Berdakwah Dengan Sepotong Ayat

Foto Harian Singgalang
×

Berdakwah Dengan Sepotong Ayat

Bagikan opini

Berdakwah yang secara harfiah berasal dari akar kata arab “daa a, yad’u, da’wah” mengandung makna mengajak dan orang yang berdakwa disebut daa’I sebagai isim fail.Ajakan ini tentu pada kebaikan dan kebenaran yang berdasarkan nilai nilai agama islam dari alqur’an, hadis, ijma ulama dan sumber ajaran islam lainnya yang disepakati oleh para ahli fiqih (hukum islam).

Semangat kaum muslimin untuk berdakwah tidak bisa dilepaskan dari salah satu hadis nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” yang dari segi bentuk kalimatnya “sampaikanlah” merupakan fiil amar mengandung perintah wajib dilaksanakan sehingga setiap orang berlomba lomba menyampaikan kepada orang lain apa yang diketahui dan didapatkan dengan niat ibadah apalagi selain bisa ceramah di podium mesjid, mushalla atau forum pengajian ada sarana tekhnologi media sosial facebook, what app, twitter dan lainnya sangat gampang untuk menshare ayat alqur’an, hadis nabi dalam hitungan detik ke banyak orang tanpa ada yang menghalangi selain paket data internet.Niat baik berdakwah tentu mulia yang sesuai hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa “suatu niat kebaikan mendapat satu pahala, bila dilaksakanan dapat dua pahala dan meskipun gagal atau urung dilaksanakan tetap dapat satu pahala”.

Meskipun demikian niat baik tentu harus diiringi dengan cara yang baik apalagi menyampaikan ayat ayat alqur'an atau hadis rasulullah sehingga maksud yang disampaikan sesuai dengan apa sebenarnya kandungan ayat atau hadis dimaksud karena kekeliruan justru berakibat kekeliruan bagi yang mendengar dan akan terjadi kekeliruan terus menerus bila disampaikan lagi ke orang yang lain dan lebih fatal lagi bila kekeliruan itu dibawa kedalam bentuk amalan ibadah.Salah satu ayat alqur’an yang sering kita dengar adalah “Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat”.

Bila kita pahami secara sederhana ini menunjukkan betapa tingginya derajat orang beriman dan berilmu semuanya tanpa tebang pilih.Derajat orang beriman mungkin bisa dimaklumi karena iman terkait kepada ketaatan pada perintah dan larangan allah namun orang berilmu tidak sedikit kita lihat ketinggian ilmu tidak berbanding lurus dengan ketinggian nilai dalam berucap, kemuliaan dalam bersikap maupun kebaikan dalam berperilaku.

Tidak jarang kata kata kotor keluar dari orang berilmu, sikap sombong dan angkuh karena bersekolah tinggi sehingga menganggap remeh orang lain, apalagi yang mau memutarbalikkan ilmu pengetahuan demi kepentingan pribadi baik mendapat jabatan, cari nama atau cari muka atau berharap materi.Bila kita lihat menyeluruh ayat terkait ketinggian derajat orang berlimu itu terdapat dalam alqur’an surat al-Mujadalah ayat 11 yang artinya: Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, berilah kelapangan di dalam majelis-majelis, maka lapangkanlah. Niscaya Allah Swt. akan memberi kelapangan untukmu.

Apabila dikatakan, berdirilah kamu, maka berdirilah. Niscaya Allah Swt. akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Swt. Mahateliti apa yang kamu kerjakan.”Dalam ayat ini apabila kita baca satu ayat secara utuh bukan hanya sepotong-sepotong sesuai terjemahannya maka sangat jelas bahwa kemuliaan orang berilmu itu ada ketika mau berlapang lapang dalam majelis jadi bukan semua orang yang berilmu.

Apalagi bila kita kaitkan tafsir ayat diantarnya sebagaimana dalam tafsir ibnu kasir yang mengaitkan dengan hadis nabi “barangsiapa memberi kemudahan kepada orang lain dalam kesulitan maka allah akan memberikan kelapangan didunia dan diakhirat,dan allah selalu membantu hamba yang senantiasa membantu hambanya” serta hadis nabi lainnya “barangsiapa membangun mesjid karena allah maka allah akan membangunkan rumah baginya di surga”.Dengan melihat ayat secara utuh apalagi sampai mengaitkan dengan hadis terkait makna tinggi derajat ulama tersebut bukan semua orang berilmu tapi yang mau melapangkan orang lain baik dalam majelis seperti dalam ayat juga melapangkan orang lain dalam hal hal kebaikan lainnya sebagaimana dalam tafsir.

Diatas merupakan salah satu contoh bagaimana bila ayat alqur’an hanya dipahami sepotong lalu disampaikan kepada masyarakat luas tentu memiliki makna yang berbeda dengan maksud ayat begitu juga dalam menyampaikan hadis nabi sehingga berdakwah yang dibekali oleh llmu yang sempurna tentang apa yang disampaikan merupakan sebuah keniscayaan.Dalam kontek alqur’an dengan membaca terjemahan secara lengkap sebuah ayat yang sudah ada banyak beredar termasuk aplikasi alqur’an online yang dilengkapi dengan penjelasan asbabunnuzul sebagai dasar kenapa ayat tersebut turun sebenarnya sudah cukup memadai dalam memahami ayat qur’an meski tidak membaca tafsir untuk lebih sempurna.

Dijaman media sosial sekarang tidak jarang kita melihat potongan ayat dishare lalu diterima mentah mentah oleh masyarakat umum apalagi potongan ayat alqur’an atau hadis tersebut terkait dengan kepentingan politis tertentu sehingga yang terjadi adalah penyesatan pemahaman sesuai kepentingan yang menyampaikan bukan karena menjalankan perintah allah amar maruf nahi mungkar.Dengan perkembangan teknologi juga dimana kita bisa mencari terjemahan alqur’an dibanyak media digital, terjemahan alqur’an yang lengkap dengan terjemahan perkata serta asbabunnuzul, termasuk kitap kitap tafsir yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia tentu sudah menjadi sebuah keniscayaan bagi para pendakwah untuk terus belajar, membaca dan memahami betul terlebih dahulu apa yang ingin didakwahkan sehingga selain tidak memberi penyesatan terhadap ajaran agama yang berharap pahala justru dengan pemahaman ayat sepotong mendapat dosa dan lebih miris lagi jangan sampai terjadi bagi para pendakwah wabilkhusus yang berlatar belakang sekolah agama, pondok pesantren madrasah Tarbiyah Islamiyah dan lainnya yang telah diberi dasar ilmu tafsir, ilmu hadis, ushul fiqih, nahu syaraf, mantiq, balagah dan lainnya justru menjadi seperti istilah dalam kitab ushul “seorang jahil murakkab” yaitu orang bodoh yang tidak sadar dengan kebodohannya, nauzubillah minzalik. Wallahua’lam bisshawab.(*)

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini