Matahari sedang "lembut" tatkala saya sampai di rumah Anugerah Mutia Rusda, salah seorang cucu pahlawan nasional Hajjah Rangkayo Rasuna Said, di Jakarta, Sabtu (19/11). Jika ingin menulis tokoh sehebat anak nagari Maninjau ini, maka pertama mestilah menemui keturunanya.Itulah sebabnya saya sampai di rumah tersebut. Saya disambut Darwan suami Rusda. Sebentar saja kami sudah akrab sembari duduk di teras. Tak lama kemudian Shalat Zuhur berjemaah ke masjid terdekat.
Hari ini adik dan kakak Anugerah Mutia Rusda datang. Kakaknya, Kurnia Tiara Agusta dan si bungsu Natasha Quratul' Ain. Semua enam bersaudara, namun tiga lainnya sedang tidak bisa hadir. Ibu mereka, anak semata wayang Rasuna Said bernama Auda Zaschkya Duski. Saya sedang berhadapan dengan perempuan-perempuan hebat Maninjau sekarang.Saya sudah berkomunikasi sebelumnya maka setelah makan siang, Tata, demikian Natasha Quratul' Ain, disapa mengisahkan soal neneknya. Lalu silih berganti kakaknya menambahkan. Yang pernah bersama Rasuna Said hanya cucu tertuanya. Selebihnya ada yang baru lahir, bahkan ada belum lahir ketika sang nenek meninggal dunia.
Tapi kisah tentang nenek mereka ada dalam ingatan kolektif. Maka tak heran Tata dengan lancar mengisahkan. Rasuna Said adalah pejuang muslimah dari Minangkabau yang tak pernah melepaskan kerudung atau liliknya kapan pun. Di rumah sendiri, jika ada laki-laki, siapapun itu, Rasuna selalu memakainya.Pahlawan ini adalah perempuang yang konsisten, tegas dalam bersikap namun lembut dalam bertutur. Punya prinsip yang tak bisa ditawar dan teguh. Ia seorang penulis yang hebat, sama hebatnya dengan berpidato. Tak ada lawan, kecuali Soekarno. Rasuna memang dekat dengan presiden pertama itu. Bahkan sering dipercaya untuk misi-misi diplomatik. Walau dekat, namun jika ada kebijakan Soekarno yang bertentangan dengan prinsipnya, maka Rasuna Said, tidak segan-segan mengingatkannya.
Rasuna yang cerdas, tegas, kritis dan berani adalah contoh pejuang yang taat. Ini karena sejak kecil ia mendapat pendidikan agama di kampungnya kemudian di Diniyyah Puteri Padang Panjang. Dari sinilah kemudian bintangnya makin cemerlang sebagai pejuang perempuan. Apalagi setelah menjadi ikon dalam organisasi Permi.Rasuna yang enam bersaudara itu menguasai Bahasa Inggris, Belanda, Cina dan Bahasa Arab. Karena penguasaan bahasa asingnya yang cemerlang tersebutlah, ia sering dipercaya untuk misi-misi luar negeri. Rasuna pejuang hak-hak dan keseteraan perempuan ini, tak tertirukan di podium, itu sebabnya ia dijuluki Singa Podium. Ia wartawati yang hebat.
Karena anak seorang saudagar, maka Rasuna bisa sekolah kemana ia ia suka. Ia memilih Diniyyah dan dengan demikian, penerapan ajaran Islam dalam hidupnya sehari-hari, benar-benar terlihat.Rasuna yang lahir 1910 itu, ditahan di penjara khusus wanita di Semarang 1933 untuk beberapa tahun ke depan. Kala itu, anaknya baru lahir berusia sekitar 1 tahun. Ia pergi bersama anak yang baru ia lahirkan. Perjalanan panjang yang melelahkan, bersama anak berusia sekitar setahun, bukanlah hal gampang dan ringan. Ia ditahan di Penjara Bulu, di tidur beralaskan tikar di lantai semen nan dingin.
Kala tiba waktu menyusui, bayinya diantar oleh familinya ke dalam penjara di bawah tatapan tajam mata opas-opas Belanda. Tiap hari seperti itu. ASI wanita dalam penjara. Penjara penjajah pula. Tapi, Tuhan memang berkehendak lain, anaknya tumbuh bugar.Hampir tiap hari, ketika si bayi dibawa keluar penjara, ia selipkan tulisannya dalam popok si bayi. Bayi bernama Auda Zaschkya Duski itulah yang kemudian melahirkan enam orang anak. Perempuan perkasa, seperti juga ibunya Rasuna.Tulisan yang disembunyikan dalam popok bayi itu, berisi sikapnya tentang perjuangan akan hak-hak perempuan, akan kemerdekaan, akan perjuangan nasib rakyat terjajah yang teramat miskin. Tulisan itu, diberikan pada pejuang-pejuang perempuan di Semarang. Sedemikian hebatnya, sehingga ketika ia diketahui akan dikeluarkan dari penjara karena masa tahanannya habis, di depan penjara penuh oleh pejuang perempuan Semarang yang menyemut. Mereke manunggu, ingin bersua dengan seorang ibu muda yang menyusui bayinya di penjara. Ingin bertemu dengan puteri Minangkabau yang mereka kagumi. Tapi tidak. Tak ada Rasuna sepagi itu, sebab Belanda sudah tahu, maka Rasuna dikeluarkan malam sebelumnya.Kisah Rasuna semacam itu, hampir tak diketahui publik, apalagi tentang sebab ia ditahan, dikenakan Speek Delict tatkala ia berpidato berapi-api di hadapan ribuan orang di Payakumbuh pada akhir November 1932. Bahkan, banyak generasi sekarang yang tahu Rasuna Said sekedar nama jalan. Bahkan pula, ada yang bilang Rasuna laki-laki. Walau begitu, generasi muda tersentak tatkala muncul google doodle guna memperingati kelahiran Rasuna 14 September 1910. Rangkayo ini meninggal dunia pada 2 November 1965.
Begitulah, saya di rumah cucu Hajjah Rangkayo Rasuna Said. Ragkayo adalah sapaan hormat untuk perempuan Minang yang sudah menikah. Artinya Orang Kaya. Kenapa? Karena lazimnya menurut adat, merekalah pewaris harta pusaka tinggi dalam kaumnya. Ia menjadi kaya untuk kaumnya itu. Gelar ini juga dilekatkan pada perempuan terhormat. Ia kaya karena ilmu, pengaruh dan wibawanya. Belakangan tak banyak lagi gelar itu dipakai, entah karena apa.Dan, kami bercerita banyak. Jarum jam di arloji terus bergerak dan saya permisi untuk pamit. Saya kembali dengan banyak catatan dan akan terus saya tambah untuk bahan menulis novel biografi Hajjah Rangkayo Rasuna Said. (*)