Menyambut Rapor Ramadhan

Foto Harian Singgalang
×

Menyambut Rapor Ramadhan

Bagikan opini

Seperti halnya dengan para Siswa/i atau Santriwan/wati yang menunggu hasil kelulusan pasca ujian telah terlaksanakan beberapa hari sebelumnya, bulan Ramadhan juga merupakan bulan ujian (Training) bagi umat Islam.Tak sama dengan ujian lainnya, Ramadhan memperlakukan kita secara mandiri, mulai dari penguji, yang diuji hingga indikator kelulusan diukur secara mandiri oleh diri setiap muslim.

Menariknya, bulan Ramadhan datang setiap tahun tanpa diundang yang tujuannya adalah agar umat Islam mendapat kesempatan untuk mengikuti training manajemen diri (syahwat) dan itu hanya dilakukan secara cuma-cuma.Puasa adalah sistem pelatihan yang diberikan Allah SWT secara intensif dan berulang-ulang sebagai bentuk kasih sayangnya kepada seluruh umat Islam di dunia.

Program training manajemen syahwat merupakan program yang sangat vital, sebab syahwat adalah ancaman terbesar yang sifatnya melekat (permanen) ke dalam diri setiap muslim.Syahwat bisa membinasakan kehidupan dunia dan akhirat, juga membutakan hati dan pikiran sehingga sesuatu yang halal dan haram terlihat samar.

Selama hayat masih dikandung badan, syahwat akan selalu menjadi ancaman serius dan terbesar bagi umat muslim.Apa solusi yang Allah SWT tawarkan? Berpuasa adalah berlatih mengontrol diri dari keinginan yang secara hakiki tidak diinginkan.

Managemen diri bukan hanya sekedar memiliki diri secara fisik (lahiriah), lebih dari itu, managemen diri artinya menguasai diri secara utuh (bathiniah). Perbuatan adalah cara akal dan hati mengimplementasikan bentuknya secara nyata. Artinya, tingkah laku sangat berbanding lurus dengan fenomena yang terjadi di dalam diri seseorang.Agar bisa memanagenya secara benar, maksimal dan berkesinambungan, Allah SWT telah menyari’atkan kita dengan kewajiban training managemen syahwat (puasa) yang hanya digelar satu kali sebulan dalam rentang waktu satu tahun (dua belas bulan).

Artinya, seperdua belas (1/12) dari umur kita yang terhitung sejak mukallaf dihabiskan untuk mengikuti training managemen syahwat. Jadi, tak heran jika target utama dari puasa adalah dapat meraih derjat tertinggi disisi Allah SWT yakni penghargaan taqwallah (QS. Al-Baqarah ayat 183).Penghargaan tersebut diraih berkat kelulusan training Ramadhan yang menguji kita untuk memanage aktivitas kehidupan di dunia sesuai aturan dan sistem yang Allah SWT berikan, dan juga berpatokan pada halal dan haram yang ditentukan Allah SWT serta terlepas dari tipu daya dunia dan syahwat yang menjerumuskan.

Kelulusan tersebut bisa dibuktikan dengan mempertahankan kebiasaan (habit) di bulan Ramadhan hingga meneruskannya di luar Ramadhan sampai bertemu Ramadhan berikutnya. Segala bentuk kompleksitas di dalam bulan Ramadhan hendaknya masih bersemayam meskipun Ramadhan pergi meninggalkan.Amat disayangkan rasanya, jika bulan Ramadhan hanya dijadikan bulan musiman. Misalnya, musim beramai-ramai ke masjid, khususnya shalat tarawih, itupun tak bertahan sampai akhir Ramadhan.

Musim kreatifitas seni dan budaya yang bernuansa Islam, baik lagu maupun acara rutinitas lainnya. Musim pengajian, ceramah dan siaran Islam yang terkesan dipaksakan seperti halnya istilah pesantren kilat hingga musim menyantuni anak yatim dan fakir miskin, yang mana setelah Ramadhan usai, usai juga kebiasaan baik tersebut bahkan angka kemiskinan pun juga bertambah. Ramadhan yang katanya adalah bulan pendekatan diri kepada Allah SWT dengan multiibadah, tak jarang setelah Ramadhan pergi, sebagian umat muslim menjauh dari Allah SWT bahkan melupakannya.Pokoknya, Ramadhan usai, usai pula semua bentuk keta’atan, ibadah, dan kebaikan tersebut.

Beberapa hal yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah Ramadhan dijadikan musim berlomba-lomba mengumpulkan dan memuaskan syahwat makan, minum, dan kemewahan lainnya. Musim berlomba-lomba belanja makanan, minuman, dan kendaraan yang baru dengan dalih untuk pulang kampung. Berbagai cara dilakukan agar mendapatkan hal yang diinginkan tanpa melihat kebersihan sumbernya.Tak jarang juga, berbagai kebaikan dan keta’atan yang dilakukan di bulan Ramadhan hanya sebatas formalitas saja bahkan dimanfaatkan sebagai peluang bisnis memupuk kekayaan.

Perilaku tersebut adalah krisis rohaniah, artinya berbagai kebaikan dan keta’atan yang dikerjakan belum sampai pada tahap kesadaran yang datang dari lubuk hati terdalam (ikhlas karena Allah), serta didasari pemahaman yang benar akan inti, hakikat, dan aturan main bulan Ramadhan sehingga menjadi kebiasaan (habit) sampai bertemu Ramadhan selanjutnya.Jika demikian halnya, pantaslah jika syahwat menjadi masalah utama. Perangai buruk seperti berbohong, bergunjing, hasad (dengki), tamak (rakus) pada pernak-pernik duniawi, menipu, curang, berzina, korupsi serta berbagai bentuk kriminal dan amoral lainnya kambuh dan tumbuh subur kembali setelah Ramadhan usai.

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini