Hospitality Para Pejabat dan Masyarakat terhadap Wisatawan

×

Hospitality Para Pejabat dan Masyarakat terhadap Wisatawan

Bagikan berita
Hospitality Para Pejabat dan Masyarakat terhadap Wisatawan
Hospitality Para Pejabat dan Masyarakat terhadap Wisatawan

Oleh Gusti AsnanHospitality (keramahtamahan) masyarakat umumnya dan para pejabat pemerintah atau lembaga-lembaga yang berhubungan dengan dunia wisata secara khusus sangat menentukan suksesnya program pariwisata. Hal inilah yang menyebabkan banyak negara, daerah atau kota membranding diri mereka dengan menonjolkan aspek hospitality.

Aspek hospitality telah ditampilkan (diprioritaskan) sejak pariwisata dijadikan sebagai sebuah komoditas dan sekaligus sumber pemasukan bagi sebuah negara, daerah atau kota. Gejala yang sama juga berlaku di Sumatera Barat pada era Hindia Belanda, saat wisatawan mulai berwisata ke daerah itu.Pemerintah daerah Sumatera Barat tempo doeeloe, baik saat berstatus sebagai sebuah Gouvernement (Provinsi) atau Residentie (Keresidenan), serta pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan pariwisata memberikan perhatian yang besar terhadap aspek hospitality ini. Ada komitmen dari para pejabat daerah, baik pejabat dari jajaran pemerintahan Eropa (Europeesche Bestuur), mulai dari Gubernur, Residen, Asisten Residen, dan Kontroleur, atau pejabat pemerintahan pribumi (Inlandsche Bestuur), mulai dari Regen, Tuanku Laras, Demang, Angku Palo, bahkan hingga penghulu, untuk menunjukkan keramahtamahan terhadap para wisatawan. Para pejabat itu juga meminta kepada Perhimpunan Pariwisata (Vereeniging Touristenverkeer) daerah, pemilik dan pelayan penginapan (hotel atau pesanggrahan), kusir, sopir, atau pengusaha transportasi, serta semua warga daerah (anak nagari) untuk bersikap baik, sopan, dan santun kepada para wisatawan.

Komitmen para pejabat pemerintah, insan atau aktor pariwisata, termasuk juga warga masyarakat ternyata memang diwujudkan di lapangan. Perlakuan dan sikap yang baik dari berbagai pihak di Sumatera Barat saat itu dinyatakan sendiri oleh para wisatawan. Mereka menyatakan penilaian mereka tersebut dalam berbagai catatan perjalanan yang mereka buat.Berikut adalah sejumlah hospitality yang ditampilkan oleh para pejabat khususnya dan insan-insan pariwisata serta warga Sumatera Barat pada umumnya.

Para wisatawan yang relatif awal berkunjung ke Sumatera Barat pada parohan kedua abad ke-19, umum disambut hangat oleh para pejabat daerah. Buddingh dan Bickmore misalnya mengatakan bahwa mereka diterima dan dijamu oleh Gubernur, dibawa ke rumah dinas Gubernur, serta ke rumah dan taman peristirahatan Gubernur. Ketika mereka melanjutkan perjalanan ke daerah pedalaman, Sang Gubernur juga meminjamkan ‘American’nya, sejenis kereta kencana beroda empat yang ditarik oleh dua ekor kuda. Mereka juga diberi semacam ‘surat jalan’ oleh Sang Gubernur, surat yang ditujukan kepada semua pejabat di daerah, mulai dari Residen, Asisten Residen dan Kontroleur, agar melayani serta memberi fasilitas kepada mereka.Karena surat itu atau tidak, pelayananan dan sambutan yang baik memang mereka dapatkan dari hampir semua pejabat di daerah. Mereka diajak menginap di rumah para pejabat atau dicarikan tempat menginap yang menyenangkan, diajak mengikuti berbagai acara/kegiatan, termasuk juga acara rapat dengan pemuka adat, serta alek nagari, dlsbnya. Mereka disapa ‘Toean Bezaar’ (Tuan Besar).

Baca juga:

Para pejabat Urang Awak, juga meladeni mereka dengan baik. Para pejabat Urang Awak itu bercerita banyak mengenai berbagai hal, apalagi wisatawan-wisatawan periode awal itu juga adalah juga ilmuwan dan peneliti. Tidak jarang mereka juga diajak ikut-serta dalam pesta perkawinan anak-anak para petinggi adat tersebut.Tiga lagi wisatawan masa awal yang membuat catatan perjalanan mereka di Sumatera Barat (Lion, Croockewit, dan Perelaer) juga menyajikan keramahtamahan para pejabat dan warga daerah. Keramatamahan itu bahkan akan semakin terasa dari para pejabat atau warga daerah yang berlokasi di daerah terpencil. Pelayanan atau sambutan istimewa dari pejabat dan warga daerah terpencil itu, barangkali (menurut mereka), disebabkan oleh nilai ‘surprise’ dari kehadian para turis tersebut.

Pelayanan istimewa yang dimaksud antara lain melayani sebaik yang bisa mereka lakukan, bahkan mereka ‘mempersembahkan’ sesuatu yang terbaik yang ada pada mereka untuk menyervis wisatawan. Seorang kontroleur di Lubuksikaping misalnya memberikan ‘minuman kesayangan dan telah lama disimpannya’ kepada sang wisatawan. Dan seorang perempuan tua yang tinggal di rumah (gubuk reot) di Simawang memasakkan ‘makanan terenak’ untuk seorang wisatawan yang singgah di rumahnya.Tidak hanya para pejabat atau petinggi pemeritahan Belanda atau Minang, para petinggi China yang ada di daerah ini, seperti Kapten atau Letnan China juga memperlihatkan keramahtamahan yang tinggi terhadap wisatawan. Para petinggi China itu mengajak wisatawan ke rumah mereka, menikmati makanan dan minuman oriental, serta juga diajak berwisata ke kebun mereka. Di samping itu, mereka juga mengajak para wisatawan mengikuti acara/perayaan keagamaan, termasuk mengunjungi klenteng mereka.

Memasuki abad ke-20 wisatawan banyak mengungkapkan hospitality aktor-aktor pariwisata dan warga daerah. Para wisatawan umumnya terkesan dengan pelayanan kusir bendi, sopir mobil, pelayan hotel atau pasanggrahan, termasuk juga sikap para pedagang di pasar atau masyarakat banyak yang ditemui di jalan-jalan atau di objek-objek wisata.Perubahan fokus sajian keramahtamahan, dari para pejabat kepada aktor pariwisata dan warga daerah disebabkan oleh semakin banyaknya ‘wisatawan biasa/awam’ yang berkunjung ke daerah ini. Para ‘wisatawan biasa/awam’ umumnya tidak atau kurang peduli dengan urusan formal. Mereka merasa tidak atau kurang perlu melapor atau berhubungan dengan para pejabat. Perhatian mereka lebih ditujukan pada objek wisata. Mereka lebih ingin menikmati indahnya alam, sophisticated-nya objek wisata buatan, riuh-rendahnya suasana pasar, dan unik serta menariknya aspek-aspek budaya daerah.

Alasan lain mulai kurang menonjolnya para pejabat dalam travelogues para wisatawan juga disebabkan oleh banyaknya jumlah wisatawan. Residen Padang Darat dan kemudian Asisten Residen Agam yang berkedudukan di Fort de Kock (Bukittinggi) misalnya pernah menulis bahwa tidak mungkin baginya untuk menerima wisatawan atau melayani wisatawan yang jumlahnya semakin lama semakin banyak. Sebagaimana diketahui, For de Kock adalah daerah tujuan wisatawan utama Sumatera Barat pada awal abad ke-20. Walaupun demikian, dua tiga wisatawan ‘istimewa’ masih diterima pejabat tertinggi di Fort de Kock itu.Hospitality aktor wisata dan warga masyarakat, seperti yang disebut sebelumnya, juga disebabkan oleh adanya contoh dari para pejabat. Di samping itu, sikap ini juga disebabkan oleh adanya ‘arahan’ dari para pejabat. Para pejabat misalnya meminta pelaku wisata dan warga masyarakat bersikap ramah, sopan dan santun kepada wisatawan. Penipuan apalagi pemalakan tidak boleh dilakukan. Pemerintah menentukan sewa bendi atau mobil, serta tarif berbagai pelayanan lainnya. Ada opas atau petugas yang mengawasi di lapangan.

Contoh dan kebijakan ‘politik’ itulah yang menyebabkan lahirnya keramahtamahan Sumatera Barat.Tapi apakah tidak ada pengalaman ‘buruk’ wisatawan dengan pejabat, aktor wisata atau warga daerah? Tentu ada. Croockewit misalnya pernah ‘dicuek-an’ seorang kontroleur di Tanahdatar, atau C.K. pernah terlambat sampai di sebuah acara (di Fort de Kock) karena kusir bendinya terlambat datang, atau de Haan mesti membayar mahal untuk nasi bungkus yang dimakannya di Padangpanjang. Namun, jumlah wisatawan yang kecewa ini tidak begitu banyak. Dan kalau dibaca lebih lanjut catatan perjalanan mereka, ketidaknyamanan yang mereka alami ternyata disebabkan oleh faktor ‘X’. Kusir yang terlambat datang karena adanya keramaian di jalan yang akan dilalui, dan harga nasi bungkus yang mahal karena kondisi darurat, karena ada jembatan yang putus sehingga ‘permintaan banyak dan penawaran sedikit’.

Dengan apologi sebagaimana disebutkan pada bagian terakhir di atas, bisa dikatakan bahwa dunia wisata Sumatra Barat pada masa Belanda ditandai dengan keramahtamahan yang mengesankan dari para pejabat, pelaku wisata dan warga daerah. (***) 

Editor : Eriandi
Bagikan

Berita Terkait
Terkini