Filosofis Zakat di Minangkabau

Foto Harian Singgalang
×

Filosofis Zakat di Minangkabau

Bagikan opini

Sebelum islam dibawa ke bumi Minangkabau, masyarakat minang sudah mempunyai prinsip keadilan yang terdiri dari nilai keadilan sosial, keadilan ekonomi dan keadilan distribusi pendapatan.Nilai keadilan sosial dikandung dalam fatwa adat “gadang jan malendo, panjang jan manindih, cadiak jan manjua kawan, nan tuo dihormati, nan ketek disayangi, samo gadang baok bakawan” (Besar jangan melindas, panjang jangan menindas, cerdik jangan menjual kawan, yang tua dihormati, yang kecil disayangi, sama besar bawa berkawan) Ini dimaksudkan agar kita saling menghormati dan saling bertenggang rasa.

Kondisi ini tertuang dalam falsafah minang Tau di nan ampek (kata yang empat) antara lain adalah Kata mendaki artinya kata yang ditujukan kepada orang yang lebih besar yang sifatnya hormat, sopan, dan beradab. Kata menurun yaitu kata yang ditujukan kepada orang yang lebih kecil yang sifatnya merangkul, mengayomi, dan mendidik. Kata mendatar artinya kata yang ditujukan kepada teman sebaya dalam pergaulan. Kata malereng artinya bentuk komunikasi dalam berkias banding dimaksudkan berkata yang apabila diungkapkan secara gamblang rasanya tidak pantas.Nilai keadilan ekonomi juga dikenal dalam falsafah adat Minangkabau. Nilai tersebut termuat dalam fatwa adat “mandapek sama balabo, kahilangan samo marugi, maukua samo panjang, mambilai samo laweh, baragiah samo banyak, manimbang samo barek”. (Mendapat sama berlaba, kehilangan sama merugi, mengukur sama panjang, menyambung sama lebar, berbagi sama banyak, menimbang sama berat.

Prinsip nilai ekonomi ini termuat dalam falsafah minang yaitu "Gadang kayu gadang bahannyo, ketek kayu ketek bahannyo”(besar kayu besar bahannya, kecil kayu kecil pula bahannya) artinya besar atau kecilnya suatu usaha ditentukan oleh modal yang dikeluarkan. Semakin besar modal yang dikeluarkan, semakin besar pula untung yang akan didapatkan. Sebaliknya, semakin kecil modal, maka kecil juga untung yang diperoleh.Nilai keadilan distribusi pendapatan juga mendapat tempat dalam falsafah adat Minangkabau. Nilai tersebut terkandung dalam fatwa adat yang berbunyi “nan lamah makanan tueh, nan condong makanan tungkek” (Yang lemah perlu ditunjang, yang miring perlu ditopang). Maknanya adalah orang yang lemah secara ekonomi perlu ditolong. Prinsip ini sesuai dengan kandungan dalam ajaran islam. "Wahai ‘Aisyah, cintailah orang miskin dan dekatlah dengan mereka karena Allah akan dekat dengan-Mu pada hari kiamat”, jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam (HR. Tirmidzi).

“adat badunsanak, dunsanak dipatahankan, adat bakampuang, kampuang dipatahankan, adat banagari, nagari dipatahankan, adat babangso, bangso dipatahankan”. (Adat bersaudara, saudara dipertahankan, adat berkampung, kampung dipertahankan, adat bernagari, nagari dipertahankan, adat berbangsa, bangsa dipertahankan) artinya kalau berniat ingin membantu, bantulah orang yang lebih dekat dahulu seperti saudara, kemenakan kalau tidak ada bantu tetangga dan begitu seterusnya.Nilai keadilan distribusi pendapatan artinya sama dengan mengeluarkan sebagian harta yang kita miliki kepada orang yang membutuhkan dan juga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan rasa kemanusiaan antar sesama.

Sesuai dengan dalil yang tercantum pada Al-Qur'an surat Adz-Dzariat ayat 19: "Wa fi amwaalihim haqqun lisaaili wal mahruumi" Artinya: "Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian." (QS Adz-Dzariyat: 19)Menunaikan zakat, bersedekah merupakan salah satu cara untuk mencintai orang miskin, karena dengan menunaikannya kita dapat membantu mengatasi beban kehidupannya. Rasulullah Saw bersabda "Bentengilah harta kalian dengan zakat, obatilah orang-orang yang sakit dari kalian dengan sedekah, siapkanlah doa untuk bala bencana." (HR. Abu Dawud).

Rasulullah SAW mewajibkan zakat fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).Zakat fitrah dikeluarkan setiap tahun yaitu bulan Ramadhan. Zakat fitrah ini diwajibkan kepada setiap umat muslim, baik laki-laki, perempuan, anak kecil dan hamba sahaya. Adapun hikmah dari diwajibkannya mengeluarkan zakat fitrah ini adalah sebagai penyucian diri bagi orang-orang yang berpuasa dari kebatilan dan kotoran, untuk memberikan makan kepada orang-orang miskin, serta sebagai rasa syukur kepada Allah atas selesainya menunaikan ibadah puasa pada bulan Ramadhan.

"U'nuhum lihazal yaum" Cukupi kebutuhan mereka hari ini, hari ini maksudnya adalah 'Idul Fitri. Jangan sampai mereka dihari Idul Fitri satu Syawal itu masih lagi minta-minta.Bagaimana mencukupi kebutuhan mereka sebelum datangnya hari itu? Jawabannya adalah Zakat fitrah. imam Mazhab berpendapat antara lain:

Mazhab Hanafi mencukupi kebutuhan mereka maksudnya adalah tercukupi dengan uang. Itu makanya boleh digunakan uang untuk membayar zakat fitrah. Sedangkan mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hanbali mengatakan zakat fitrah musti dengan 'uts al-balad (makanan pokok). Kalau dikampung itu orang makan gandum ya zakatnya dengan gandum, kalau makan beras maka zakatnya beras, kalau makan jagung maka zakatnya adalah jagung. Pendapat ulama tersebut boleh dipakai asalkan sesuai dengan ketentuan dan porsinya masing-masing. Kalau ingin membayarkan zakat fitrah karna melihat kondisinya sedang kekurangan uang, maka bayarlah zakat dengan uang, asalkan sama harga uang itu dengan berat makanan pokok dikampung yang bersangkutan. Kalau ingin membantu karna melihat kelaparan, maka bantulah dengan membayar zakat dengan makanan.Mencukupi kebutuhan mereka yang membutuhkan adalah salah satu cara untuk menjaga rasa kemanusiaan. Habluminallah dan Habluminannas (Hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia). menyatakan rasa syukur kepada Allah Subhanahu WA Ta'ala bukan hanya berterimakasih tentang rezki yang diberikan, tetapi bagaimana rezki itu juga dinikmati oleh orang-orang yang membutuhkan.

Adat dan Ajaran Islam memang sangat singkron dan tidak dapat dipisahkan karena keduanya adalah satu kesatuan yg terukir dalam simbol Adat basandi syara', syara' basandi Kitabullah. Sebuah Pepatah Minang berbunyi:

Lamak dek awak, katuju dek urang (Tenggang Rasa) merupakan salah satu ungkapan dalam petuah minangkabau yang mengajarkan kita tentang tenggang rasa. Lamak dek awak berarti bagi kita enak, dan katuju dek urang berarti bisa diterima oleh orang lain. Singkatnya sama-sama enak, baik bagi kita maupun bagi orang lain. Wallahu a'lam bissawaab.(**)

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini