Singa Podium Rasuna Said  

Foto Harian Singgalang
×

Singa Podium Rasuna Said  

Bagikan opini

Oleh Khairul JasmiDi satu negeri bernama Minangkabau, tidak di negeri lain, tersebut seorang perempuan muda, bernama Rangkayo Rasuna Said, yang hanya dengan berpidato telah menggemparkan Hindia Belanda. Lebih 300 berita soal ia berpidato dan ditangkap serta di penjara sepanjang 1932 sampai beberapa tahun kemudian, sebuah jumlah yang mengejutkan. Ia mewakili rakyat terjajah untuk mengungkapkan isi hati di tengah semakin gencarnya polisi Belanda bertindak bringas. Rakyat ditangkapi, penyiksaan oleh polisi menjadi-jadi. Hidup sedang merana. Ia tak takut. Rasuna memperjuangkan nasib rakyat.

Banyak yang bisa naik mimbar, tapi tak bisa sehebat Rasuna. Seorang perempuan muda, Minangkabau jongedame ini, membuat massa tak beranjak. Ribuan orang diam. Ribuan orang bersorak bergemuruh. Pidatonya dan keberaniannya, menjadi buah bibir. Semua tokoh membicarakannya, Gubernur Jenderal Belanda, memerintahkan langsung, agar dia ditangkap. Bungkam. Usir dia dari kampungnya dan penjarakan.Dan, ia memang ditangkap. Riuh dan hebohlah bangsa terjajah ini karena peristiwa tersebut, para aktivitas dan nasionalis mengumpulkan dana, beras, gula, sandel, blankon, kain lalu dijual dan uang yang didapat  disumbangkan pada perjuangan Rasuna Said. Yang lain menulis buku, mengadakan pementasan, semua hasilnya untuk Rasuna Said.

Tidak di negeri lain, tapi hanya di sini, ia bawa bayinya dan di penjara ia susukan. Anaknya sakit, pejuang berteriak lagi, ”mari kita sokong dana beramai-ramai, untuk anak Rasuna Said.”Soekarno menulis untuk dia, membuat sebuah karikatur dan disiarkan di Majalah Fikiran Ra’jat. “Salam dari Penjara,” demikian karikatur itu. Bung Tomo, dalam sebuah rapat besar di Surabaya, meminta sumbangan untuk perempuan yang menutup rambutnya dengan rapi itu, tak seorang pun pernah melihat rambutnya, kecuali saudari-saudarinya. Pelajar-pelajar Taman Siswa mengadakan acara untuk Singa Podium ini.

Saat berpidato seolah dialah yang membuat mimbar, dialah yang punya lapangan besar dihadiri ratusan orang dan ribuan orang di lokasi yang berbeda. Ia berkata, mati sajalah, jika masih mau dijajah. Ia ekstrim kata Belanda, dia adalah “bensin bagi perjuangan kita,” kata rakyat.Usianya 22 tahun. Sejak kecil belajar agama. Remaja, tamat dari Diniyyah Puteri Padang Panjang. Sejak usia 19 tahun jalan 20 tahun, ia sudah berdiri di mimbar, membius para pendengarnya. Usia 22 tahun, telah mengguncang Hindia Belanda. Siapa bisa? Hanya Bung Karno, itupun bukan 22 tahun. Hanya Bung Karno, itupun laki-laki. Kelak, kedua orang ini menjadi sangat dekat. Pernah terjadi, lautan manusia di Bandung takzim mendengarkan pidato kedua orang ini.

“Manusia dilahirkan bebas, masyarakatlah yang membuatnya menjadi budak, berdosa terhadap agama dan bangsa. Lebih baik meminta kematian kepada Allah SWT daripada tidak mengabdi kepada bangsa.” Perempuan-perempuan dalam pertemuan ini, termasuk orang-orang yang belum merdeka, tapi suatu saat nanti yang pasti akan merdeka. Hindia Belanda bukan Indonesia dan Indonesia bukan Hindia Belanda. Hindia Belanda yang bagus-bagusnya dan Indonesia yang buruk-buruk. Rebutlah Indonesia merdeka, yang sekarang dikuasai bangsa asing. Saya menyeru kepada kita semua agar bergiat menuntut hak. Perubahan harus terjadi dengan cepat! Sebelum merdeka,  maka saudara-saudara rakyat Indonesia akan dipandang rendah dan hina oleh dunia. Kalau saudara-saudara putra merasa takut berjuang, tidakkah merasa malu kalau kemerdekaan Indonesia direbut kaum putri? Perempuan-perempuan dalam pertemuan ini, termasuk orang-orang yang belum merdeka, tapi suatu saat nanti yang pasti akan merdeka.” Ini antara lain, pidatonya yang membuat Belanda menangkapnya di hadapan lebih sekitar 2.000 orang di kota kecil bernama Payakumbuh, tak jauh dari Bukittinggi. Rasuna ditangkap lalu diborgol di hadapan orang ramai itu. Perempuan ini, tak takut. Lalu digiring ke tahanan. Ribuan massa itu, yang 70 persennya perempuan, membawa kisah penangkapan itu ke kampung masing-masing. Menyampaikan pesan Rasuna ketika sedang berpidato, “"Pintu kemerdekaan  sudah  terbuka dan  harap apabila  Anda  kembali  ke  tempat  masing-masing, saudara-saudara akan membisikkan hal ini kepada saudara-saudara seagama dan sebangsa.  Tujuan  kita  semua  satu: membuka jalan untuk meraih hak kita, yaitu Indonesia  merdeka  yang  bebas  dari kekuasaan bangsa asing."Apa akal? Tangkap! Tak lain, hanya itu. Maka ditangkaplah. Sudah ditangkap, dimasukkan ke penjara . Di penjara dibujuk oleh pejabat tinggi Belanda, agar mengubah haluan hidup, tetap sajalah menjadi guru. Setiap malam selama hampir sebulan, bujuk-rayu terus berlangsung. Bujukan itu, dilakukan bukan oleh sembarang orang melainkan oleh murid langsung Christiaan Snouck Hurgronje. Hasilnya sia-sia. Rasuna tak mau takluk. Gagal.

Ia menguasai ajaran Islam, politik Islam. Kuat beribadah, rajin membaca Al Qur’an. Umat Islam, katanya dalam berbagai pidato, ibarat bata dan tembok semen, bersatu, kokoh dan saling menguatkan. Umat Islam Indonesia mesti begitu karena momennya sudah dekat. Merdeka! Ia ucapkan kalimat itu dalam rapat besar disaksikan ribuan orang, sebagian besar perempuan di Padang Panjang, Pandai Sikek, Batusangkar, Sikapak Pariaman dan di Payakumbuh.Perempuan semampai nan lembut itu, garang di atas mimbar berkata, “aturan-aturan Hindia Belanda sangat sempit sehingga Indonesia tidak bisa bernafas lagi.” Hidup memang sempit. Suara Rasuna adalah suara rakyat. Maka tak heran, ibu-ibu yang baru melahirkan anak di sekitar Payakumbuh, Bukittinggi,  Agam, Tanah Datar dan Padang memberi nama anaknya “Rasoena.”

Si orator itu, belajar berpidato pada seseorang bernama Udin Rahmany di kampungnya. Belajar hal yang sama, muhadharah di Diniyyah Puteri. Sebelum pandai, takkan berhenti. Ia seorang yang egaliter, seperti kebiasaan hidup di sukunya Minangkabau. Adat dan kebudayaannya, sekeras apapun adat itu, seburuk apapun pendidikan, selalu memberi ruang bagi perempuan untuk menyampaikan pendapatnya. Bahkan, dalam urusan adat, jika tidak selalu, sering sekali, kata putus ada pada perempuan. Dan, ia anak Maninjau, kaldera mati dan danau bening itu, adalah lumbung orang-orang cerdas. Sejengkal dari rumahnya, diamlah Karim Amrullah, anaknya bernama Hamka. Tak jauh pula dari sana, adalah nagari-nagari penghasil orang-orang hebat untuk bangsa ini.Ustazah, ulama, muslimah taat, pejuang pendidikan perempuan, antipoligami, dibenci penjajah, ditakuti lawan dan disegani oleh kaumnya. Nyonya muda dari Minangkabau, telah menjadi catatan penting bagi pemerintah Hindia Belanda. Dalam usia muda itu, ia dijebloskan ke Penjara Wanita Boeloe di Semarang selama 15 bulan. Penjara perempuan itu, diisi para tahanan dengan berbagai macam bentuk kriminalitas yang dituduhkan padanya. Semua terganggu, karena ada rupanya perempuan masuk penjara (hanya) karena berpidato. Dan, memang dialah yang seperti itu di negeri ini. Bahkan tidak satupun di zamannya ini, yang seperti dia, yang selihai itu. Ia menyatu dengan massa jika sudah berada di atas mimbar. Seperti bisa menangkap isi hati dan raut muka yang mendengarnya.

Rasuna puncak piramida yang dibungkam dan dipatahkan kaki perjuangannya oleh Belanda,  kemudian yang lain satu persatu, bagai batu domino, para pejuang hebat, ulama, cendekiawan Minangkabau ditangkapi. Organisasi paling keras Persatuan Muslimin Indonesia dibubarkan. Lalu, semua tiarap.“Pengecut semua!” kata Rasuna Said. Ia kemudian membina karir jurnalistiknya, membuat media, “Menara Poetri.” Jurnalis pejuang ini, ketika awal merdeka, menjadi anggota senior KNIP. Ia mengajukan interpelasi soal perundingan dengan Belanda yang lambat. Menjadi anggota parlemen, minya kementerian agama dibubarkan. Menginterpelasi pemerintah karena garam dan beras tiba-tiba mahal.

Meninggal karena kanker darah. Ia abaikan kebutuhannya, demi sebuah cita-cita besar. Lantas, menjadi Pahlawan Nasional, namanya menjadi nama jalan di banyak kota di Indonesia: HR. Rasuna Said. Dialah perempuan pertama yang diadili karena melanggar sepreekdelict, menghasut rakyat untuk membenci penguasa.Saya selesai menulis  novel biografi pejuang ini. Agak berat pendakian mencari bahan, tapi ternyata kisah Hajjah Rangkayo Rasuna Said, luar biasa. Telah selesai saya tulis lebih 74 ribu kata. Mulai awal Desember 2022, selesai awal Februari 2023. Sedang riset dilakukan sejak 02 November. Tahulah saya kenapa muslimah Maninjau ini,menjadi pahlawan nasional. Urusan untuk itu, mulai dari surat pertama sampai diserahkan Keppresnya, hanya 52 hari. (***)

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini