Daerah Pedalaman "Indisch Zwitserland"

Foto Gusti Asnan
×

Daerah Pedalaman "Indisch Zwitserland"

Bagikan opini

Oleh Gusti Asnan(Dept. Sejarah, FIB-Unand-Padang)

 “Saya, dan juga mungkin Anda, akan menamakan Padangsche Bovenlanden (daerah pedalaman Sumatera Barat), dengan Indisch Zwitserland (Swiss-nya Hindia Belanda). Daerah pedalaman ini memadukan hampir semua keindahan khas kawasan pegunungan Hindia Belanda. Daerahnya memiliki sejumlah danau dengan pemandangan pegunungan yang hijau, abu-abu, dan coklat, yang menampilkan pantulan birunya langit. Gunung-gunung, bukit-bukit, lembah-lembah, sungai-sungai dan danau-danaunya adalah pesona alam yang luar biasa, dan pemandangan Danau Maninjau, mungkin yang paling puitis dari semuanya. Barangkali, pemandangan dan panorama pegunungan di Pulau Jawa mungkin lebih mengesankan alamnya, namun di sini, di pedalaman Pulau Sumatera, ada sesuatu yang tidak akan Anda temukan di Pulau Jawa, namun sulit untuk mengatakannya secara pasti apa itu”.Kutipan di atas diambil dari buku panduan wisata yang berjudul Met Rotterdamsch Lloyd naar Egypte, Ceylon, Sumatra en Java karya A. Werumeus Bunning. Dan kutipan di atas hanya sebagian dari banyak informasi atau lukisan keindahan dan pesona daerah pedalaman Sumatera Barat dalam travel guide yang diterbitkan oleh perusahaan perkapalan yang berkantor pusat di Rotterdam itu.

Selanjutnya, Rotterdamdsche Llyyd sangat menyarankan atau sangat merekomendasi wisatawan menginjungi daerah pedalaman.Pengidentikan daerah pedalaman Sumatera Barat dengan Swis, tidak hanya dalam arti keindahan dan pesona alam serta budayanya saja, tetapi juga keberadaannya sebagai magnet wisatawan.

Pujian dan sanjungan yang luar biasa terhadap daerah pedalaman Sumatera Barat ditemukan pada hampir semuapanduan wisata tentang Sumatera Barat dan juga dalam travelogues dari wisatawan atau pengelana yang mengunjungi Sumatera Barat pada awal abad ke-20. Buku panduan wisata Vacantie Reizen over Sumatra yang diterbitkan Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) mengatakan bahwa daerah pedalaman, barangkali, adalah destinasi wisata terbaik di Sumatera.

Bemmelen, Westenenk, Reitsma, Joustra, Parada Harahap, Zentgraaff sepakat mengatakan bahwa daerah pedalaman adalah ‘tourist destination’ yang memiliki semua objek wisata. Daerah pedalaman adalah sorga bagi wisatawan yang ingin menikmati wisata alam, budaya, religi, pertanian, pendidikan, industri dan tambang.Sama dengan Rotterdamdsche Llyyd, para penulis buku panduan wisata  dan travelogues juga sangat menyarankan atau merekomendasikan wisatawan mengunjungi daerah pedalaman.

Daerah pedalaman (Padangsche Bovenlanden) dalam pengertian destinasi wisata Sumatera Barat pada awal abad ke-20 adalah sebuah daerah yang dinamis. Pada awalnya daerah yang disebut pedalaman itu terbatas pada kawasan mulai dari Lembah Anai, Padangpanjang dan sekitarnya, Fort de Kock (Bukittinggi) dan sekitarnya hingga Maninjau, Payakumbuh dan sekitarnya, Lintau dan Batusangkar (sekitarnya), Singkarak, Solok dan Sawahlunto.Pada masa berikutnya (sejak dasawarsa kedua), yang dimaksud dengan daerah pedalaman juga meliputi Bonjol, Lubuksikaping, Rao, Bangkinang dan sekitarnya, serta kawasan Alahanpanjang dan sekitarnya.

Perluasan pengertian daerah pedalaman ini berkaitan langsung dengan perkembangan prasarana dan sarana transportasi. Bila daerah ‘pedalaman lama’ umumnya dijangkau oleh moda transportasi kereta api (dan bendi), maka daerah-daerah ‘pedalaman yang baru’ muncul karena hadirnya jalan raya dan mobil. Analisis terhadap buku-buku panduan wisata dan travelogues menegaskan bahwa daerah pedalaman adalah destinasi wisata utama Sumatera Barat pada awal abad ke-20. Pernyataan ini didasarkan pada besarnya porsi sajian mengenai daerah pedalaman pada hampir semua buku panduan wisata dan travelogues tentang Sumatera Barat. Dua pertiga, tiga perempat, atau bahkan empat perlima sajian buku panduan wisata atau travelogues tentang Sumatera Barat menginformasikan atau berbicara mengenai daerah pedalaman.

Tanpa mengabaikan apa yang disajikan oleh buku-buku panduan wisata dan travelogues yang lain, menarik kiranya mencermati lima buku panduan wisata gubahan L.C. Westenenk. Kelima buku yang dimaksud adalah Gids voor Fort de Kock (‘Panduan untuk Fort de Kock’) (1907), Viertien Dagen in de Padangsche Bovenlanden” (‘Empat Belas Hari di Padang Darat’) (1907), Acht Dagen in de Padangsche Bovenlanden (‘Delapan Hari di Padang Darat’) (1909), Sumatra Illustrated Tourist Guide: A Fourteen Days’ Trip in the Padang Highland (‘Panduan Wisata Bergambar tentang Sumatera: Perjalanan Empat Belas Hari di Padang Darat (1913) (buku adalah edisi Bahasa Inggris dan edisi revisi dari buku Viertien Dagen in de Padangsche Bovenlanden), dan Sumatra, Short Guide of Sumatera with a More Complete Description of the Padang Highland (Sumatera, Panduan Ringkas tentang Sumatera dan Deskripsi yang Lebih Lengkap Mengenai Padang Darat) (1921).Dari judulnya saja terlihat bahwa buku-buku di atas menjadikan daerah pedalaman sebagai fokus sajiannya. Buku pertama adalah buku panduan khusus bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke Fort de Kock (Bukittinggi). Untuk waktu yang cukup lama, ini adalah satu-satunya buku panduan wisata di Sumatera Barat yang khusus berisikan informasi tentang objek-objek wisata sebuah kota.

Buku kedua, keempat dan kelima berisikan sajian tentang rute lawatan wisatawan di Sumatera Barat yang sebagian besar waktunya hendaklah (haruslah) dihabiskan di daerah pedalaman. Dalam tiga buku ini, Westenenk hanya ‘menyebut’ atau ‘menyarankan’ wisatawan berwisata sekitar satu atau dua hari saja di kota Padang dan sisanya, selama 14 hari dihabiskan di daerah pedalaman.Buku ketiga, sesungguhnya berisikan sajian yang relatif sama dengan buku kedua, keempat dan kelima. Cuma porsi waktu di daerah pedalamannya lebih singkat, yakni hanya sekitar delapan hari.

Dari buku-buku di atas terlihat jelas bahwa Westenenk sangat menganjurkan, atau dengan perkataan lain, sangat memprovokasi, pembaca atau wisatawan untuk berkunjung ke daerah pedalaman.Di sampjng keindahan alamnya yang mempesona dan orang (penduduk) serta aspek-aspek kebudayaannya yang unik, faktor apalagi yang membuat para penulis buku panduan wisata atau penulis travelogues begitu bersemangat menampilkan daerah pedalaman.

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini