Di Tepian Sungai Amstel Ada Kincir Angin Berusia 387 Tahun

Foto Harian Singgalang
×

Di Tepian Sungai Amstel Ada Kincir Angin Berusia 387 Tahun

Bagikan opini

Dua ekor itik warna hitam bekejar-kejaran di Sungai Amstel, pada Kamis (23/2) tatkala matahari masih belum muncul di Amsterdam. Matahari aku rindu.Sungai di tepi kota Amsterdam ini, tenang. Rumah-rumah warga dalam ukuran dan cat nyaris seragam, menjadikan bentangan batang air ini sebagai halaman depan, tempat bermain kala senja.

Pada musim panas, sungai ini adalah hamparan romantisme anak negeri Belanda. Sekarang belum. Suhu sedang 8 derajat.Kawasan ini, namanya De Riekermolen, berada 4 meter di bawah permukaan laut. Jika demikian maka air sungai ini sepanjang usianya tak pernah sampai ke laut. Airnya rindu laut, seperti rindu di bawah pohon petai-petai saat ada yang berfoto di sana.

Di tepian sungai ada sebuah kincir angin tinggi, amat tua: 387 tahun usianya. Selesai dibangun pada 1636, saya melihat wajah Belanda di Amstel dan kincir angin ini. Kincir angin itu tinggi jangkung, di dalamnya justru ada rumah. Dua pria terlihat sedang bekerja tatkala saya mendekat ke pagar bangunan bersejarah itu. Kincir inu merelakan dirinya "dihantam" kamera para pelancong yang berfoto di sana.Itik yang tadi bekejar-kejaran di sungai, sekarang sudah tenang di antara kawan-kawannya. Juga tidak terganggu tatkala sebuah peralu lewat.

Di sebarang sana, rumah berdiri berjejer. Ada satu yang sedang dibangun. Di negara ini, siapa saja boleh membeli atau membuat rumah, termasuk saya. Juga Anda. Syaratnya ada uang yang banyak untuk itu.Jika seseorang membangun rumah maka pemerintah akan meminta desainnya. Lalu diberikan ke tetangga untuk dinilai, dikritik dan diberi saran, agar rumah baru itu, tidak asing sendiri atau angkuh. Rumah baru mestilah ramah pada tetangga. Juga orangnya.

Dan sudah tengah hari, agak teratur soal makan saya sekarang, maka segera singgah di restoran nan hangat. Namanya Loetje. Jika di luar sedingin es maka di dalam sehangat teko teh di meja makan.Oktoweri, Anita dan saya memesan makanan yang dipastikan enak. Nanti sudah terbeli tapi tak sesuai di lidah, mubazir. Ternyata memang mantap. Apalagi kopinya.

Restoran ini cantik, mempercantik sungai mereka. Di sini resto dan rumah berdiri rapi dan diantaranya ada jalan, kecil saja. Mobil stir kiri lewat dan berhenti. Orang-orang yang bekerja masuk untuk makan siang. Meja-meja yang tadi kosong, sekarang penuh sudah.Sehabis makan saya selesaikan teguk terakhir kopi di cangkir. Cabut. Saya mau mampir ke Stasiun Ajax Amsterdam.(*)

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini