Sang Pahlawan di Hati Kita (Prof. dr.Kamardi Thalut, SpB)

Foto Harian Singgalang
×

Sang Pahlawan di Hati Kita (Prof. dr.Kamardi Thalut, SpB)

Bagikan opini

Ketika aku katakan, betapa rasa sedih yang mendalam saat kehilangan sosok orang tua “kami”, beberapa orang meralat dan menyatakan orang tua “kita”. Ya, ternyata beliau bukan saja milik kami, anak cucu dan menantu, tetapi juga milik mereka yang mencintainya. Sosok Papa/Atuk termasuk  salah seorang yang langka di zaman yang serba materialistis, kompetitif, dan individualistis. Tak pelak lagi, dapat dikatakan sebagai pahlawan yang tidak berperang di medan laga, namun  berperan dalam membangkitkan hati nurani kita.Dengan kesederhanaannya, beliau sejak dahulu selalu memotivasi teman, seperti salah seorang yang sangat akrab, yaitu Om Azwan Hamir. Sejak masa perkuliahan, walaupun dengan latar pendidikan yang berbeda, namun mereka “sehati”. Alm Om Wan, selalu menjadikan Papa sebagai teman curhat, apalagi untuk pengobatan. Kalau Papa yang memerintahkannya untuk meminum obat atau tindakan medis, barulah dia mau menurut.

Setelah Papa menjadi Dokter, ada tawaran untuk menjadi dosen di Jogja (UGM). Akan tetapi, beliau lebih memilih kembali pulang ke kampung halaman untuk membangun Fakultas Kedokteran Unand. Saat itu, Fakultas Kedokteran masih kekurangan dosen. Dalam waktu yang bersamaan, beliau juga mendapat tugas yang akan diterjunkan ke Irian dalam upaya pembebasan daerah itu. Namun, jiwa pendidiknya lebih terpanggil untuk menjadi Dosen di FK Unand.Selain membangun FK Unand, beliau tak lupa untuk mengembangkan potensi kampung halaman, nun jauh di pelosok Talago-Payakumbuh. Saat itu, jalan menuju ke Talago sangatlah sulit dan infra struktur masih belum dibangun sempurna. Sehingga, perjalanan ke sana cukup melelahkan, apalagi melalui jalan yang sempit dan berlubang. Setiap beliau pulang, selalu ramai orang-orang kampung datang menemuinya. Mereka datang dengan berbagai macam tujuan. Ada yang sekadar bersilaturahim, mengeluhkan tentang penyakit, meminjam atau minta uang dan sering juga menanyakan segala sesuatu tentang pendidikan. Hal yang terakhir ini, benar-benar ditekankannya kepada ibu ibu di Tujuh Koto Talago. Betapa pentingnya arti pendidikan untuk anak kemenakan kita. Karena, hanya dengan pendidikanlah kita dapat merubah nasib. Kalau ingin sukses , ibu ibu (yang rata-rata sebagai petani), diminta untuk mulai menabung demi kelanjutan pendidikan anak. Sekolahkan anak setinggi-tingginya. Inilah nanti yang bakal menjadi aset berharga untuk kemajuan kampung. Sudah banyak anak kemenakan yang ditolongnya untuk bisa kuliah di Perguruan Tinggi. Rumah kami di kompleks PJKA dulu, akan menjadi saksi bisu bagi mereka. Beliau membantu mereka sekolah dan tinggal bersempit-sempit bersama kami, menjelang dapat rumah kos. Masih teringat di memoriku, ada salah satu orang kampung yang menginginkan anaknya dapat masuk sekolah perawat, padahal tinggi dan berat badannya tidak mencukupi.  Bersama Mama, beliau berupaya melatih fisik si anak, memberi makanan yang bergizi, dan berbagai trik lainnya. Saat test, ternyata tinggi badan yang dipersyaratkan masih kurang sedikit. Namun, beliau sebagai Dokter yang paham tentang tumbuh kembang, menjamin kalau anak tersebut akan tumbuh pesat nantinya. Benar saja, badan anak laki laki tersebut tinggi menjulang, bahkan mengalahkan rekan-rekannya. Ada lagi, mahasiswa Kedokteran dari keluarga kurang mampu yang sering datang ke rumah. Beliau selalu membantu kebutuhannya karena melihat potensi yang ada pada mahasiswa tersebut.

Setiap mulai tahun ajaran baru, biasanya ada saja yang datang dari kampung, untuk meminta petunjuk dan pertolongan agar anaknya bisa kuliah. Walhasil, di nagari kecil  Tujuh koto Talago, terbanyak mendapat gelar Profesor dari berbagai disiplin ilmu. Betapa puas hati beliau, melihat kenyataan yang membanggakan ini. Teringat, hari-hari saat beliau giat mengedukasi para ibu-ibu di Jorong kampung tersebut.Dari segi pahlawan pendidikan, tak pelak lagi, beliau boleh dikatakan salah seorang yang ikut andil memberikan motivasi,  baik di kampung maupun di kota. Contohnya saja, ketika alm Pak Haji Amran akan mendirikan Fakultas Kedokteran. Saat itu, semua pihak kurang menyetujui, namun beliau dengan bijaksana mendukung niat mulia tersebut. Karena, dalam pemikirannya, semakin banyak Perguruan Tinggi, khususnya di bidang kesehatan maka akan mencerdaskan dan menyehatkan masyarakat. Beliau tidak pernah mempunyai pemikiran negatif dengan adanya Perguruan Tinggi Kedokteran swasta di Sumbar. Hal ini diungkapkan oleh owner Unversitas Baiturahmah (Unbrah) kepada kami.

Ketika Universitas Riau akan mendirikan Fakultas Kedokteran, beliau juga ikut berperan aktif membantu negosiasi yang cukup alot. Pimpinan Fakultas meminta beliau, baik sebagai senior maupun Guru Besar untuk menengahi dan memberikan jalan keluarnya. Walhasil, salah satu hasil negosiasinya adalah adanya gedung yang dibangunkan pihak UNRI untuk FK dan sebagai barternya, FK Unand  bersedia menjadi “bapak angkat” FK  UNRI.Dalam program studi Ilmu Bedah, boleh dikatakan sebagai  founding father. Beliau merupakan residen pertama Ilmu Bedah dari FK Unand yang dikirim ke UI (Universitas Indonesia) dan setelah selesai, akan membangun Bagian tersebut di FK Unand.

Dengan kondisi keuangan yang terbatas, selama Papa kuliah di UI, kami tinggal di Bandung, menumpang di rumah Opa. Setiap Sabtu, beliau ke Bandung naik taksi 4848 dan tak lupa membawa oleh-oleh untuk kami. Begitulah kegigihan beliau dalam menuntut ilmu. Jadi, kalau ada mahasiswa yang gagal di tengah jalan, beliau sangat sedih.Untuk penulisan jurnal, beliau merupakan orang pertama di Unand yang karyanya dimuat di jurnal terindeks Scopus. Tulisannya tentang batu buli-buli di textbook Urologi, masih dihargai sampai sekarang.

Bukan hanya di Bagian Bedah saja, tetapi dia juga mensupport berdirinya bagian Patologi Anatomi. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Bagian Patologi Anatomi dalam tulisannya di FB. Selain itu, saat Bagian THT akan diakreditasi, beliau diminta menjadi salah seorang staf THT karena belum adanya Guru Besar di Bagian tersebut. Tentu saja, permintaan tersebut beliau terima dengan gembira. Untuk kemajuan pendidikan, beliau memang sosok seorang pejuang dan pahlawan. Bahkan, saat tiba-tiba sakit dan  muntah-muntah, di hadapan beliau masih berlangsung zoom “laporan jaga.” Dalam usia 88 tahun, beliau masih selalu hadir dan disiplin mengikuti “laporan jaga,” dengan berbagai pertanyaan yang menghangatkan suasana. “Terasa sepi laporan jaga tanpa beliau,” demikian pernyataan para residen dan konsulen Bedah.Bukan hanya di tingkat residen saja, bahkan sampai di tingkat mahasiswa, Dokter muda maupun  junior,  sangat akrab dan dekat dengannya. Prinsip beliau, kita sebagai dosen harus kenal dan hafal nama mahasiswa kita. Inilah yang menjadikan mereka  akan merasa dekat dan tidak takut kepada dosennya. Setiap akhir sesi perseptorship, ada tradisi beliau yang mengesankan mahasiswa. Beliau meminta kesan mereka terhadap pengajaran beliau dan sebaliknya, dia menuliskan kesan terhadap para mahasiswanya di buku otobiografi dan di hadiahkan untuk mahasiswa perseptornya. Semua ini, bisa dilihat berbagai jejeran ucapan terima kasih dan foto-foto perseptorship beliau yang mengharukan. Semua ini akan menjadi saksi bisu, betapa cintanya anak didik kepada Sang Guru.

Selain itu, beliau juga diamanahkan untuk mendirikan RS Islam oleh almarhum Bapak M. Natsir.  Sedangkan, saat itu beliau sedang merintis pendirian RS Yos Sudarso (RS Yayasan Kristen) bersama Dr Soemanto SpB.  Waktu itu, beliau merasakan keseimbangan, dari segi agama Islam, karena belum ada RS Islam di kota Padang. Bersama pengurus YARSI, beliau menggadaikan SK PNS, demi mendapat pinjaman dari Bank untuk pendirian Rumah Sakit Yarsi.  Dengan demikian, bisa dikatakan juga, beliau merupakan sosok pahlawan di bidang kesehatan, khususnya umat Islam.Selain bidang kesehatan, dia melihat pentingnya pembangunan di bidang ekonomi. Ketika ada rencana untuk mendirikan BPR (Bank Perkreditan Rakyat) di kampungnya, beliau menjadi penyetor modal awal untuk pendirian tersebut. Selain itu, Prof juga ikut membangun asrama mahasiswa 7 koto Talago, untuk mereka yang kuliah di Padang.

Itulah sekelumit kisah tentang kepahlawanan seorang Prof Kamardi. Lebih tepatnya, beliau dapat dikatakan sebagai pahlawan di hati kita semua. Beliau tidak pernah mengumbar jasa atau mengeluh jika ada kesulitan. Semua dihadapi dan dijalaninya dengan lapang dada dan ikhlas. Kepada kami anak-anaknya, beliau selalu menekankan, “Papa tidak akan meninggalkan harta yang berlimpah, namun ilmu yang tinggi akan menyelamatkan hidup kalian.“ Sampai saat ini, masih terngiang motivasi-motivasinya kepada kami dan siapapun yang datang menjumpai beliau . Semoga, semua kerja baik Papa selama ini, akan mengalir terus menerus dan menjadi amal saleh beliau untuk menuju surga JannahAamiin Yaa Rabbal ‘Alamin.

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini