Fort De Kock Bukittinggi Als Tourist Stad

×

Fort De Kock Bukittinggi Als Tourist Stad

Bagikan berita
Fort De Kock Bukittinggi Als Tourist Stad
Fort De Kock Bukittinggi Als Tourist Stad

Oleh  Gusti Asnan(Dep. Sejarah, FIB-Unand Padang)

Judul di atas di atas berarti ‘Fort de Kock (Bukittinggi) sebagai Kota Turis (Wisata)’. Judul ini dikutip dari sebuah artikel yang berjudul ‘Padang en Padangsche Bovenlanden’ (1927).Ada empat makna julukan Fort de Kock (Bukittinggi) sebagai Kota Turis (Wisata) itu.

Pertama, Fort de Kock adalah sebuah kota yang memiliki objek wisata alam dan objek wisata urban. Objek wisata urban berupa gedung atau bangunan berbentuk atau berarsitektur yang unik, monumen, museum, sekolah, rumah ibadah, pasar, pasar malam, taman, kebun binatang, kuliner, dlsbnya.Kedua, pada awal abad ke-20, Fort de Kock (Bukittinggi), dalam pengertian sosiologis telah menjadi sebuah kota, dan secara politik/administratif telah ditetapkan sebagai sebuah Gemeente (pemerintahan kota).

Ketiga, Fort de Kock (Bukittinggi) adalah sebuah kota memang dikunjungi oleh banyak wisatawan.Keempat, dari perspektif pariwisata, Fort de Kock (Bukittinggi) adalah sebuah kota yang didukung oleh kawasan sekitarnya, sebuah dukungan yang sifatnya saling menguntungkan. Fort de Kock (Bukittinggi) diuntungkan oleh objek wisata yang ada di daerah sekitarnya.

Baca juga:

Fort de Kock (Bukittinggi) adalah episentrum pariwisata Sumatera Barat khususnya dan luar Jawa pada umumnya. Posisi ini setidaknya disandang Fort de Kock (Bukittinggi) hingga pertengahan dekade kedua abad ke-20. Posisi ini tidak saja disebabkan oleh adanya banyak objek wisata di kota itu serta banyaknya kunjungan wisatawan ke kota tersebut, tetapi juga didukung oleh kebijakan pemerintah yang menjadikannya sebagai salah satu destinasi wisata ‘nasional’ Hindia Belanda saat itu.Tulisan ini akan menampilkan berbagai alasan mengapa Fort de Kock (Bukittinggi) layak dijuluki sebagai ‘Kota Turis’ atau ‘Kota Wisata’.

Pertama, kota itu memiliki banyak objek wisata, Tidak tanggung-tanggung, dari berbagai buku panduan wisata dan travelogues diketahui ada 23 objek wisata di kota itu. Kenyataan ini menyebabkan Fort de Kock (Bukittinggi) dinobatkan sebagai kota atau destinasi wisata yang memiliki objek wisata paling banyak di Sumatera Barat. Seperti juga disebut sebelumnya, objek-objek wisata itu ada yang berlokasi di dalam kota dan ada yang terdapat di kawasan sekitarnya. Namun dalam berbagai buku panduan wisata dan travelogues, semua objek wisata itu disebut sebagai objek wisata Fort de Kock (Bukittinggi).Ke-23 objek wisata tersebut adalah: 1). Karbouwengat atau Ngarai Sianok dan Janjang 1000. Objek wisata ini menempati posisi teratas dalam berbagai buku panduan wisata dan tavelogues. Ini adalah objek wisat ayang ‘wajib’ dikunjungi oleh wisatawan; 2). Jalan setapak Westenenk (Westenenksche Paadjes) sepanjang bibir ngarai; 3). Kebun Binatang (Dierentuin); 4). Rumah adat Minangkabau di Kebun Binatang;  5). Benteng (James Park); 6). Stormpark; 7). Gerbang Harimau (Tijgerpoort); 8). Lapangan Kantin; 9). Jam Gadang (Klokkentoren); 10). Sekolah Raja; 11). Mesjid Taluak; 12). Pakan Rabaa dan Pakan Sabtu; 13). Pasar Malam; 14). Pacuan Kuda Bukit Ambacang; 15). Koto Gadang (Kerajinan Perak dan Emas); 16). Ikan Keramat Sungai Janiah; 17). Bukit Upang-Upang; 18). Sarasah Sungai Pua; 19). Ngalau Kamang; 20). Ngalau Baso; 21). Ngalau Simarasok; 22). Gunung Merapi (pendakian atau beklimming Merapi); 23). Gunung Singgalang (pendakian atau beklimming Singgalang).

Buku panduan wisata dan travelogues mengatakan bahwa wisatawan bisa mengunjungi objek-objek wisata ini secara mandiri atau melalui paket wisata. Buku panduan wisata juga menginformasikan mengenai jarak menuju objek wisata, cara menuju objek wisata (kendaraan apa yang bisa dipergunakan), biaya yang mesti dikeluarkan wisatawan, seperti sewa bendi atau harga makanan (pemerintah sangat tegas dengan harga ini, para kusir, sopir mobil, para pedagang, pemandu wisata, dlsnnya dilarang keras menaikan harga yang telah ditentukan. Siapa yang melanggar diberi sanksi berat).Fort de Kock (Bukittinggi) memiliki sejumlah hotel dan penginapan. Pada awalnya dua hotel yang terkenal adalah Hotel Spoorzicht dan Hotel Völcke. Posisi kedua hotel itu kemudian digantikan oleh Hotel Centrum dan Park Hotel. Di samping itu ada tujuh hotel atau penginapan yang lebih kecil lainnya.

Posisi sebagai Kota Turis atau Kota Wisata juga didukung oleh adanya prasarana dan sarana transportasi yang baik ke dan dari Fort de Kock. Ada dua jenis prasarana utama yang dimiliki Fort de Kock saat itu. Pertama, jalan kereta api dan kedua jalan raya. Kereta api memungkinkan Fort de Kock didatangi wisatawan dari Padang. Sejak pertama kali diperkenalkan (1893) hingga pertengahan kedua dekade kedua abad ke-20, ada empat atau lima kali perjalanan kereta api dari Padang menunju Fort de Kock dan sebaliknya. Banyaknya frekuensi perjalanan kereta api sangat memudahkan pergerakan wisatawan.Kereta api juga memungkinkana pergerakan wisatawan dari Padangpanjang ke Fort de Kock dan sebaliknya, atau dari Fort de Kock ke Payakumbuh atau sebaliknya.

Sejak 1913/14 Fort de Kock juga diuntungkan oleh pelayanan mobil. Di samping mobil yang dimiliki oleh Gouvernement Autodienst (Perusahaan Oto Pemerintah), pelayanan mobil ke dari dari Fort de Kock juga dilakukan oleh sejumlah perusahaan mobil swasta. Pada awalnya, pelayanan hanya dimungkinkan untuk pengangkutan orang (wisatawan) antarkota di Sumatera Barat, seperti dari Fort de Kock menuju Batusangkar dan Lintau, Fort de Kock menuju Matur dan Lubukbasung, serta Fot de Kock menuju Payakumbuh, serta kemudian dari Fort de Kock menuju Padang. Namun seiring dengan selesainya pembangunan jalan raya menuju Sibolga dan Medan, maka Fort de Kock sudah ‘tersambung’ dengan dua kota utama di Tapanuli dan Sumatera Timur tersebut. Tidak itu saja, sejak 1915 Bukittinggi juga sudah tersambung dengan Pangkalan Kotabaru.Sarana transportasi lainnya yang juga bisa dimanfaatkan oleh wisatawan adalah bendi. Bendi dipergunakan untuk mengunjungi objek wisata yang berada dalam jarak yang tidak begitu jauh dari Bukittinggi.

Sekaitan dengan moda transporasi di atas, maka ada beberapa pola kunjungan wisatawan (mancanegara) yang bertamasya ke Fort de Kock. Pada masa-masa awal, wisatawan hanya datang dari Padang. Setelah berwisata di Bukittinggi mereka kembali lagi ke Padang (untuk selanjutnya menuju kawasan daerah lain). Sejak 1914 maka wisatawan yang berwisata ke Fort de Kock ada yang datang dari Padang, kemudian setelah berwisata di Fort de Kock melanjutkan perjalanan (wisata mereka) mereka ke kawasan utara (Sibolga, Danau Toba dan Medan). Atau datang dari Medan melalui Danau Toba dan Sibolga menuju Fort de Kock, dan setelah beriwisata di Fort de Kockmelanjutkan perjalanan mereka ke Padang, untuk selanjutnya pergi ke daerah lain.Wisatawan yang berwisata di Fort de Kock juga terdiri dari wisatawan domestik dan lokal. Wisatasan domestik umumnya datang dari Pulau Jawa. Parada Harap (19126) dan peserta Kongres Muhamaddiyah (1930) adalah sebagian contoh wisatawan domestik tersebut. Sedangkan wisatawan lokal, yang berasal dari sejumlah kota dan daerah di Sumatera Barat dikatakan ‘bejibun’ banyaknya.

Editor : Eriandi
Bagikan

Berita Terkait
Terkini