Ternyata Kantor Soenting Melajoe di Pulo Air

Foto Khairul Jasmi
×

Ternyata Kantor Soenting Melajoe di Pulo Air

Bagikan opini
Ilustrasi Ternyata Kantor Soenting Melajoe di Pulo Air

Ternyata kantor koran Oetoesan Melajoe dan Soenting Melajoe pada 1912 lebih 100 tahun silam, bukan di sebelah Masjid Muhammad, Pasa Gadang, Padang.

Lalu dimana? Masih di Pasa Gadang itu juga, tepatnya di depan stasiun Pulo Air. Rabu (30/8) saya menulis sebuah reportase, “Akhirnya Saya Temukan Juga Kantor Soenting Melajoe.”

Dari sumber yang diwawancarai, dipercaya kantor eks percetakan Gazaira itulah yang kantor Soenting Melajoe. Tapi, kemudian saya dapat bukti akurat, dari koran itu sendiri, No 21 Sabtu 23 November 1912, adalah sebuah pengemuman dalam rubrik, “Chabar Berita”.

Bunyinya seperti ini: “Toko & Snelperdrukkerij Orang Alam Minang Kabau yang dalam bulan ini di Pondok menyewa toko Liesiangseng Poa Leng, sekarang pindah ke toko yang sudah diperbuat aandeelhonce commessaris Soetan Mardja Kajo di muka Stasiun Pulau Air disebut sekarang kantor Oetoesan Melajoe dan Soenting Melajoe.

Diharap keharibaan anku-anku saudagar-saudagar sanak saudara dan adik kakak yang datang dari Tanah Darat dan Pesisir atau dari mana-mana terus akan melihat Stasiun Pulo Air singgah-singgahlah di toko & Snelpersdrukkij orang Alam Minang Kabau.

Di kantor Oetoesan Melajoe dan Soenting Melajoe.” Stasiun di kawasan Pasa Gadang ini, rancak dan ramai oleh turun naik pedagang. Soenting Melajoe, koran selapan hari itu, bagai melati di tengah kota, tapi bukan sebagai hiasan, melainkan bentuk wujud melepaskan diri dari belenggu tradisi yang dibuat entah oleh siapa. Koran ini, bentuknya tabloid, tiga kolom. Paling atas sebelah kiri, tertera nomor terbit, 1, 2, 3 dan seterusnya.

Di tengah atas, nama hari dan tanggal serta tahun. Lalu kanan atas, tahun terbit misal, Tahun Pertama, Tahun Kedua dan selanjutnya. Nama koran dibuat dengan huruf kapital SOENTING MELAJOE, lurus selebar koran, paling mencolok dan terletak sesudah nomor dan tanggal. Di bawah nama koran, pada boks kiri tertera, harga, boeat Hindia Nederland. Ditulis jelas, untuk 1 tahun f 80, 3 bulan 0,45. Luar Hindia Nederland setahun 2.50. Sekurang-kurangnya berlangganan tiga bulan boleh kirim franco akan ganti uang. Masih dalam boks yang sama dengan huruf kapital tapi lebih kecil, ditulis: REDACTRIES: Zoebaidah Ratna Djoenita di Padang Siti Roehana di Koto Gadag FdK, tapi kemudian berganti jadi Roehana binti Maharadja Soetan di FdK. Lalu boks kanan, atau kuping kanan, ditulis huruf kapital dan juga jauh lebih kecil dari tulisan nama koran, ADVERTENTIEN. Disertakan tarif iklan, seperti ini: 5 cent satu perktaan, tetapi tiap-tiap ADVERTENTIEN tidak boleh kurang dari f 1.- kalau berlangganan boleh kurang. Masih di boks kanan, dituliskan, PEMIMPIN, Datoe’ Soetan Maharadja, ADMINISTRATEUR Sidi Soetan. Lalu garis lebih tebal, di bawahnya adalah halaman koran. Di antara boks kiri dan kanan ditulis dengan huruf kedua terbesar setelah nama koran, Soerat chabar perempoean di Alam Minang Kabau, Diterbitkan di Pdang sekali selapan hari oleh: Snelpersdrukkerij “ Orang Alam Minang Kabau.” Di bawah kalimat ini, tertera pula, “Bertoekoek bertambahlah ilmoe dan kepandaian perempoean.” Tak pernah ada di koran ini, judul lebih dari sekolom. Setidaknya sejak terbit 1912 sampai ditutup 1921 tercatat hmpir 600 penulis perempuan yang mengisi dan berdebat di Soenting Melajoe, mereke tersebar di 300 lokasi, terbanyak penulis dari Kayutanam. Ini, sebagaimana dicatat oleh peneliiti dari Undap, Maimon Herawati , Siti Karlinah , Herlina Agustin, Nuryah Asri Sjafirah. “Setelah memilih halaman berdasarkan yang dapat dibaca dan tidak terbaca, 1.472 halaman Soenting Melajoe menjadi sumber utama hal ini bahan penelitian. Di halaman-halaman ini, ada 1.648 tulisan dengan identitas penulisnya. Jenis kelamin penulis dikumpulkan berdasarkan pada informasi yang penulis berikan di artikel. Dari hasil pemetaan ini memang demikian. Diketahui, terdapat 587 penulis perempuan yang menyerahkan tulisannya ke Soenting Melajoe selama 1912 hingga 1921. Penulis wanita profil dibangun dari informasi berdasarkan usia, lokasi tempat tinggal, dan keluarga.” Koran perempuan pertama di Indonesia dikelola oleh Ruhana Kuddus dan Zubaidah Ratna Juwita. Kemudian mulai edisi no 17, Sabtu 17 April 1913, nama wartawati ini dalam boks dilengkapi menjadi: Zoebadaih Ratna Djoewita binti DS.Maharadja di Padang. Roehana binti Maharadja Sutan di Kota Gedang FdK. Pada edisi 17 Agustus 1917, nama Zoebaidah hilang dari boks redaksi, muncukl nama Sitti Noermah binti SM di Kayo di Padang. Berdua sekarang Ruhana dengan penulis produkti ini. Pada edisi 23 November 1917, muncul nama penulis kawakan lainnya di boks untuk mendampingi Ruhana. Orang itu, Amna binti mendiang gep hoofd onderwijzer a Karim di Benkoelen. Masing-masing mengoreksi tulisan orang lain dari kota masing-masing, seperti sekarang yang yang internet nan canggih. Demikianlah saya melakukan penelitian mendalam, bertemu alamt kantor surat kabar itu yang sesungguhnya, jadi yang kemarin itu, meleset, apa hendak dikata, begitu benarlah. (**)

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini