Sebuah Catatan Tentang Palestina

Foto Harian Singgalang
×

Sebuah Catatan Tentang Palestina

Bagikan opini

Di tengah kekhusukan umat Muslim menjalani ibadah di bulan suci Ramadhan, kita tersentak dengan pemberitaan serangan zionist Israel terhadap umat Islam di mesjid Al qibli di kawasan Al Aqsa Palestina. Sepertimya sudah menjadi tabiat Israel untuk mengusik ketenangan umat muslim untuk beribadah pada bulan suci Ramadhan. Meski demikian, umat Islam Palestina tidak pernah menyerah dengan keadaan. Ya, mereka memang memiliki nyali dan daya tahan yang luar biasa dalam menghadapi kezoliman zionist yang sangat jumawa.Kesombongan Israel sangat tergambar dari sikap para tentaranya yang banyak dijumpai di kawasan Aqsa maupun di tempat-tempat tertentu di jerussalem. Saya masih ingat pengalaman berkunjung ke Palestina beberapa tahun silam. Kesan dingin dan mencekam mulai terasa ketika bus mendekati perbatasan karena seluruh penumpang diwanti-wanti untuk tidak mengambil video atau melakukan hal-hal yang dapat memancing kecurigaan para tentara Israel. Sebagai jurnalis sebenarnya sangat besar keinginan saya untuk merekam suasana mencekam di atas bus serta proses pemeriksaan di check point, namun ternyata nyali saya belum cukup kuat untuk melakukan itu. saya beserta rombongan hanya sibuk komat kamit berdoa agar lolos dari pemeriksaan dan bisa memasuki Palestina tanpa kendala apapun.

Tidak hanya sekedar memeriksa passport pendatang, para tentana Israel juga memeriksa berapa uang yang kita bawa, perhiasan yang dikenakkan juga harus dilepas semua sehingga mereka bisa melihat berspa banyak perhiasan yang kita bawa. Belakangan saya tau tujuan pemeriksaan uang dan perhiasan adalah untuk memastikan bahwa umat Islam yang datang kesana tidak membawa bantuan bagi umat muslim Palestina. Tidak jarang ada pengunjung yang sudah tiba di perbatasan namun tidak diijinkan masuk ke Palestina. Sebegitu takutnya mereka  jika umat muslim Palestina mendapat  dukungan dari orang luar. Untuk menutupi ketakutan itulah mereka selalu bersikap dingin dan arogan kepada orang-orang muslim yang ada disana maupun yang datang berziarah ke Palestina.Jadi tidak heran bila tentara Israel begitu brutal menyerang umta Islam yang sedang beribadah di dalam mesjid. Apakah kondisi ini menyrutkan perjuangan rakat Palestian utnuk mendapatkan haknya? Jelas tidak. Jiwa militan yang sangat kuat di dalam diri mereka membuat rakayt Palestina tidak gentar sedikitpun terhadap perlakuan tentara Israel yang seakan-akan selalu ingin memancing kemarahan mereka. Perseteruan di sekitar kawasan Al Aqsa terjadi hampir setiap hari, namun itu sudah menjadi pemandangan biasa.

Terkait hal ini sebuah pertanyaan saya lontarkan kepada guide yang mendampingi saya dan rombongan selama perjalanan bertajuk Menapak Bumi Para Nabi. Dengan kondisi yang serba terbatas dan tertindas seperti ini kenapa orang Palestina memiliki banyak anak? Karena di setiap tempat yang dikunjungi selalu banyak anak-anak. Jawaban guide saat itu bahwa mereka harus selalu melahirkan para mujahid. Kalau mereka tidak memiliki banyak anak siapa nanti yang akan mempertahankan Aqsa dan Palestina? Saya bergidik mendengar jawaban ini. berarti penduduk Palestina telah siap bila anaknya menjadi mujahid untuk mempertahankan agamanya. Suatu komitmen yang mungkin tidak akan kita temui di negara lain.Saya benar-benar tidak berhenti kagum dan terkadang meneteskan airmata selama perjalanan. Anak-anak yang hidup dalam kondisi kumuh karena pasokan air dan listrik yang sangat dibatasi oleh Israel tidak kehilangan keceriaan mereka. Mereka tidak kehilangan keberanian dan energi  untuk menghadapi serangan yang bisa saja datang secara tiba-tiba. Mereka benar-benar pejuang. Tidak ada raut sedih, takut  ataupun memelas dari wajah mereka. Bahkan saat berkunjung ke tempat pengungsian di Hebron, kami melihat mereka dengan riang gembira berebut bubur encer yang dibagikan seminggu dua kali. Anak. Masya Allah mereka bisa bertahan dengan konsumsi makanan yang sangat-sangat terbatas seperti itu tentunya mereka sangat jauh dari kecupun gizi. Kami yang tidak mebayangkan kondisi seperti ini sangat menyesal kenapa tidak membawa roti atau makanan ringan yang pastinya akan sangat berarti buat mereka. Saya mencatat dalam hati bahwa seandainya ada kesempatan kedua untuk datang ke Palestina saya akan membawa makanan untuk anak-anak itu.

Kenyataan ini pula yang membuat saya selalu mengingatkan kepada anak-anak atau teman-teman untuk menysukuri keadaan kita. Bila ada teman atau anak saya tidak menghabiskan makanan saya pasti mengatakan kalian tau di Palestina saudara-saudara kita kekurangan makanan. Makan bubur encer itupun tidak tiap hari. ayo habiskan makanannya. Sampai-sampai saya diketawakan karena selalu membandingkan keadaan dengan Palestina.Apa yang terjadi di mesjid Al Qibli beberapa hari lalu juga mengingatkan saya bagaimana perjuangan untuk shalat subuh disana. Berbeda dengan mesjid Al Haram ataupun Nabawi yang tidak pernah ditutup, di kawasan Al Aqsa berlaku jam malam. Umat muslim tidak dapat leluasa beribadah di mesjid Al Qibli maupun mesjid Shakarah yang fotonya menjadi icon Palestina tersebut. dibandingkan dengan mesjid Shakarah yang berkubah emas, orang lebih banyak memilih shalat di mesjid Al Qibli yang secara penampakan terlihat biasa-biasa saja. Bila sudah masuk jam malam gerbang kawasan Aqsa akan ditutup dan dijaga tentara Israel, dibuka lagi saat waktu Subuh akan masuk.

Bagi yang ingin shalat Subuh di Aqsa harus rela mengantri di luar gerbang tinggi sebelum masuk waktu Subuh. Antriannya rapat seperti mau masuk Raudhah bagi kaum ibu, namun situasinya tentu saja berbeda. Antri di Raudhah ibu-ibu disuruh duduk dengan teratur di dalam mesjid yang nyaman. Sementara  antri masuk ke Aqsa kita harus berdesak-desakan berdiri di depan gerbang tanpa dipisahkan laki-laki dan perempuan menunggu tentara zionist membuka gerbang tersebut. tidak jarang terjadi kerinutan antara tentara Israel dengan jamaah yang akan masuk kawasan mesjid. Pada suatu subuh saat saya dan rombongan antri masuk mesjid terjadi keributan tentara Israle dengan salah seorang jemaah, tidak jelas penyebabnya. Yang saya ingat orang itu wisatawan juga seperti saya dan diambil passportnya keumdian dibawa ke gardu jaga tentara Israel. Selanjutnya saya tidak tau apa yang terjadi karena saya dan rombongan buru-buru masuk mesjid.Kondisi  di komplek Al Aqsa di siang hari pada dasarnya tidak mencekam seperti halnya Subuh, namun demikian penjagaan ketat dari tentara Israel tetap ada. Para wisatawan maupun warga Jerussalem yang berkunjung kesana dapat dengan leluasa mengambil foto atau mengabadikan situasi di dalam maupun di luar mesjid Shakarah yang terkenal dengan Dome of the Rock yang ada di dalamnya. Tidak jarang wisatawan khususnya kaum ibu berfoto dengan tentara Israel yang ganteng-ganteng tapi berwajah dingin. Saya sempat nyelelutuk kepada salah seorang teman satu rombongan, ngapain berfoto sama tentara Zionis, mereka aja zolim kepada umat Muslim. Si ibu malu sendiri  saya katakan seperti itu.

Mendapat kesempatan berkunjung ke Palestina menjadi pengalaman yang sangat berkesan buat saya. Selain untuk menggenapkan perjalanan ke tiga mesjid utama umat Islam, juga menjadi pembelajaran yang sangat penting. Bahwa ada saudara seiman yang tidak pernah berhenti berjuang untuk mempertahankan hak atas wilayahnya, tempat dimana perintah shalat yang merupakan salah satu Rukun Islam berawal. Tempat yang sehariusnya diperjuangkan oleh seluruh umat Islam di dunia. Di tengah berbagai kezoliman yang dilakukan zionist kepada saudara-saudara kita di Palestina, apa yang kita sumbangkan untuk mereka? Setidaknya hal yang paling ringan yang bisa kita lakukan adalah mengirimkan doa untuk kemenangan Palestina. Bagi yang ada kelebihan rezeki akan sangat berarti bila kita menyisihkan sebagain untuk membantu melalui organisasi ataupun badan pengumpul zakat dan sedekah yang dikirimkan untuk muslim Palestina guna membantu  pemenuhan kebutuhan pokok umat muslim disana.(*)

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini