-undang itu terdapat larangan untuk melakukan kampanye hitam. Larangan tersebut terdapat dalam Pasal 280 ayat (1) huruf d, yaitu pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang: menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat.

Istilah kampanye hitam memang disebut dalam Penjelasan Pasal 69 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, yaitu Ketentuan dalam huruf ini (Pasal 69 huruf c) dikenal dengan istilah Kampanye hitam atau black campaign.

Namun, istilah kampanye hitam dalam undang-undang tersebut tidak didefinisikan. Dengan belum didefinisikannya istilah kampanye hitam dalam undang-undang dan hanya disebut, sebagaimana terdapat dalam Pasal 69 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 dan penjelasannya, wajar muncul pertanyaan: apakah kampanye hitam sudah sah menjadikan istilah terminologi hukum?               Kampanye hitam didefinisikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring sebagai kampanye dengan cara menjelek-jelekkan lawan politik. Senada dengan definisi itu, Riswandi (2009) dalam bukunya, Komunikasi Politik, mendefinisikan black campaign sebagai model kampanye dengan menggunakan rayuan yang merusak, sindiran atau rumor yang tersebar mengenai sasaran kepada para kandidat kepada masyarakat agar menimbulkan presepsi yang dianggap tidak etis, terutama dalam hal kebijakan publik.

Akan tetapi, definisi-definisi kampanye hitam di luar sumber undang-undang seperti itu dikhawatirkan tidak dapat dijadikan landasan hukum apabila terjadi sengketa hukum yang berkaitan dengan pelanggaran pemilu, khususnya kampanye hitam.

Istilah kampanye hitam perlu definisikan secara jelas dalam undang-undang untuk menjadi rujukan jika ada peristiwa kampanye hitam yang berkaitan dengan hukum.

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini