Yarra dan Manusia-manusia tak Terlupa

Foto Harian Singgalang
×

Yarra dan Manusia-manusia tak Terlupa

Bagikan opini

Oleh Isral NaskaDosen Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat

Delegasi AIMEP (Australia Indonesia Muslim Exchange Program)Minggu menjelang siang, pesawat akhirnya mendarat dengan mulus di Melbourne. Saya sempat ketinggalan tas kecil di atas pesawat, berisi dokumen-dokumen identitas diri. Masalahnya begini, di Indonesia tidak akan ada flight attendance yang menegur jika kita menyandang tas kecil ketika duduk. Sedangkan sekarang, kami ditegur dan disuruh meletakkan tas itu di kaki. Ketika turun saya lupa mengambilnya kembali. Untungnya petugas siap mengamankan tas itu, dan kami mengambilnya dengan enteng dan selamat di sebuah konter.

Lewat sedikit Zuhur rombongan sudah tiba di sebuah hotel di pusat kota Melbourne, tepat berseberangan dengan sebuah taman kota bernama Flagstaff Garden. Di hotel itulah pertama kali saya bertemu secara fisik dengan seorang perempuan penting bernama Brynna. Tidak hanya dengannya, tapi juga dua orang anak perempuannya. Yang paling kecil masih 7 atau 8 tahun. Sedangkan yang besar sudah beranjak remaja. Si gadih jolong gadang menggunakan jilbab rapi. Jadi aku sudah kenal dua orang bule Australia yang berjilbab, satu semasa kuliah di UCC Ireland, dan satu lagi si gadih jolong gadang ini.Selain Rowan, yang kuceritakan tentangnya di seri ke 3, Brynna adalah orang penting lainnya di program AIMEP. Dia lah bersama-sama dengan Rowan yang mengurus AIMEP ini. Sejauh yang saya tahu, tingkat urusan itu mencakup dari hulu hingga hilir, mulai dari desain program sampai implementasi. Mulai dari dananya tertulis di proposal kegiatan, sampai masuk ke rekening.

Persis sama seperti yang saya kenal di Zoom tahun 2021 lampau, Brynna adalah orang yang ramah dan mudah senyum. Dari tingkat ini, Brynna tidak jauh beda dengan orang-orang Indonesia. Pakaiannya saja batik panjang. Bahasa Indonesia-nya juga sangat Indonesia.Urusan hotel tuntas sudah. Saatnya pergi makan siang. Rombongan ke luar hotel, cari penyeberangan jalan di ujung sana, menunggu sebentar, menyeberang jalan, masuk ke kawasan taman. Di atas rumput di bawah pohondi taman itu, dibentangkan dua tikar besar dibagikan makanan sesuai pesanan, makan siang-lah kami bersama-sama di sana. Sesederhana itu, sebersama itu.

Sore menjelang, beberapa orang pergi entah ke mana. Saya tanya kemudian, ada yang pergi ke perpustakaan kota. Ada pula yang ziarah ke kuburan. Ada yang cari oleh-oleh. Sedangkan saya duduk saja di lobi hotel, menunggu seseorang.Tidak sampai penat menunggu, akhirnya Ajo Bule datang bersama istrinya Uni Mona. Saya terpana, ternyata Ajo Bule sangat tinggi badannya. Selebihnya sesuai perkiraan. Pria ini pertama saya ketahui dari banyaknya video singkat di internet dimana dia menyanyikan lagu-lagu minang sambil menyetir mobil. Lalu tidak beberapa lama, naik beberapa clip di YouTube, kali ini Ajo Bule menyanyikan lagu minang secara profesional. Waktu wabah covid menggila, saya berhasil menjalin kontak dengan dirinya untuk pertama kali.

Waktu itu saya meminta dirinya untuk mengisi acara diskusi Kaji JumpaMu, kerjasama Bagian Kerjasama Luar Negeri Pemuda Muhammadiyah Sumbar dengan PWM Sumbar. Ajo yang merupakan rang sumando Piaman itu menyampaikan pengalamannya mengenal Islam dan perjuangannya menjadi Muslim yang baik. Cerita Ajo di Zoom sungguh mengharukan waktu itu. Saya pribadi terharu, mungkin begitu pula banyak peserta lainnya. Ajo ternyata alumni AIMEP juga. Ia telah mengunjungi Indonesia (Jakarta dan Jogjakarta) sebagai peserta AIMEP tahun 2023. Saya tanya “lanjut pulang kampung?”. Dia menjawab singkat“Tidak sempat”.Jadi, satu hari ini saja saya sudah dua kali terpana-pana bertemu sosok-sosok online yang saya kenal zaman Covid, ada Brynna dan ada pula Ajo. Sebenarnya tidak hanya itu. Anak-anak Brynna sudah sering saya dengar tentangnya, terutama ketika sesi AIMEP online dilaksanakan tahun 2021 dulu. Istri Ajo, yaitu Uni Mona dan anaknya, juga saya dengar tentang mereka dari Ajo sendiri ketika sesi Kaji JumpaMu. Hari ini sosok-sosok digital itu saya temui semua dalam bentuk nyata. Bagi saya momen seperti ini, yaitu momen ketika kenyataan membuktikan imajinasi kita terhadap sosok-sosok yang dikenal secara online. Momen ini selalu menarik, selalu.

Sore itu kami menghabiskan waktu menikmati kopi di tepian Yarra, sungai cantik yang membelah Melbourne. Matahari ujung musim panas sudah hampir menyelesaikan tugasnya. Dari sana ia melahirkan sinar keemasan yang membuat Yarra bertambah-tambah cantiknya. Airnya mengalir dengan tenang-tenang gembira. Kerlap-kerlap cahaya matahari timbul hilang di permukaannya. Walau melewati kota besar, Yarra tetaplah sungai yang bersih.Dari sana, Ajo Bule yang baik hati mengantarkan saya dengan mobilnya ke rumah seseorang. Saya menyebutkan Pak Edwar. Orang Minang yang menjadi salah satu aktor utama dibalik pendirian sekolah Muhammadiyah di Melbourne. Ini, kalau tidak salah, menjadi sekolah Muhammadiyah formal pertama di luar negeri. Seperti halnya Ajo sendiri, saya mengenal Pak Edwar secara online setelah berhasil mengundangnya untuk hadir di Kaji JumpaMu.

Setelah mengemudi sekitar satu jam lebih, memutar lagu Minang di atas mobil, cerita ke sana kemari, singgah di rumah orang tua Ajo Bule di sebuah kawasan entah dimana, akhirnya saya sampai di rumah Pak Edwar. Ternyata Ajo memanggilnya Da Edwar. Sekali lagi saya terpana dengan sosok online yang sekarang tampak di depan mata. Setelah makan malam, masakan kampung kita hasil olahan tangan Pak Edwar sendiri, saya kembali ke hotel malam itu juga. Sudah sangat larut.Begitulah hari pertama di Melborune, bersua dengan sosok-sosok luar biasa, disambut oleh Ajo dan Uni Mona dengan rasa kekeluargaan yang tak terduga. Semua menjadi cerita baik yang akan senantiasa terkenang. Dan tentu saja juga tentang Yarra, makhluk Allah yang tiada akan terlupa.

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini