Ramadhan: Momentum Kolaborasi Ranah dan Rantau

Foto Harian Singgalang
×

Ramadhan: Momentum Kolaborasi Ranah dan Rantau

Bagikan opini

Sejumlah antropolog pernah terheran-heran melihat para lanjut usia di Minangkabau, terutama perempuan di nagari-nagari banyak yang terbilang hidup santai. Selain ke pasar dan melaksanakan shalat berjamaah di surau, arisan julo-julo, atau berkebun kecil-kecilan di samping rumah, mereka lebih banyak terlihat duduk-dukuk di beranda rumah. Pertanyaan para antropolog itu mengungkap, mengapa para parempuan manula itu bisa duduk santai? Bagaimana mereka memenuhi kebutuhan pokok? Salah satu jawabannya menjelaskan bahwa ternyata anak, kemenankan, menantu, dan dunsanak para lansia itu, selalu berkirim uang untuk mereka. Deskripsi kolaborasi ini yang umum terlihat dalam perwujudan misi budaya merantau masyarakat Minangkabau. Pertanyaan selanjutnya, apakah kolaborasi tersebut hanya sebatas kolaborasi finansial seperti itu saja? Apakah tidak ada ruang pengembangan kolaborasi ke dalam aspek yang lebih konkrit, bernilai guna, dan berkelanjutan?Bagi masyarakat Minangkabau motivasi utama dalam merantau dilandaskan pada pemahaman bahwa terdapat dua alam kosmologis Minangkabau, yaitu alam Minangkabau dan alam rantau yang pada awalnya memunculkan keinginan melakukan perantauan. Secara alamiah hal ini juga yang mempengaruhi keputusan untuk merantau atau kembali ke kampung halaman.

Alam Minangkabau merupakan pusat kehidupan serta tempat memanfaatkan potensi alam yang ada, sedangakan alam rantau dipahami sebagai tempat mewujudkan misi budaya, yaitu memperkuat dan memperkaya alam Minangkabau melalui hasil pencarian di alam rantau. Alam rantau menjadi tempat  menggali ilmu, mencari harta, dan kekayaan yang akan diberikan kepada alam Minangkabau.Hubungan antara rantau dan ranah yang terjadi, baik perubahan misi budaya merantau, maupun ukuran keberhasilan dan kegagalan misi tersebut, menjadi catatan yang butuh perhatian lebih, yaitu banyak potensi yang bisa dikembangkan dari budaya merantau masyarakat Minangkabau, salah satunya perluasan potensi kolaborasi dalam mewujudkan misi budaya merantau masyarakat Minangkabau yang lebih baik.

Upaya perluasan tersebut meliputi kebutuhan paling mendasar terkini masyarakat Sumatra Barat dan perlu didekati dengan tata kelola yang berorientasi pada perubahan ke arah yang lebih baik. Bahwa setidaknya ada tiga model kolaborasi yang penting untuk dikembangkan antara ranah dan rantau. Pertama, kolaborasi potensi perekonomian, kedua kolaborasi ide dan gagasan perubahan, dan ketiga, kolaborasi aksi perubahan sosial.Seterusnya, tiga kolaborasi di atas, dirasa terhubung langsung dengan kebiasaan masyarakat Minangkabau dalam merantau, ”Satinggi-tinggi tabangnyo bangau pulangnyo ka kubangan juo”, maksudnya sejauh-jauhnya orang Minangkabau pergi merantau pada akhirnya akan kembali juga ke kampung halamannya. Selain ada beberapa momen dan waktu yang menyebabkan perantau Minangkabau pulang kampung; seperti situasi medesak, masalah keluarga/kaum, kematian/kabar duka dan pesta adat pernikahan, waktu yang paling dinanti perantau minang adalah waktu menjelang Ramadhan, perayaan Idul Fitri, dan perayaan hari besar Islam lainnya

Kolaborasi Potensi PerekonomianKolaborasi ranah dan rantau, bagi orang Minang, berlangsung sepanjang waktu. Masing-masing anak-kemenakan orang Minang yang merantau punya tradisi berkirim ke kampung.

Kirim berkirim uang dari rantau ke ranah, di mana pun nagarinya, telah menjadi kearifan tersendiri bagi orang Minang. Aktivitas ini akan semakin memuncak Ketika bulan Ramadhan tiba. Sejumlah prosesi kebudayaan maupun keagamaan pra dan pasca-Ramadhan menyerap anggaran belanja sudah lazim ditopang dari rantau. Pada bulan biasa saja, diperkirakan peredaran uang dari rantau ke ranah berkisar pada angka milyaran rupiah. Jumlah ini meningkat berkali lipat pada bulan-bulan tertentu, khususnya pada bulan Ramadhan.Namun, kolaborasi finansial-keuangan ini dirasa penting untuk dikembangkan ini lebih luas dalam bentuk ide dan gagasan yang lebih berdayaguna, bahwa kiriman itu diharapkan tidak saja untuk membantu keluarga, tetapi juga untuk membantu kegiatan-kegiatan sosial, seperti membantu biaya pembangunan masjid, kegiatan kepemudaan, maupun kegiatan sosial lainnya. bagian ini selanjutnya dijelaskan dalam uraian pentingnya kolaboarasi ide dan gagasan dari rantau untuk perubahan ranah yang lebih baik.

Kolaborasi Ide dan Gagasan PerubahanPotensi kolaborasi ide dan gagasan perubahan kampung halaman yang lebih baik merupakan turunan dari makna batin dari merantau itu sendiri. Merantau bagi masyarakat Minangkabau, tidak hanya dimaknai dengan kunjungan biasa ke daerah lain, atau bagian dari pemenuhan aspek ekonomi, akan tetapi, lebih dalam sebagai perjalan spritual yang dipetik dalam proses mencari kehidupan, menuntut ilmu pengetahuan di perantauan.

Upaya pengisian diri ini kemudian yang diharapkan hasilnya berguna bagi kampung halaman, seseorang yang merentau dianggap mempunyai pengetahuan dan pengalaman lebih dari mereka yang tidak merantau. Seminimal kemampuan itu tentang soft skill sesuai bidang yang digelutinya di perantauan, atau lebih kepada karakter kemandirian dan seorang pejuang yang dibangun dari situasi perantauan.kolaborasi ide dan gagasan perubahan kampung halaman yang lebih baik sebenarnya sudah berlangsung dalam hubungan rantau dan ranah, capaian intelektualitas orang berdarah Minang berdasarkan kepakaran masing-masing tersebar di berbagai aspek kehidupan Minangkabau. Namun, potensi ini belum terstruktur, massif, dan terukur dalam bentuk kolaborasi perubahan sosial yang berdampak besar dan dalam jangka waktu lama.

Kolaborasi Aksi Perubahan SosialPemaksimalan hasil pencarian finansial rantau, ide dan gagasan perubahan saja dirasa tidak cukup untuk mencita-citakan perubahan yang lebih baik untuk kampung halaman. Permasalahan utama dalam pemaksimalan pencarian finansial rantau dan ide serta gagasan perantau terletak pada distribusinya yang masih dalam skala terbatas pada lintas personal dan kelompok masyarakat nagari tertentu saja.

Konteks ini tidak terlalu menjadi masalah, sebab karakterisitik kolaborasi orang Minang memang berbasis pada kesadaran adat salingka nagari, tagak kampuang paga kampuang. Cuma saja, yang perlu juga dikolaborasikan adalah keberhasilan nagari tertentu dalam memadukan energi ranah dan rantau perlu ditularkan ke nagari lain, seperti makasimalkan pembiayaan fasilitas pendidikan, kesehatan dan kebutuhan pelakasanaan keagamaan. Sekadar contoh, dapat dikemukakan di sini, model kolaborasi perantau Pariaman dengan nagari atau model perantau Sulik Aia Solok sebetulnya bisa dijadikan salah satu percontohan untuk dikembangkan di nagari lain.Berdasarkan yang teramati dan banyak terjadi adalah bahwa tagak kampuang paga kampuang ini hanya bagus untuk lingkaran nagari asal para perantau itu saja. Sasaran gerakan dan aksi sosial yang ada beredar pada lingkunan organisasi kenagarian atau kabupaten tertentu pula. Pada aspek lain, aksi gerakan sosial yang muncul berputar pada kondisi objektif para perantau, semisal para diaspora Minang yang berfokus pada keadaan diaspora itu saja. Hanya sesekali, seperti ketika terjadi bencana alam, barulah batas-batas kenagarian tidak terlihat. Kiranya, semangat meretas sekat dan batas kolaborasi lintas perantau dan lintas nagari menjadi salah satu yang akan pelan-pelan terbentuk dan bulan Ramadhan menjadi momentum untuk membakar spirit ke arah pola kolaborasi yang tanpa batas sebagaimana dicita-citakan tulisan ini.(*)

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini