Setandan Pisang dan Rimbunnya  Kaliandra

Foto Harian Singgalang
×

Setandan Pisang dan Rimbunnya  Kaliandra

Bagikan opini

Oleh Khairul JasmiIni jalan Raya Batusangkar-Baso. Dekat Bukit Siangin, Tabek Patah, seorang lelaki meluncur dengan becak dari kebunnya yang rimbun oleh kayu kaliandra, ketika zuhur telah tergelincir. 

"Untuk dimakan sendiri," jawab lelaki itu ketika ditanya apakah setandan pisang yang ia bawa dengan becaknya akan dikirim ke Pekanbaru. Lelaki itu, Ersa. Usianya sudah 69 tahun, tapi masih tageh. Alumni ST Pasia Laweh (sekarang SMP) 1971 itu, adalah lelaki yang riang. 

" Ada apak berhenti di sini?" Ia bertanya. Yang berhenti, saya dan rombongan Dirut Semen Padang, Asri Mukhtar Dt Tumangguang Basa. Ini Selasa (20/6), kami dari Kapau hendak melihat beberapa titik tumbuhan kaliandra. Yang ditanam sebatang, bisa berkembang biak dibantu angin. Rimbun tak terkira. Gunanya pengganti batubara. Kebanyakan kaliandra tumbuh liar seperti pisang hutan atau kaliki jantan. Tapi, 4 hektare yang rimbun di laha Ersa, ditanam. Awalnya hanya sedikit dari bibit pemberian pemerintah, yang dimaksudkan daunnya untuk pakan kambing. Kambing habis, kalindra jadi rimba. 

Bertahun-tahun berlalu, terasa mengganggu. Suatu ketika pernah dibersihkan karena sebagian lahan akan ditanami sayur-mayur. "Awak punyo mah," katanya. 

Saya duduk di jok becaknya. Memegang pisang yang sudah tua. Beberapa sudah dimakan tupai. Pisang itu jika masak, sisir demi sisirnya elok dibawa ke rumah mertua. Besar padat, badagok. Lokasi kami berhenti menjelang warung kawa daun Bukit Siangin. Lalu lintas tidak ramai benar, namun karena berhenti di "pesawangan," pengendara pasti melirik, ingin tahu. Kami melihat kiri jalan, bukit penuh tumbuhan kaliandra, kanan lembah juga serupa. Rimbun. 

PT Semen Padang telah menanam kaliandra di lokasi tambangnya serta membagikan bibit di beberapa kabupaten kota, untuk ditunggu masa panennya setahun kemudian. Lantas dibeli. Selesai di sini, kami meluncur ke Batusangkar dan pada Rabu (21/6) kami meluncur ke Lawang, Nagari Lawang Mandahiling, Kecamatan Salimpaung guna melihat kalindra yang sudah dipanen. Di sana, Semen Padang menyerahkan sejumlah bibit madu galo-galo yang merasa nyaman jika di tempat hidupnya ada kaliandra. 

Kami diterima oleh Amrizal Dt Rajo Mangkuto dan sejumlah warga Lawang. Dijamu di rumahnya. Pihak Semen Padang menjelaskan bagaimana kerjasama yang dijanjikan. Petani ternyata hampir trauma dengan segenap janji. Kambing, sapi, palawija serta kaliandra sendiri. Setelah musim panen tiba atau tatkala kambing bisa dijual, pasar tak  mereka temukan, akhirnya dijual murah. "Kami datang tak berjanji muluk-muluk, kami membeli dan jika mau kami bagikan bibit kemudian ditanam di lahan tidak produktif, kami akan jemput untuk dibeli pada kelompok tani," kata Asri Mukhtar. Petani takut nanti ditanam, Semen Padang tak datang lagi. 

Tak demikian, karena ini program energi hijau pengganti batubara. Banyak pertanyaan yang mesti dijawab. Pada akhirnya. " Berapa sekilo? "

" Nanti kami jelaskan, tim teknis akan turun," sebut Asri. Selesai di sana kami ke Salimpauang, menuju arah hulu batang air/anak sungai dari Marapi. Kami tinggalkan Lawang Mandahiling yang kedatangan mahasiswa KKN UNP itu. Di Salimpauang, kaliandra yang semula juga untuk kambing telah rimbun tatkala kambing telah "pergi." Sudut nan rimbun itu telah dipanen menghasilkan 17 sampai 18 ton kayu kaliandra dan sudah sampai di Semen Padang. 

Setelah inspeksi kaliandra, sekarang giliran menyelidiki dimana makan paling yahut dan aduhai di kawasan Batusangkar. Kami menemukannya pada hamparan sawah berenang, dihembus-hembus angin pegunungan. (***)

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini