Mampir ke Rumah Ajax Amsterdam

Foto Harian Singgalang
×

Mampir ke Rumah Ajax Amsterdam

Bagikan opini

Siang Jumat (24/2) udara amsterdam lembut seperti baru masak, saya tiba di homebase Ajak. Namanya, Johan Cruyff Arena.Tak seperti stadion tapi, arena ini serupa komplek perkantoran. Banyak wisatawan datang ke sini. Mumpung ke Amsterdam. Mobil yang saya tumpangi parkir di bawah dan di atasnya berdiri stadion, seperti jalan bebas hambatan di bawah, di atasnya justru perumahan. Demikian Amsterdam memaksimalkan fasilitas sosial.

Di depan bangunan besar itu ada patung Johan Cruyff, pemain bola legendaris Belanda. Ia seperti sedang menggiring bola. Dan, si kulit bundar memang ada di kakinya. Patung berdiri di atas persegi empat. Di sebelah depan dipahatkan namanya. Lahir 25 April 1947 dan meninggal 24 Maret 2016.Saya dan Oktoweri serta Anita masuk dulu ke toko sovenir. Lihat-lihat. Tapi, yang berkesan ada lingkaran putih di atasnya ada tiga bintang (***). Dalam lingkaran ada tulisan Ajax.

Kami harus masuk stasion. Oke, tapi bayar per orang 20 euro atau sekitar Rp320 ribu. Beli di mesin dengan kartu kredit. Lalu tiket dikirim ke telepon genggam. Kemudian pergi ke konter, dikasih ID card. Pergi lagi ke sebuah stand. Untuk difoto selebrasi. Nanti foto diambil di press room.Sekarang masuk dulu melewati jalur yang dilalui pemain. Singgah di ruang ganti dan ruangan pajangan berbagai kostum. Selesai lewati lorong, naiki sedikit tangga.

Dan, jika Anda sering menyaksikan pertandingan bola di televisi, selalu saja wasit, pemain kedua klub, diiringi masing-masing anak kecil, muncul dari lorong dan masuk stasion, maka saya muncul seperti itu pula.Saya disergap stadion modern yang gagah berkapasitas 55 ribu penonton. Semua tempat duduk warna merah. Tak ada yang rusak. Atapnya bisa buka tutup, pertama di Eropa.

Di seberang sana, berhadapan dengan tribune utama, ditulis kapital dan besar:Ajax. Mencolok. Tangga ke arah tribune utama dicat kopi susu dengan bis kuning. Ada besi pegangan besi stainless.Di atas rumput terlihat warna merah jingga yang dipancarkan oleh alat seperti besi-besi penyangga yang dipasang membentang. Ini adalah alat penyubur rumput yang rumit dengan campur tangan air dan teknik yang tinggi. Tehnik itu diterapkan karena lada awalnya rumput stadion ini sering rusak.

Saya kagum menyaksikan stasion ini. Maka reaksinya adalah berfoto sepuasnya, seperti juga wisatawan lainnya. Bahkan mereka lebih gila. Pengunjung tak putus-putusnya. Stadion kosong itu saja menghasilkan uang tiap hari.Stadion dibangun dengan konsep "tidak terpisah dari keramaian." Maka, kemudian keramaian itu diciptakan. Dibangunlah di sana mall, toko, cinema, perkantoran, rumah dan parkiran. Dihadirkan pula pusat aktivitas sosial lainnya.

Stadion ini dibangun menelan biaya 140 juta euro. Dimulai 1993 selesai 1996. Sejak itu ramai dikunjungi pecinta bola. Saya yang terbang hampir 20 jam dengan waktu transit, bermasalah pula dengan imigrasi, maka pantaslah saya ke sini.Kalau soal bola, tentang Ajax hampir semua sudah tahu. Tak perlu pula saya ceritakan, nanti salah. Dan, selesai tour singkat di stadion yang tiap hari menghasilkan uang itu, saya ingin menikmati secangkir kopi. Tapi, itu soal biasa. Yang tak biasa, setelah ini saya akan ke museum batubara di Jerman dan museum semen berusia 150 tahun di Barcelona, Spanyol. Tentu saja melihat store Barca di jantung kota di tepi Laut Tengah itu.(*)

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini