Memenuhi Undangan Ketua MA (1), Ini Pertama Pemred Diundang ke Mahkamah

Foto Harian Singgalang
×

Memenuhi Undangan Ketua MA (1), Ini Pertama Pemred Diundang ke Mahkamah

Bagikan opini

Memakai baju biru muda lengan panjang, seperti warna salah satu planet yang menenangkan, Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof. Muhammad Syarifuddin, meyambut tamunya dengan ramah.Tamu itu, para pemred media ibukota yang tergabung dalam Forum Pemred Indonesia, menyelip saya satu, Pemred Singgalang. Ini Selasa (9/11) sehabis Magrib di gedung, pertemuan berlangsung di lantai 12 gedung MA.

Hampir semua pemred menyebut, inilah untuk pertama kali ketua MA mengundang wartawan ke kantornya. Memang ketua MA ketujuh, Ali Said yang diangkat pada 1984, dekat dengan pers, tapi tak pernah diundang bertemu secara khusus. Terkesan selama ini, atau memang demikian, MA sulit didekati. Sebutannya yang agung, memang punya mantagi yang kuat. Tugasnya berat, kerja hakim-hakimnya banyak.Karena tugasnya itulah mungkin, membuat MA menjadi sulit didekati. Pada pertemuan kemarin, semua wakil ketua hadir. Ditambah hakim agung lainnya. Hadir juga Penasihat Tim Pembaruan Peradilan MA, Prof Yuliandri, yang sehari-hari rektor Universitas Andalas. Ternyata tak angker-angker amat, entah kalau sedang bertugas apalagi pakai toga.

Ketua MA, Muhammad Syarifuddin, tidak meledak-ledak. Orangnya bertutur datar, banyak canda dan suka kopi, walau bukan pria pengopi. Lahir di Baturaja Sumatera Selatan 17 Oktober 1954. Ia menjadi ketua MA untuk periode 2020 - 2025 menggantikan ketua sebelumnya Hatta Ali. Sebelumnya ia menjabat Wakil Ketua MA bidang Yudisial.Lulusan Fakultas Hukum Univesitas Islam Indonesia (UII) ini memulai karirnya sebagai hakim pada 1984, di Pengadilan Negeri Kutacane, Aceh Tenggara. Ia baru sebagai calon hakim. Anak muda itu pada 1990 dipindahkan ke Lubuk Linggau, masih di Sumatera. Lima tahun di kota persimpangan ini, ia dapat promosi menjadi Wakil Ketua PN Muaro Bungo, Jambi. Tak jauh benar dari Linggau. Ia dipindah lagi tapi masih tetap di Sumatera kali ini pada 1998 ke kota pantai Pariaman. "Saya pernah beetugas di Pariaman, saat itu bupati Padang Pariaman, Nasrul Syahrun," katanya pada Singgalang.

Saat ini negeri sedang krisis, Indonesia nyaris mendidih, ketika itulah kemudian Syarifuddin ia dapat amanah lagi menjadi Ketua PN Baturaja pada tahun 2000. Tiga tahun kemudian ia menjadi hakim di PN Jaksel yang terkenal itu. Hanya dua tahun, ia dipindah menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung, setahun saja,. Kemudian pindah ke ruang sebelah menjadi ketua di PN tersebut sampai 2011.Tanah Sumatera memanggil lagi, ia dapat jabatan pada 2011 sebagai Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Palembang. Lalu ia masuk markas besar di Jakarta dengan jabatan Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI sampai 2013. Kemudian ia terpilih menjadi hakim agung

Dua tahun kemudian dipercaya lagi menjadi Ketua Kamar Pengawasan. Setahun saja, dapat kepercayaan lagi jadi Wakil Ketua MA Bidang Yudisial pada 2016. Hakim Agung ini kemudian terpilih lagi jadi Ketua MA, yang akan dijabatnya sampai 2025.Pertemuan Penting

Pada Selasa malam kemarin itu, Ketua MA tersebut makam malam bersama dengan para pemred, peristiwa yang menurut dia, sangat penting. Penting karena setelah musibah yang menimpa ma, gedung hebat itu, "goyang". Hakim Agungnya terkena OTT KPK.Peristiwa itu tak sekadar merusak citra, tapi menggerus kepercayaan publik. Tongkat membawa rebah, kata orang Sumatera. Ini bukan sekadar omong kosong. Survei Litbang Kompas tentang kepuasan publik pada penegakkan hukum di Indonesia, menurun. Dalam survei akhir 24 September hingga 7 Oktober 2022 itu, kepuasan publik pad apenegakkan hukum hanya 51,5 persen, turun 6 persen dari posisi Juni tahun yang sama.

Pada survei Juni 2022, Kompas menemukan: kepercayaan pada MA turun dari 74 persen pada Januari turun ke posisi 62,2 pada Juni.Rupanya ini menjadi kerisauan bagi ketua MA. Karena itu, ia memaksimalkan kerja Tim Pembaruan Peradilan, meningkatkan pemakaian IT dan percepatan penanganan kasus-kasus. Itu pulalah sebabnya, ia meminta masukkan dari para pemred.

Katanya, MA mesti memiliki integritas yang kuat, tanpa itu kehormatan akan mati. Tapi MA takkan mati, sebab di sanalah benteng terakhir keadilan. Karena itulah banyak perkara yang bermuara ke gedung ini. Hanya ditangani 49 hakim agung, yang bekerja siang malam. Sesungguhnya, MA adalah kantor yang sepi dari detak bunyi sepatu, yang ramai adalah suara derau dari luar. (***)

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini