Si Cantik Sunting Melayu

Foto Harian Singgalang
×

Si Cantik Sunting Melayu

Bagikan opini

Khairul Jasmi“Soedahlah beberapa kali si tjantik "Soenting Melajoe" ini datang mengoendjoengi sidang gadis-perempoean dan selaloe diterima dengan hati jang girang. Ma’loemlah soeatoe benda jang baroe, biasanja djoega menarik hati dan ingatan menoesia.

Teroetama haroes kita kenang bagaimana sekarang soedah ada laki2 mentjimoohkan pekerdjaannja kita ini dalam soerat chabar. Karena itoe wadjib bagi kita perempoen memperhatikan kepada mereka itoe, bahwa ia ada terboeroe2 nafsoe mentertawakan kira…” (Roehana)Tulisan ini ia buat Ruhana Kuddus di Sawahlunto pada 8 Agustus 1912 sebulan setelah koran itu hadir di Minangkabau. Karya ini diterbitkan pada edisi 17 Agustus 1912 di koran perempuan pertama di Indonesia, Sunting Melayu. Ruhanna Kudus adalah orang yang meminta secara khusus kepada Datuk Sutan Maharadja, bos koran Utusan Melayu, agar membuat koran khusus perempuan. Zubaida Ratna Juwita (anak Sutan Maharadja) dan Ruhana ditunjuk mengelola surat kabar tersebut.

Si cantik Sunting Melayu memang menggemparkan dan membesarkan hati kaum perempuan. Buktinya banyak yang menulis dan dalam tulisan itu, “Si cantik atau si molek,” Sunting Melayu, banyak terbaca.Tulisan Panjang Ruhana Kuddus tersebut dimuat di halaman pertama, dengan judul “Pengharapan”. Di halaman yang sama ada tulisan lain berjudul, “Malu Bertanya Sesat di Jalan, Segan Berkayuh, Hanyut Serantau,” oleh Sitti Fatimah, murid sekolah kelas II di Kota Nopan Tapanuli. Kemudian tulisan Aminah binti Bagindo Penghulu murid kelas V Maninjau. Judul tulisannya, “Minta Dikabulkan".

Saya hendak menulis novel biografi Rangkayo Ruhana Kuddus. Sampai Selasa (15/8/2023) saya baru bisa mengoleksi edisi Sunting Melayu 1912 dan 1913. Koran yang terbit sekali delapan hari itu, terbit 4 halaman, 2 atau 1,5 halaman isinya iklan, terbanyak iklan tenun Silungkang, serta iklan-klan lain, seperti batik dari Yogyakarta.Pengaruh media ini, memang hanya dua orang, Ruhana berdomisili di Koto Gadang dan Zubaida di Padang. Dalam edisi yang selama dua tahun itu, keduanya mengoreksi berita dan tulisan yang masuk dari berbagai penulis di Sumatera Tengah. Semua perempuan. Keduanya jika punya waktu, juga menulis. Setidaknya, Zubaida membuat tujuh tulisan, sedang Ruhana 12 tulisan. Adakalanya koreksian berita disebutkan di bawahnya nama redaktur, lain kali tidak.

Dalam satu edisi, Kamis 20 Maret 1913, say abaca, seorang penulis bernama Timoer, menyarankan agar perempuan di daerah ini, jangan lagi, “grenteng-penteng,” dengan kalung besar karena tidak elok. Ia juga meminta kaum perempuan, jangan lagi memakai subang atau anting yang bulat besar, sebesar “rupiah”. Jika sekarang sebesar tutup gallon Aqua. Cukup yang kecil saja. Ia juga meminta agar balita jangan dulu ditindak telinganya, karena ia melihat banyak telinga balita yang bernanah, karena tindak yang tak benar. Hati orang tua senang, tapi telinga balita rusak.Sunting Melayu awal terbit tiap hari Sabtu sekali delapan hari, pada 9 Januari 1913 berganti ke hari Kamis. “Hari keloearnja Soenting Melajoe, jang selama ini tiap2 hari Sabtoe, sekarang dioebah, moelai hari ini, tiap2 hari Chamis".

Cuma saja, sejauh itu saya belum menemukan kantor Sunting Melayu dan Utusan Melayu. Saya tahu di Padang, tapi dimana? Pasar Gadang, Pasar Batipuah, Gantiang, Sawahan atau dimana. Adakah pembaca yang tahu?*

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini