Pengembangan Model Intervensi Lingkungan terhadap Risiko Stunting  pada Balita dalam Upaya Pencegahan Stunting

Foto Harian Singgalang
×

Pengembangan Model Intervensi Lingkungan terhadap Risiko Stunting  pada Balita dalam Upaya Pencegahan Stunting

Bagikan opini

 Oleh : Yessy Aprihatin

Doktor Ilmu Lingkungan Pascasarjana Universitas Negeri PadangStunting merupakan  kondisi gagal tumbuh anak balita yang disebabkan kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang sehingga tubuh anak terlalu pendek untuk usianya. Kejadian stunting ini di pengaruhi dari beberapa faktor yaitu kurangnya pemenuhan asupan malnutrisi ibu dan balita serta kekurangan asupan gizi pada balita itu sendiri.Hal ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang krusial dan masih menjadi beban secara global terutama di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia.Faktor lain dari penyebab stunting atau balita pendek yaitu tidak kondusifnya kualitas lingkungan sekitaran  masyarakat itu sendiri dan banyaknya masyarakat belum menyadari dampak lingkungan terhadap kesehatan, salah satunya stunting.

Kualitas lingkungan hidup yang kurang baik akan  mengakibatkan penurunan kualitas kesehatan yang dapat mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainya, sehingga perlu dilakukan perlindugan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan. Sesuai dengan amanat Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa lingkungan  hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H.  Lingkungan hidup yang sehat dapat diwujudkan melalui pembangunan  kesehatan, diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-norma agama.  Berdasarkan dari penurunan kualitas lingkungan dan pemanasan Global salah satu dampaknya adalah 1 dari 4 anak pada dua tahun pertama atau dibawah usia lima tahun gagal  tumbuh optimal yang ditetapkan dalam Standar Pertumbuhan Anak pada tahun 2020.Hasil rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4% yang menunjukkan bahwa Indonesia memiliki prevelensi yang tinggi bahkan  tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). Tingkat prevalensi stunting pada tahun 2018 menunjukkan angka yang sangat tinggi, yaitu sebesar 30,8. Artinya satu dari tiga balita di Indonesia mengalami stunting. Meskipun angka ini telah turun dibandingkan dengan prevalensi stunting di tahun 2013 (37,2 persen), namun masih lebih tinggi dari batas toleransi stunting yang ditetapkan oleh WHO, yaitu maksimal 20%.

Pasaman Barat menjadi salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Barat yang diketahui sejak tahun 2007 sampai dengan 2018 memiliki prevelensi stunting dengan kategori sangat tinggi (Riskesdas, 2018). Selanjutnya tahun 2019 terjadi penurunan dengan prevelensi kategori sedang atau 20.03% dan kembali meningkat pada tahun 2020 menjadi 21.90%. Padahal World Health Assembly (2012) memiliki target untuk mengurangi stunting sebesar 40% pada tahun 2025. dan target pemerintah Indonesia dalam menurunkan stunting dengan prevelensi <20% atau memiliki prevalensi sangat rendah. Meskipun demikian, Kabupaten Pasaman Barat masih memiliki tingkat prevelensi yang lebih tinggi dibandingkan target nasional.Tingginya prevelensi stunting yang dimiliki Kabupaten Pasaman Barat dapat disebabkan oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi, terutama aspek lingkungan yang terdiri dari aspek lingkungan fisik (Abiotik), Biologi (Biotik)  dan Culture (sosial masyarakat). Factor lingkungan yang berpengaruh terhadap stunting terkait dengan keberadaan senyawa kimia dapat menggangu sintesis, sekresi, transport, metabolisme, aksi pengikatan, dan penghapusan hormon alami yang ada didalam tubuh anak yang berfungsi menjaga keseimbangan (homeostasis), reproduksi dan proses tumbuh kembang anak. Selain keberadaan senyawa kimia, sanitasi lingkungan, terkait dengan ketersediaaan air bersih, ketersediaan jamban, juga dapat memberikan  resiko anak mengalami kurang gizi dan mengalami penyakit infeksi. Jika anak mengalami infeksi akibat hygiene dan sanitasi yang buruk, maka penyerapan nutrisi pada proses pencernaan anak dapat terganggu yang dapat menyebabkan berat badan anak menjadi turun dan mempunyai resiko 6,61 kali mengalami stunting. Artinya, pertumbuhan dan perkembangan anak memerlukan lingkungan yang mendukung baik lingkungan fisik maupun lingkungan keluarga, Oleh karena itu, diperlukan adanya intervensi lingkungan untuk menghindari atau memperkecil resiko terjadinya stunting pada anak. Selain itu, stunting dapat meningkatkan risiko anak mengalami kematian, menggangu perkembangan kognitif dan motorik. Dampak serius yang ditimbulkan oleh stunting, menjadikan anak dengan kondisi stunting menjadi prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia yang diterima secara luas, yang selanjutnya menurunkan kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan datang

Model intervensi lingkungan terhadap resiko stunting pada balita ini dikembangkan dari model pengendalian faktor risiko stunting  melalui peningkatan pemberdayaan keluarga terkait pencegahan penyakit infeksi, memanfaatkan pekarangan sebagai sumber gizi keluarga dan perbaikan sanitasi lingkungan. Model intervensi dilakukan fokus terhadap perilaku yang dilakukan keluarga dalam memelihara dan menjaga lingkungan yang dapat menyebabkan penyakit infeksi pada balita, seperti perilaku hidup bersih dan sehat, peningkatan kualitas lingkungan, penggunaan air bersih, pengolahan air limbah, pembuangan sampah, Lingkungan yang  tidak diurus atau  tanpa diberikan  perlakuan  apapun, cendrung menyebabkan terjadinya penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit infeksi ini merupakan jenis penyakit yang mudah menyerang anak-anak yang disebabkan oleh infeksi virus, infeksi bakteri, dan infeksi parasite seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), diare, atau campak yang didasarkan pada diagnosis dokter. Jika anak mengalami penyakit infeksi, maka anak akan  malas untuk makan dan cendrung mengalami kekurangan gizi, sehingga nantinya beresiko stunting.Hasil analisis yang ditemukan oleh peneliti di kabupaten Pasaman Barat  didapatkan 53% balita mempunyai risiko stunting dari 166 responden, hal tersebut terlihat dari masih rendahya pengetahuan masyarakat terkait kesadaran tentang kesehatan dan pengelolaan lingkungan, seperti masih kurangnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) keluarga yaitu 57,2%, kurangnya pengetahuan terkait lingkungan 53,9%, kurangnya pengelolaan sanitasi lingkungan 60,8%, kurangnya pengelolaan sampah 54,8%, pengelolaan limbah rumah tangga yang kurang baik yaitu 60,8%, masih terdapatnya pemakaian air yang kurang bersih 24,1%, dan dari hasil analisis korelasi  yang telah dilakukan terhadap risiko stunting tersebut didapatkan satu faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya risiko stunting pada balita yaitu Perilaku Hidup Bersih Sehat.(PHBS) keluarga dengan  nilai 0,333 yang artinya semakin kurang perilaku hidup bersih sehat keluarga maka resiko stunting semakin tinggi, dengan nilai p value 0,000 ≤ nilai alpha 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara risiko stunting dengan Perilaku Hidup Bersih Sehat(PHBS) keluarga.

Dari hasil yang ditemukan, peneliti melakukan pengembangan model intervensi lingkungan dengan  menggunakan model R&D dengan pendekatan ADDIE, yang mana  model tersebut menjadi acuan untuk pengembangan intervensi lingkungan dalam upaya pencegahan  stunting  pada balita. Pengembangan yang dihasilkan oleh peneliti  dituangkan dalam sebuah produk yaitu  buku model  intervensi lingkungan. Buku  model pengembangan intervensi lingkungan yang dihasilkan  berfokus pada penerapan perilaku hidup bersih sehat keluarga dan penerapan lingkungan lainya dengan tujuan dapat meningkatkan  kesadaran masyarakat dalam menjaga serta meningkatkan kesehatan dan pengelolaan lingkungan yang baik.Buku  intervensi lingkungan yang dihasilkan peneliti langsung di implementasikan kepada tenaga kesehatan, ibu-ibu yang memiliki balita dengan pelaksanaan workshop pencegahan stunting yang berfokus pada pelaksanaan perilaku hidup bersih sehat (PHBS) keluarga. Materi-materi workshop yang diberikan  berdasarkan  permasalahan dan kebutuhan terkait lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan  terutama Perilaku Hidup Bersih Sehat. Manfaat PHBS secara umum adalah meningkatkan  kesadaran masyarakat untuk mau menjalankan hidup bersih dan sehat. Hal tersebut agar masyarakat bisa mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan terutama mengurangi resiko stunting, dengan menerapkan PHBS,  masyarakat  mampu  menciptakan  lingkungan yang sehat dan meningkatkan kualitas hidup.

Perlakuan intervensi terhadap lingkungan terutama tentang perilaku hidup bersih sehat (PHBS) secara cepat terhadap anak yang pernah mengalami penyakit infeksi atau beresiko stunting, dapat mencegah anak mengalami penyakit infeksi kembali dan tidak mengalami stunting. Salah satu tatanan PHBS yang utama adalah PHBS rumah tangga yang bertujuan memberdayakan anggota sebuah rumah tangga untuk tahu, mau dan mampu menjalankan perilaku kehidupan yang bersih dan sehat serta memiliki peran yang aktif pada gerakan di tingkat masyarakat. Tujuan  utama dari tatanan PHBS di tingkat rumah tangga adalah tercapainya rumah tangga yang sehat.Pelaksanaan workshop yang telah dilakukan kepada tenaga kesehatan yang melibatkan praktisi kesehatan setempat, ibu-ibu yag memiliki balita, dinas kesehatan kota terkait dengan melibatkan fasilitator untuk melakukan penilaian terhadap pelaksanaan workshop terhadap pengembangan buku intervensi lingkungan dan memberikan penilaian respon pelaksanaan workshop melalui angket yang diberikan kepada fasilitator, dari hasil yang diberikan fasilitator terhadap pelaksanaan workshop dan hasil focus grup discusi tersebut didapatkan persentase kepraktisan sebesar 97,82 sehingga pengembangan buku intervensi lingkungan tersebut mendapatkan kategori sangat baik dan akan diperbaharui lebih baik lagi untuk dapat diproduksi untuk keperluan masyarakat terkait peningkatan pengetahuan terhadap pencegahan risiko stunting dan pengendalian lingkungan yang sehat

Hasil evaluasi pengembangan buku intervensi lingkungan mendapatkan hasil yang sangat baik dari validator para ahli serta fasilitator pelaksanaan workshop sehingga buku intervensi ini dapat di pergunakan sebaiknya dalam upaya pencegahan risiko stunting dengan menerapkan perilaku hidup bersih sehat (PHBS) di lingkungan  masyarakat.Harapan peneliti dengan adanya buku  intervensi lingkungan dalam  upaya pencegahan stunting yang telah dikembangkan agar dapat menjadi acuan serta pedoman para pemangku kebijakan, dan praktisi kesehatan  setempat agar lebih memperhatikan  lagi aspek lingkungan  terutama pada perilaku hidup bersih keluarga, pada masyarakat dapat ditingkatkan agar terciptanya lingkungan dan derajat kesehatan yang maksimal serta terjadinya penurunan angka risiko stunting yang ada dimasyarakat.

Artikel ini ditulis berdasarkan disertasi untuk penyelesaian S-3 pada Program Studi Ilmu Lingkungan Pascasarjana Universitas Negeri Padang dengan Tim Promotor Dr. Nurhasan Syah, M.Pd.dan co Promotor  Prof. Dr. Indang Dewata, M.Si. (***) 

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini