Merevisi Imajinasi tentang Alam Indonesia

×

Merevisi Imajinasi tentang Alam Indonesia

Bagikan berita
Foto Merevisi Imajinasi tentang Alam Indonesia
Foto Merevisi Imajinasi tentang Alam Indonesia

Lingkungan alam dan geografi adalah bagian intrinsik dari nasionalisme. Ia sering disebut sebagai nasionalisme geografi. Konsep ini mencerminkan citra atau imaji tentang kondisi alam dan geografi yang dimiliki oleh warga suatu bangsa. Ketika orang membayangkan bangsanya, mereka sering menggambarkannya sebagai sekelompok manusia yang tinggal di suatu wilayah tanah, di mana ikatan emosional dan historis mereka dengan tanah air terjalin erat.Nasionalisme geografi sering dibedakan dari nasionalisme sumber daya alam. Nasionalisme jenis terakhir ini, secara khusus, melibatkan citra suatu bangsa terkait dengan sumber daya alam yang dimilikinya dan kedaulatan bangsa terhadap sumber daya alam tersebut. Istilah ini cenderung memiliki makna positif bagi warga negara suatu bangsa, tetapi dapat diartikan negatif dan menakutkan bagi entitas asing, seperti perusahaan multinasional yang beroperasi di suatu negara. Fokus tulisan ini akan lebih pada nasionalisme geografis.

Lebih lanjut, nasionalisme geografis dan nasionalisme sumber daya alam memiliki dampak yang signifikan pada perilaku kolektif suatu bangsa. Berbagai pandangan dan keyakinan warga masyarakat mengenai alam membentuk dan menentukan karakter, pandangan, sikap, serta pola perilaku mereka. Sebuah bangsa dapat menjadi bangsa yang maju atau tertinggal, kerap kali bukan tergantung pada kondisi objektif lingkungan geografis dan alamnya, namun justru ditentukan cara mereka mengimajinasikan alam bangsanya tersebut. Ini menjelaskan mengapa bangsa-bangsa yang maju ilmu pengetahuan dan ekonominya kerapkali justru bukan bangsa yang kaya sumber daya alam. Di sisi lain, bangsa yang kaya SDA malah justru gagal menjadi negara maju.Singapura, negara tetangga kita, memiliki wilayah yang terbatas dan terjepit di antara negara-negara yang lebih besar di sekitarnya. Hidup mereka juga sangat bergantung pada kerjasama dengan bangsa di sekitarnya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka perlu mengimpor berbagai barang dari Indonesia, Malaysia, atau negara-negara terdekat lainnya. Meskipun memiliki sumber daya yang terbatas, Singapura telah mampu berkembang sebagai negara maju, bahkan menjadi yang paling maju dalam hal ekonomi di Asia Tenggara. Jepang dan Korea, yang juga merupakan negara maju, memberikan contoh lain bahwa kemajuan tidak selalu tergantung pada kekayaan sumber daya alam.

Mereka yang memiliki sumber daya alam terbatas namun berhasil tumbuh sebagai negara maju seringkali berawal dari kesadaran tentang keterbatasan sumber daya alam mereka. Kesadaran ini memaksa mereka untuk mencari cara bertahan hidup di tengah keterbatasan dan bahkan ancaman terhadap kehidupan bersama mereka. Dorongan ini kemudian mendorong mereka untuk mengembangkan berbagai strategi bertahan hidup. Sebagai contoh, negara-negara tersebut sering mengarah pada pengembangan ekonomi berbasis ilmu pengetahuan, yang menekankan inovasi dan kreativitas sebagai upaya untuk mengatasi keterbatasan sumber daya alam.Gambaran itu sekali lagi menunjukan bahwa imajinasi atau wawasan tentang alam geografis warga sebuah bangsa itu penting, juga lebih menentukan kemajuan bangsa bersangkutan. Bangsa yang memiliki sumber daya alam, tetapi memiliki imajinasi yang kurang pas tentang geografi dan alam bangsanya, bisa jadi sumber daya alam itu malah menjadi kutukan. Sumber daya alam tersebut justru menjadi rayahan bangsa-bangsa lain lewat tangan-tangan korporasi multinasional yang mereka berdiri di belakangnya.

Gambaran tersebut sekali lagi menunjukkan bahwa imajinasi atau pemahaman tentang alam geografis oleh warga suatu bangsa sangat penting dan berperan lebih menentukan kemajuan bangsa tersebut. Meskipun memiliki sumber daya alam, namun jika imajinasi tentang geografi dan alam bangsa tersebut kurang tepat, sumber daya alam tersebut bisa menjadi kutukan. Sumber daya alam tersebut mungkin malah dieksploitasi oleh bangsa-bangsa lain melalui tangan-tangan korporasi multinasional.Oleh karena itu, penting bagi sebuah bangsa untuk mengkreasi imajinasi tertentu tentang geografi dan alam bangsanya, agar imajinasi itu dapat menggerakkan bangsa bersangkutan menjadi bangsa yang lebih maju. Lalu, sejauh ini, bagaimana bangsa Indonesia secara kolektif mengimajinasikan bangsanya?

Riset yang saya lakukan menunjukan bahwa masyarakat Indonesia cenderung membayangkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang kaya sumber daya alam. Mereka meyakini Indonesia memiliki flora fauna yang beragam, dan bahan tambang yang melimpah. Selain itu, bangsa Indonesia juga bangsa yang memiliki wilayah yang luas, letaknya strategis, memiliki musim bersahabat, dan alamnya juga indah.Imajinasi itu serupa dengan narasi-narasi yang disampaikan dalam buku-buku pelajaran di sekolah. Atau yang kita dengar dalam pidato-pidato penataran. Penggambaran alam Indonesia yang kaya, indah dan unggul itu nampak tujuannya untuk membangkitkan rasa nasionalisme dan patriotisme. Untuk menumbuhkan rasa cinta dan memiliki terhadap bangsa dan negara. Dengan menonjolkan sisi-sisi positif tersebut diharapkan rasa cinta dan memiliki dapat tumbuh.

Imajinasi ini serupa dengan narasi-narasi yang umumnya disampaikan dalam buku pelajaran di sekolah atau pidato-pidato dalam penataran. Penggambaran alam Indonesia sebagai kaya, indah, dan unggul tampaknya memiliki tujuan untuk membangkitkan rasa nasionalisme dan patriotisme. Dengan menonjolkan sisi-sisi positif tersebut, diharapkan dapat tumbuh rasa cinta dan kebanggaan terhadap bangsa dan negara.Tentu, usaha tersebut layak untuk diapresiasi. Meskipun demikian, narasi yang cenderung memuja alam Indonesia dengan penekanan pada sisi positifnya juga potensial membawa dampak negatif. Memuja alam Indonesia secara berlebihan dapat menjauhkan kita dari sikap rasional dan kritis terhadap kondisi alam di Indonesia, berpotensi berdampak serius pada perilaku kolektif bangsa. Kita mungkin terlena oleh ilusi tersebut, lupa untuk tetap kritis, dan merasa superior hanya karena anggapan bahwa Indonesia adalah negara yang sangat kaya.

Dampak lebih lanjut, kondisi itu membuat kita cenderung malas untuk bergerak cepat dan bekerja keras. Kita tidak seperti tidak memiliki dorongan dan kemauan untuk berusaha mencari cara alternatif untuk bertahan hidup. Kita juga tidak berusaha mengembangkan pengetahuan dan merintis inovasi baru, karena keyakinan bahwa keberlimpahan alam di sekitar kita sudah cukup menjamin kehidupan kita saat ini dan di masa depan.Sementara, kenyataannya alam Indonesia tidak sekaya seperti yang kita bayangkan. Meskipun Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah, kesejahteraan 279 juta penduduknya tidak dapat dijamin secara otomatis, kecuali jika sumber daya alam tersebut dikelola dengan benar, berkelanjutan, dan adil bagi semua. Fakta menunjukkan bahwa hingga saat ini, kekayaan alam tersebut belum mampu menjadikan Indonesia sebagai negara yang maju. Pada Januari 2024, utang Indonesia mencapai 8.353 triliun atau sekitar 38 persen dari produk domestik bruto (PDB) negara

Di Indonesia, penguasaan sumber daya alam, seperti bahan tambang, juga banyak dikuasai oleh perusahaan multinasional. Begitu juga dengan industri perkebunan, yang belum benar-benar dimiliki oleh bangsa Indonesia karena tidak selalu memberikan kesejahteraan bagi mayoritas masyarakat. Ini adalah contoh bahwa kita belum sepenuhnya menjadi bangsa yang maju dan kaya meskipun memiliki kekayaan alam yang melimpah.Dalam konteks ini, sangat penting bagi bangsa Indonesia untuk merefleksikan kembali narasi nasionalisme geografis yang tertanam dalam ingatan kolektif masyarakat. Masyarakat perlu melepaskan pandangan bahwa Indonesia terbentuk dari patahan surga yang turun ke bumi karena kekayaan dan keindahan alam Indonesia. Lebih dari sekadar mengagumi kekayaannya, mereka perlu menggeser kesadaran yang bersifat pasif itu, menuju pemahaman akan pentingnya kedaulatan terhadap sumber daya alam Indonesia. Dalam hal ini, diperlukan transformasi kesadaran masyarakat, di mana kesadaran semu tentang alam berubah menjadi kesadaran kritis yang mendorong mereka untuk berjuang agar berdaulat atas alam Indonesia.

Perubahan kesadaran semacam ini perlu diimplementasikan dalam berbagai konteks, terutama di bidang pendidikan. Misalnya, hal itu dapat dilakukan dengan memberikan materi yang membangkitkan kesadaran dan sikap kritis terhadap berbagai isu lingkungan alam dan geografi di Indonesia. Siswa diarahkan untuk tidak hanya belajar tentang gambaran ilusif tentang kekayaan alam Indonesia yang kaya dan indah, tetapi juga perlu memahami masalah deforestasi yang mengkhawatirkan di Indonesia, kepemilikan lahan, pihak-pihak yang menguasai sumber daya alam Indonesia, cara distribusi kekayaan alam Indonesia, dan sebagainya.Kesadaran nasionalisme geografis yang bersifat kritis demikian dapat memberikan peluang bagi masyarakat untuk mengambil tindakan nasionalis yang lebih kritis dan produktif terhadap kondisi alam geografi di Indonesia. Ini mencakup upaya proteksi terhadap lingkungan Indonesia dari berbagai ancaman, baik yang berasal dari warga negara Indonesia maupun dari bangsa atau korporasi asing. Meskipun tidak mudah, namun perjuangan untuk mewujudkannya perlu dilakukan.Sartana, M.A. Dosen Psikologi Sosial di Departemen Psikologi Universitas Andalas.(Thohir)

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini