Bacaan Teologis 349 T

Foto Harian Singgalang
×

Bacaan Teologis 349 T

Bagikan opini

Bacaan teologis 349 T maksudnya adalah pandangan keagamaan terhadap dugaan pencucian uang dan atau transaksi ilegal dengan jumlah luar biasa besarnya 349 triliyun rupiah yang menghebohkan jagad pemberitaan media Indonesia. Tema artikel ini muncul diinspirasi oleh besarnya angka penyimpangan atau kecurangan sebesar 349 Triliyun Rupiah Uang yang diduga tidak jelas transaksinya sebagaimana data yang diungkap Mahfud MD pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama komisi III DPR RI disiarkan langsung oleh TV Swasta Nasional.Dialog parlemen berupa pernyataan, pertanyaan dan pendapat yang disampaikan anggota Komisi III dan kemudian dijawab oleh Mahfud MD jelaskan akan mendapat tanggapan yang beragam dari publik, karena memang hukum komunikasi menyatakan setiap informasi yang beredar di publik akan ditafsirkan sesuai keahlian, kemampuan dan kepentingan mereka. Sudut pandangan hukum pidana, jelaskan berbeda dengan sisi pandangan hukum ekonomi, perspektif apapun yang dipakai, yang pasti berita dan informasi 349 Triliyun dipahami kejahatan, penyimpangan dan ketidakberesan yang disegaja untuk tujuan diluar tujuan yang sebenarnya.

Tidak diragukan lagi bahwa ketidakjelasan, sumber uang, pihak yang mengatur, alur kerja, jenis transaksi dan semua ketertutupan yang ada dalam proses keuangan yang dilaporkan oleh PPATK dapat diduga sebagai bentuk penyimpangan dan di dalamnya ada unsur kejahatan keuangan yang merugikan negara. Sebagai orang awam dalam proses transaksi keuangan, menyebut satu jenis transaksi perncucian uang, korupsi dan sejenisnya jelas tidak mungkin dengan mudah menyimpulkannya.Namun, analisis, pertanyaan dan komentar anggota DPR RI dan penjelasan Mahfud MD dapat menguak pikiran bahwa patut ada dugaan penyimpangan yang mesti diusut.

Jumlah fantastis 349 triliyun rupiah yang tak jelas dari mana dan cara bagaimana beredar pada lembaga keuangan resmi, Bank, adalah membawa tergerusnya kepercayaan (trust) pada lembaga keuangan yang dikenal diurus orang hebat, sepertinya mengiring pendapat pada kuatnya orang jahat yang mengendalikan orang hebat. Sungguh naif, dan tidak mudah menerimanya secara akal sehat pintu-pintu seperti apa yang dilewati oleh tikus-tikus perusak keuangan negara, sehingga ia dapat meloloskan jumlah uang yang begitu besar.Tulisan di bawah ini menjelaskan bagaimana Islam menilai kecurangan ekonomi yang terkandung dalam kasus ini. Dalam mushaf Al-Quran, ada surat Al-Tathfiif, artinya orang-orang curang yang merupakan surat ke-83. Surat Al-Tathfiif ini termasuk surat terakhir yang turun di Makkah sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Sehingga Al-Tathfiif termasuk ke dalam surat Makkiyah. Surat yang terdiri dari 36 ayat ini disebutkan memiliki arti dan menceritakan tentang orang-orang yang curang.

Surat tentang kecurangan ini turun salah satu sebab-sebabnya turunnya adalah kritik al-Quran terhadap kecurangan konvensional berupa timbangan dan takaran dalam sistim jual beli biasa di pasar-pasar tradisional. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadist yang diriwayatkan oleh An Nasai dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih yang bersumber dari Ibnu Abbas, ketika Rasulullah Saw sampai ke Madinah, Diketahui bahwa orang-orang Madinah termasuk orang-orang yang paling curang dalam menakar dan menimbang. Maka Allah menurunkan ayat-ayat ini, sebagai ancaman kepada orang-orang yang curang dalam menimbang dan menakar. Setelah ayat-ayat tersebut turun, orang-orang Madinah menjadi orang-orang yang jujur dalam menimbang dan menakar."Penamaan surat diambil dari kata al tahfifif, kejahatan mengurangi takaran dan timbangan dalam jumlah yang sedikit dengan cara sembunyi, karena khawatir jika diambil banyak akan kelihatan dan diketahui oleh pembelinya. Kebiasaan kaum musrik Mekah yang tadfifif adalah bisa menambah berat timbangan dan takaran saat orang menerima dari orang dan mengurangi saat memberi atau menjual barang kepada konsumen, seperti dijelaskan dari ayat 1-6 Al-Tathfiif itu.

Dalam mengungkap mengapa surat Al-Tathfiif beringgan dengan surat al-Infthar ada beberapa munasabah, relasi yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Surat al-Infithar pada akhir ayat nya menegaskan tentang azab akhirat atau sebagai tahdid, peringatan keras, lalu kemudian disambung lagi dengan penjelasan tentang azab akhirat bagi orang-orang yang curang. Kedua surat taudhih, saling menjelaskan tentang pentingan pengawasan Malaikat sebagai solusi mencegah kecurangan ekonomi.Balaghah yang terdapat dalam surat al-Mutaffifin antara lain pilihan kata, wailun lil mutaffififn artinya celaka, bahaya dan berupa penolakan tegas terhadap segala macam jenis kecurangan, karena kata wailun bermakna pada keadaan atau situasi yang merugi dan menggacaukan. Dalam lanjutan ayat yastaufunan, artinya tidak akan pernah ada kebaikan pada kecurangan klasik melalui timbangan dan takaran, dalam makna lain artinya yastakhirun, kerugian permanen yang akan terjadi bila kecurangan tidak dapat dicegah.

Akibat yang ditimbulkan oleh kejahatan mengurangi timbangan, takaran dan hak orang lain, adalah pelanggaran moral yang sangat berbahaya. "Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."(QS. Al-Isra' 17: Ayat 35). Dalam ayat lain bahwa kejahatan ekonomi mengurangi takaran dan timbangan adalah bentuk ketidakadilan yang harus dicegah. "Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, sampai dia mencapai (usia) dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Apabila kamu berbicara, bicaralah sejujurnya, sekalipun dia kerabat(mu) dan penuhilah janji Allah. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu ingat.""(QS. Al-An'am 6: Ayat 152). Perintah menegakkan keadilan dalam transaksi diperintahkan secara jelas, "Dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu."(QS. Ar-Rahman 55: Ayat 9).Ulama tafsir menjelaskan bahwa mengurangi timbangan, takaran dan menyalahgunakan transaksi keuangan adalah haram, disebut dalam sistim ekonomi Islam dengan jual beli gharar, artinya penipuan. Penipuan dalam jual beli, sistim ekonomi dan termasuk dalam penyalahgunaan wewenang adalah perbuatan tercela, yang tidak saja berdampak pada akhlak buruk, tetapi kemudian mesti dilanjutkan dengan tindakan hukum oleh Pemerintah yang memang memiliki kewenangan untuk menegakkan kebenaran, keadilan dan peraturan.

CURANG MENUTUPI HATICurang menutupi hati diangkat dari sural Al-Tathfiif ayat ke 13, "Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka."(QS. Al-Tathfiif)/83: Ayat 14). Terbukanya berbagai kecurangan dan kejahatan raksasa dengan jumlah angka 349 triliyun membuat pikiran cerdas banyak orang menjadi tumpul dan sulit menalarnya. Mengapa di negeri yang Berketuhanan Maha Esa, negeri yang beradab, berprikemanusiaan dan didengungkan sebagai bangsa bermoral, bermunculan kasus dahsyat yang merugikan bangsa dalam jumlah sangat besar?. Salah satu renungan penulis adalah tersambung dengan kejahatan ekonomi kaum jahiliyah klasik yang disebut dalam surat ke 83, surat al- Al-Tathfiif, sejak dulu masa jahiliyah sudah ada, kini di masa jahiliyah moderan mengganas kembali dan lebih dahsyat dalam mematikan bangsa.

Nalar lurus dan pikiran sederhana sulit memahami bagaimana cara kerja, apa gunanya bermacam-macam instrumen hukum yang ditugasi mengawasi pengendalian kinerja pegawai keuangan dan sederatan pertanyaan lainnya? Namun rupanya benar juga kata orang bijak, sepandai-pandainya Polisi, penjahat biasanya tetap dapat menemukan cara menghadapinya. Begitu juga kebaikan akan selalu ada pihak keburukan yang mengiringinya.Peringatan Allah swt bahwa prilaku dan tindakan curang pangkal dari tertutupnya hati adalah warning bagi umat yang bertuhan (beriman dan berkeyakinan ada Tuhan), atau memiliki nilai-nilai teologis dihatinya. Sehebat dan semampu apapun orang atau kelompok dalam menjalankan kecurangan akan mudah terbuka tabirnya, karena memang curang itu menutupi hati, dalam hal ini kebenaran. Dampak lebih jauh dari tertutupnya hati dari kebenaran adalah muncul tindakan liar, ganas dan membahayakan kehidupan bersama.

Mencegah hati jangan mudah tertutup atau membuat hati terbuka menalar, dan membaca tindakan kecurangan yang berakibat fatal maka sangat efektif bila mesin iman dihidupkan dengan efektif. Pada surat al-Infithar Allah swt menyebutkan adanya pengawasan Malaikat dalam ayat ke 10, dan dalam surat Al-Tathfiif ada terma kitab marqum pada ayat ke 20. Keduanya menegaskan adanya pengawasan dan catatan resmi dari Allah swt, melalui Malaikat yang ditulis pada catatan amalannya.Pesan teologis membaca angka 349 Triliyun hendaknya mengingatkan umat beragama, bahwa sehebat dan serapi apapun kejahatan pada saat akan terbongkar, karena cacatan Malaikat Ratib dan Atib terjamin adanya, pada saatnya akan terungkap. Kasus pengeroyokan anak penjabat ternyata menjadi pembuka kepulan kepundan gunung berapi yang magma-magma panas sudah lama tertahan yang harus disemburkannya. Kini orang lain yang kejahatannya sama atau mirip selama ini berada di zona aman, kini mendapat abu vulkanik kejahatan ekonomi di lumbung negara ini.

PEMULIHAN KRISIS KEPERCAYAANWacana, opini, komentar dan pandangan aparat negara dan ahli ekonomi terhadap dugaan transaksi keuangan sejumlah 349 triliyun ini, langsung atau tidak tengah bergejolak dalam memory publik, apakah kasus ini kejahatan individu, atau kejahatan kolektif, atau jangan-jangan ada skenario besar dibalik kegaduhan ini? Bacaan normatif dan teologis yang pasti adalah kejadian kecurangan ekonomi sudah terjadi sejak zaman klasik, tentu dengan modus konvensional.

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini